Inspirator Sejati

14 0 0
                                    

Bagi Agung sungguh mengheran kenapa Bintang kembali kepada kehidupannya. Pengharapannya kepada Bintang sebenarnya sudah telah lama terobati dengan berbagai aktifitasnya di kampung halaman. Namun, saat ini bagi Agung ada sesuatu yang muncul kembali dalam permukaan impiannya, menggapai langit bersama Bintang.

Setelah lulus kuliah memang Agung tak pernah berjumpa sama sekalipun dengan Bintang. Ada kalanya ia hanya bisa menemui Bintang melalui facebook ataupun twitter. Pertemuan itu pun tak menghadirkan Bintang, yang ada hanya dirinya yang memandangi aktifitas Bintang melalui apa yang dituliskannya dalam jejaring sosial tersebut. Agung mencari tahu tentang Bintang, namun entah apakah Bintang mencari tahu tentang dirinya dalam dua tahun belakangan ini.

Sedari masa kuliah Agung tak pernah tahu apakah Bintang memiliki perasaan yang sama terhadap dirinya. Begitu banyak lelaki yang mencintai Bintang akhirnya membuat dirinya takut untuk mengungkapkannya. Ia merasa minder karena memang tidak memiliki tampang yang rupawan, ia merasa minder karena hanya seorang rantau yang hidup apa adanya di Jakarta. Ia merasa minder karena kecantikan dan kecerdasan yang dimiliki oleh Bintang. Ia takut jatuh lebih dalam lagi terhadap perasaannya tersebut. Dan pada akhirnya ia hanya mengenang pilu dalam kisah cintanya semasa kuliah.

Pernah Agung melihat Bintang begitu peduli terhadap sesama. Dibalik kecantikan dan kecerdasannya, dan juga ditopang dengan ekonomi yang menengah ke atas, Bintang masih tetap peduli dan mau terjun langsung dalam membantu korban jebolnya tanggul Situ Gintung. Bintang dengan sigap menggantikan popok balita yang sudah terisi penuh dengan kotoran, Bintang dengan lemah lembut menyuapi para orang tua lanjut usia. Bintang dengan ceria menghibur anak-anak yang ketika itu kehilangan tempat tinggalnya. Bintang dengan penuh hati memotivasi seorang istri yang kehilangan suami tercinta. Bintang begitu total dalam membantu para korban. Pada suatu sore kala itu Agung menyaksikan Bintang sedang bermain dengan anak-anak korban Situ Gintung. Sinar mentari sore itu begitu indah. Menguning seolah tak mau tenggelam meninggalkan peraduannya. Bintang lalu menggendong salah satu anak dan mengajaknya berlari-lari seolah ia menunjukkan pada mereka bahwa dunia belum berakhir atas musibah yang menimpa mereka. Bintang terus tersenyum dan tertawa seakan masih ada kehidupan setelah ini, dan mereka tak perlu menangis selamanya. Bintang menyanyi dan menari seolah menunjukkan pada anak-anak masih ada sisi lain yang patut di syukuri atas musibah tersebut. Lalu Bintang menatap tajam sinar mentari, anak-anak mengikutinya dengan berbaris sejajar disampin kanan dan kirinya. Sinar mentari tumpah ke wajah Bintang sore itu. Seolah tak mau kalah, Bintang terus menatapnya, melawan, dan tak sedikit pun memejamkan mata. Wajahnya kala itu begitu cantik dan tegar. Dibalik kecantikan dan kecerdasannya, ia menunjukkan kepada Agung waktu itu bahwa dia perempuan yang begitu tegar dan pantang menyerah akan segala bentuk rintangan yang menghadang. Anak-anak di samping kanan dan kirinya pun seolah meniru kakak cantiknya kala itu. Mereka tak mau menyerah dan larut dalam duka atas musibah yang baru saja menimpa mereka. Bintang memotivasi mereka bukan hanya dengan kata-kata tetapi juga melalui sebuah perbuatan. Sungguh Bintang di kala itu benar-benar menjadi bintang disaat gelap bagi anak-anak yang baru saja tertimpa musibah begitu berat.

Agung teringat hal tersebut. Ia semakin rindu kepada Bintang. Sebenarnya ia tak mau lagi berharap begitu jauh terhadap kisah cintanya tersebut. Ia tak mau lagi merasakan kepiluannya di masa kuliah. Namun kali ini berbeda, Bintang yang terlebih dahulu membuka impiannya tersebut. Di saat seperti ini sesungguhnya membuat Agung semakin dalam keadaan dilematis. Ia terus mau seperti ini bahkan memiliki hubungan yang lebih dari sekedar ini, namun ia pun merasa malu karena ia hanya pria desa biasa yang hanya menghabiskan hidupnya mengabdi pada kampung tercintanya, bukan seorang pria mapan dan sukses. Ia hanya hidup apa adanya, tak ada kemewahan dan janji pasti untuk kehidupan masa depan akan bahagia. Ia semakin malu kepada Bintang yang telah hidup mapan dan bahagia. Terlebih kepada kedua orang tuanya, jika menanyakan kepada Agung, kerja di perusahaan mana. Sungguh campur aduk perasaannya kala itu.

JarakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang