Author POV.
Dengan langkah malas, Mita menuruni anak tangga. Dia menatap meja makan yang sudah ramai. Dari pulang sekolah tadi, dia membungkam mulutnya untuk berbicara dengan Tsaqif. Sampai detik ini dia masih kesal.Mita melewati Tsaqif tanpa menatapnya sedikit pun, kemudian elok duduk di kursinya. "Tatapan macam apa itu" gumam Tsaqif.
Mita mulai mengambil makanan yang sudah dihidang kan. Wajahnya sedikit terlihat lebih serius dari pada biasanya. Dengan kalem, dia makan tanpa adanya adu mulut dengan Tsaqif. Yah, tidak seperti biasanya.
Mama, papa, dan Tsaqib menatapi mereka bergantian. Bingung ada apa dengan mereka, seperti ada dinding yang menghalangi mereka agar tak ribut seperti biasa.
Mita memotong dagingnya dengan pisau, dia menusuk-nusuknya kuat sehingga terdengar suara dentingan piring. Saat ini Mita membayangkan kalau daging itu Tsaqif, dia akan memotong-motongnya seperti ini.
"Lo gi..." belum lagi Tsaqif menyelesaikan ucapannya, Mita langsung berdiri membuat semua orang terlejut.
"Ga mood makan" Mita melangkah kan kakinya kearah kamarnya, semuanya menatap nya heran. Setelah menatap Mita semuanya menatap Tsaqif.
"apa??"
***
Mita menghempaskan tubuhnya diatas kasur, perutnya bergemuruh. Dia tidak benar-benar serius mengatakan tidak mood makan, bahkan saat ini dia sangat lapar.
Tsaqif melangkah pelan sambil membawa nampan makanan untuk Mita. Lalu menguping melalu pintu kamarnya.
"Gue lapar. Agh maunya tadi gue makan aja. Bodo amat situ sama kak Tsaqif" Mita memukul mukul kasurnya kuat. "kak Tsaqif juga ngeselinnya gak tanggungan"
Diluar sana Tsaqif tersenyum, ia meletakkan makanannya di lantai kemudian mengetuk pintu dan pergi secepatnya sebelum Mita keluar.
Mita keluar kamar, tetapi dia tak melihat siapa-siapa. Melihat kekanan kirinya pun tak ada siapa siapa. Kemudian saat melihat kebawah, dia menemukan pizza dan milk shake coklat. Lalu mengambilnya.
"Wahh, tau aja gue laper. Tapi siapa??" Mita menaikkan bahunya kemudian masuk kedalam. Tsaqif yang sembunyi di balik dinding, lagi-lagi tersenyum puas.
***
Pagi ini Mita benar-benar kesal. Jika disuruh bersih-bersih rumah atau pergi sekolah, dia akan memilih opsi yang pertama. Kenapa? Hari ini dia harus terpaksa mengucir dua rambutnya yang berpitakan merah jambu. Memakai bad name di lehernya, dan banyak permen di pinggangnya. Dia membenci itu, ribet dan tak berfaedah.
Saat ini Mita, Tsaqif dan Tsaqib berada didalam mobil. Mereka pergi menuju sekolah. Mulai dari sarapan tadi, Mita tidak membuka mulutnya sama sekali kecuali saat ia pergi mengucapkan salam. Dia mungkin benar-benar akan mendiamkan Tsaqif seperti katanya semalam.
"kak Tsaqib bilang sama kembaran nya, Mita turunin di tempat semalam." Mita membisikkan Tsaqib, namun bisikan itu masih terdengar jelas di telinga Tsaqif. Tsaqib hanya mengacungkan jempolnya.
"Udah dengar kan, qif??" tanya Tsaqib sambil mengedipkan sebelah matanya seolah-olah meledek Tsaqif.
"kok gitu sih? Tsaqib kan semalam juga dapat tontonan gratis. Kenapa lo ngambeknya cuma sama gue?" Tsaqif protes, sebab Mita mau berbicara dengan Tsaqib sedangkan dengannya senyum saja tak mau.
Mita membisikkan Tsaqib lagi. Sebenarnya ga guna Mita membisikkan nya pada Tsaqib, karna justru dia seolah-olah berbicara dengan Tsaqif namun tak secara langsung. "kak bilangin lagi, makanya lain kali gantian yang bawa mobil. Kalo kak Tsaqib ga mungkin kan biarin adeknya nunggu?? " Tsaqib mengangguk cepat. "kak Tsaqib gue turun disini "
KAMU SEDANG MEMBACA
REYTHA
Teen FictionHidup ini tentang pilihan. Gimana kita nentuin pilihan itu dan gimana pula kita menjalaninya. Dan pada akhirnya aku didatangkan dua pilihan yang sulit. "Memilih salah satu, atau menyakiti keduanya"