Chapter Eighteen

2K 181 5
                                    

"And tonight I know it all has to begin again. So whatever you do, don't let go." – Coldplay

-

-

Terkadang aku sering memikirkan tentang apa yang ada di dalam kepala pria itu. Mungkin dia memiliki semacam bola lampu yang begitu terang yang benderang di pikirannya, seakan-akan dia adalah seorang MacGyver yang selalu bisa mencetuskan ide-ide brilian dalam hal-hal mengenai logika dan ilmiah, bahkan pada hal yang diluar kotak seperti ini.

Mungkin datang ke rumahnya adalah hal terakhir yang bisa kupikirkan dia akan membawaku. Namun mengadakan sebuah pesta kecil adalah sesuatu yang tak pernah ku prediksi.

Thomas membuat sebuah pesta kecil untuk kami—bersama Tonny di halaman belakang rumahnya. Aku tak pernah ke sana sebelumnya, jadi aku seperti baru saja menemukan bahwa ada sebuah jalan setapak berpagar ilalang tinggi, yang membawaku menuju daerah pantai sehingga kakiku dapat bersentuhan langsung dengan pasir pantainya. Semacam jalan pintas tersembunyi yang mengantarkanku pada belahan dunia yang lain.

Sebuah karpet merah digelar di hadapan sebuah api unggun kecil yang dibuat oleh tangan terampil Tonny dan sedikit bantuan dari kami. Tonny juga menyediakan beberapa ikan segar hasil tangkapan laut yang menjadikan santapan malam kami.

Ikan-ikan segar itu berasal langsung dari laut, dibawa berlandaskan pelayaran Tonny kemarin malam bersama teman-temannya. Lelaki tua itu melakukan pelayaran setiap bulan dengan beberapa teman dekatnya yang bekerja sebagai nelayan. Dulunya, Tonny juga salah satu dari mereka sebelum terdiagnosa memiliki jantung lemah dan memutuskan untuk bekerja di bengkel. Namun lautan telah menjadi jiwanya. Meski sudah berhenti bekerja, Tonny tak ingin melewatkan kesempatan untuk tetap merasakan atmosfir laut sekali dalam sebulan, meskipun dengan resiko yang hanya bisa diminimalisir dalam jumlah kecil.

Begitulah yang dikatakannya seraya kami menikmati ikan segar panggang yang diproses secara alami. Tak mengerti dengan jenis apa yang kumakan, atau karena ikan segar hasil tangkapan langsung, atau ada ramuan tertentu yang melumurinya, rasanya begitu istimewa.

Kami menghabiskan sisa-sisa senja dengan mengawasi matahari terbenam dari tempat ini seperti dalam sebuah bioskop pribadi. Menikmati perubahan langit yang berwarna kemerahan hingga meluncur pada gradasi gelap biru keunguan yang tenang. Celcius disekitar kami semakin menipis, namun aku merasakan kehangatan yang tak dapat kutemukan dimanapun ketika Tonny melontarkan lelucon-lelucon kuno, atau bahkan ketika lelucon Thomas sangat tidak lucu yang malah membuatku tertawa.

Atau karena mereka berdua ada di sini, mengapitku menjadi keluarga baru. Karena ada Thomas disisiku.

"Beruntunglah kau ada di sini malam ini, sayang," kata Tonny. "Aku tak akan memberi tau tempat rahasia kami pada sembarang orang."

-

Kami membereskan piring dan sisa-sisa makanan kami hingga tidak meninggalkan sampah apapun. Tonny membawanya masuk ke dalam seorang diri dan meninggalkan kami berdua di sini. Kami sempat menawarkan bantuan, tapi Tonny malah mengancamku jika aku mencoba mengikutinya dan membantunya untuk membersihkan semuanya. Jadi aku tetap pada tempatku, di hadapan api unggun yang menyala-nyala dan Thomas di sampingku.

Aku menguburkan telapak kakiku yang telanjang ke dalam pasir. Cukup hangat untuk sekedar memijat kakiku yang hampir dingin.

"Hei," ucapku tiba-tiba. "Kita melupakan kembang apinya."

"Kembang api?" tanya Thomas meyakinkan. Matanya menerawang, lalu dia terkikik. "Oh ya ampun. Ini tidak terencana dan juga bukan pesta tahun baru jadi.. aku melupakan kembang apinya. Maaf."

BloomedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang