Bagian 2

27.6K 2.4K 31
                                    

"Be a woman with a good high class things."

―Princess In 24 Hours

Semester baru menyapa pagi Quinsha. Senin ini dirinya resmi menjadi kelas dua belas, itu artinya kesibukan menanti di depan mata. SMA Pusaka sepertinya melakukan beberapa perubahaan. Tidak terlalu mencolok, tapi Quinsha tahu. Salah satunya daftar siswi kelas dua belas yang tertera di mading berbeda dari sebelumnya. Sebagian besar murid Pusaka―terutama dari kalangan atas―setuju bahwa tugas serta rutinitas di sekolah sedikit membosankan tetapi mereka dapat membuatnya menyenangkan. Dengan cara yang memuakan bagi segelintir murid lain yang merasa dirugikan.

Suasana upacara hari ini mendung, berbanding terbalik dengan cuacanya yang terik. Para siswa-siswi menunduk, menyimak apa yang dikatakan kepala sekolah mereka di podium―atau tidak sama sekali. Quinsha berdiri pada barisan paling depan. Meski kepalanya tidak toleh kanan-kiri namun pendengarannya cukup tajam mendengar bisikan-bisikan yang sesekali diiringi cekikian tawa itu.

"Bisa nggak sih lo diem? Kalau mau berisik di kelab malam aja sana."

Kepala Sekolah menghentikan pembicaraannya. Mengobrol saat sedang melaksanakan upacara tentu saja hal yang tak patut ditiru. Tapi tidak ada yang menyangka juga bila Quinsha akan menegur dengan suara sekeras itu.

"Excuse me?"

"Kenapa? Lo gak merasa bersalah?"

Cecillia memalingkan wajah menatap Quinsha. "Kita lagi upac―"

"Gue tahu. Maka dari itu sebagai pelajar yang baik gue menegur pelajaran yang serampangan ngobrol." Diakhiri senyum sinis.

"Lo―"

"EKHEM! Tolong perhatiannya!"

Melipat tangan ke belakang punggung, Quinsha berpandangan lurus kembali. Masih terdengar jelas geraman Cecillia, membuat seringai kemenangan terus tersungging di bibirnya.

***

Ratu Sekolahan merupakan julukan yang melekat pada seorang Annela Quinsha Tivera. Siswi mana pun di Pusaka ingin merebut gelar tersebut, termasuk Cecillia yang telah dianggap Quinsha sebagai rivalnya. Sejujurnya Quinsha sendiri tidak pernah merasa dirinya harus mempunyai rival, musuh, semacam itu ketika memasuki Sekolah Menengah Atas. Tetapi seakan-akan memang digariskan Tuhan bersama kesempurnaannya, manusia pun kerap kali dilanda rasa dengki, benci, serta iri hati.

"Look. Mentang-mentang jadi donatur terbesar di sini dia berpikiran bisa berlaku sekenaknya?"

Dentuman loker yang ditutup mengejutkan murid-murid yang kebetulan lewat. Quinsha menarik napas sesaat sebelum membalas, "Oh, look, who's talking? Ah, ternyata cuma remahan manusia gak berguna."

"Apa kata lo?! Berani ya ngatain gue begitu?!"

"Dan atas alasan apa gue harus takut, Cecillia?" Quinsha maju, jaraknya hanya satu langkah dari lawan bicaranya yang diapit dua manusia lain. "Listen, mau sampai kapan sih lo kayak gini? Life isn't just about a popularity, it's also a quality."

Cecillia mengangkat sebelah alis. "Bukan urusan lo gue mau hidup gimana pun."

"Right," Quinsha manggut-manggut. "Tapi menjadi masalah gue juga kalau lo mengusik ketenangan gue."

"They said, be careful with the old money."

Yang dimaksud siswi berambut ombre terang tersebut adalah tengah membela temannya, Cecillia.

Sudut bibir Quinsha timbul di paras jelitanya. "I would like to say, careful with the smart people. Karena percuma kaya harta tapi miskin kepintaran, kan?"

Bila saja ibunya tahu dia sering berdebat tidak penting begini, bisa-bisa nilai tata krama Quinsha nol.

Rona yang disebabkan emosi itu kentara sekali pada wajah Cecillia. Quinsha akui, ia puas melihatnya. Jika Cecillia selalu meledak-ledak, Quinsha akan membalasnya sedingin es namun menusuk hingga tulang belulang.

"Jangan bikin perkara lagi sama gue, I warn you, Cecillia."

Bisingnya koridor tak membuat perbincangan mereka berhenti begitu saja. Cecillia justru semakin gencar melancarkan serangan. "Why? Lo takut?"

"Setelah apa yang terjadi sama Aurora? Enggak. Sebaliknya, gue gatel banget pengin menyingkirkan elo."

"Then do it, Quin." Cecillia membelai pundak Quinsha yang segera ditepisnya.

"Don't you dare to touch me, ya."

"Oke, oke. Ratu Sekolahan yang sok angkuh dan dingin, lo emang sepantasnya nggak punya teman dari dulu."

Kalimat itu lagi. Quinsha mendecih.

Tiba-tiba aroma kayu menusuk indera penciuman. Kening Quinsha mengkerut samar. Dia seperti hafal atau pernah menghirup aroma tersebut, tapi di mana?

"Lagi apa kalian? Kenapa belum masuk kelas?"

"Helloooo, maaf ya, lo siapa kalau boleh tahu? Yang punya sekolahan?" Satu dari dua teman Cecillia menyahuti, bukan yang rambutnya warna-warni.

"Iya, lo siapa sih? Ngatur banget."

"Rama, Ketua Ketertiban."

Cecillia beserta kedua temannya tertawa, tawa yang betul-betul mengejek. Sedangkan Quinsha malah merasa disorientasi. Lima detik selanjutnya bertanya, "Rama?"

Si pemilik nama balik memandang. "Iya, saya Rama."

"No, maksud gue―"

"Ini cowok pasti bercanda," Ucap Cecillia seraya menunjuk. "Lo murid baru?"

"Bukan."

"Oh ya? Trus dari kalangan mana?"

Rama tidak serta merta menjawab. Melainkan terdiam sejenak. "Beasiswa."

"Waaaahhh ... "

"Demi apa?!" Raut Cecillia menggambarkan seolah dia baru saja bertemu hantu di siang bolong. "Berani banget astaga! Yang bener aja."

Terlepas dari kebingungannya kenapa bisa satu sekolahan dengan lelaki itu, Quinsha tetap tersinggung ditegur demikian.

"Sejak kapan sekolah punya Ketua Ketertiban?"

Pertanyaan Quinsha mendapat perhatian penuh Rama. "Tahun ini."

"Kenapa?"

"Kenapa lo nanya?"

"Kenapa lo ikut campur?" Balas Quinsha cepat.

"Suka-suka gue dong?"

Quinsha merotasikan bola mata. Mulut Cecillia dari dulu sudah ingin dia olesi cabai saking jengkelnya.

"Spesifiknya biar kejadian tahun lalu gak terulang. Banyak yang diubah Pusaka secara nggak langsung."

Perasaannya saja atau sorot Rama memang berubah signifikan menjadi tajam?

Kehadiran siswa-siswi di lorong loker menyurut. Tidak ada lagi yang diam-diam merekam atau menonton aksi debat pagi Quinsha-Cecillia di awal semester. Semuanya bubar sepuluh menit lalu kala bel masuk berdenting. Quinsha sendiri bersiap-siap pergi, namun menyempatkan berbisik kepada Cecillia, "Nah, I warn you kan tadi? Coba pikirkan gimana nasib lo seandainya semua orang tau siapa yang ada di balik tragedi tahun lalu?"

"Hati-hati sama ucapan lo,"

"No, dear, hati-hati sama reputasi lo. Nanti imbasnya juga ke keluarga lo bukan?"

Dan Cecillia pucat pasi dibuatnya. Sekali lagi, Quinsha unggul.

***

ABS [1]: Princess In 24 Hours [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang