Bagian 8

18.7K 1.9K 135
                                    

08.

Jangan lupa vote dan komen ya teman;)


Selepas makan siang, Theo mewanti-wanti Quinsha supaya cepat pulang ke rumah. Tak lupa ia juga berpesan pada Pak Rudi sopir keluarganya itu untuk membawa kendaraan dengan hati-hati―meski tanpa diberi pesan begitu pun sang sopir senantiasa waspada di jalanan, itu sudah menjadi hal wajib dipatuhi bagi para pengemudi.

Mulanya Quinsha mengira Lingga akan pergi begitu saja. Namun dugaannya salah, sebab setelah Theo pergi, Lingga mendekat sebelum Quinsha hendak memasuki mobil.

"Wait, wait, adik sepupu!"

"Now what?"

"Gue tadi bilang kan mau bantu lo, lupa ya?"

Sebelah alis Quinsha terangkat melihatnya. "Lingga Sahdjimoko, gue enggak butuh bantuan lo."

"Ugh," Lingga mendesah frustasi. "Tell me, ini cuma karena gue Sahdjimoko? Really? Seriously??? I can't belie―"

"Bukan."

"Lalu?"

"Karena gue memang enggak butuh bantuan lo," Sahutnya malas. Quinsha berbalik badan. "Kalaupun gue butuh Lingga, lo bukan opsinya."

"Ya, ya, terus aja. Lo kan memang nggak pernah mau mendengarkan pendapat orang lain."

Sepuluh detik berikutnya menyumpah. Gadis itu sama sekali tidak terusik dengan sindirannya. "Gue mau ikut membantu sebab gue pikir gue harus!"

Yes, berhasil. "Pusaka ... um ... sejak gue sekolah di sana selalu terlibat kasus, bullying, soal ujian yang bocor, ya I know sih, bukan sekolahan kita doang yang begitu. Tapi siswi yang meninggal tanpa penjelasan dari pihak Pusaka, is it too much for her? At least publikasikan alasannya kenapa, kan? But they fucking quite!"

"Tahu dari mana lo soal siswi yang meninggal?"

"Lyra."

"Lyra tahu dari siapa?"

"Who cares? Dia kirim tautan berita lokal di WhatsApp pas diklik ternyata ya itu."

Quinsha menatap Lingga dari pantulan kaca mobil. Lelaki tersebut menatapnya balik, bertanya dengan alis meninggi. "So?"

Hening selama tiga detik.

"Ikut gue."

"Kemana?"

"Cari petunjuk berdasarkan teori lo barusan."

"Maksudnya?"

"My goodness ... Gue enggak percaya dia lulusan Harvard."

Wajah Lingga mengerut. "Hei, omong kosong apaan itu, Pu?"

"Just in."

Seolah memang terlatih brengsek, Lingga senyum genit. "Alright, honey."

"Honey my ass."

"Just saying, you have a nice butt actually."

Bibir Quinsha terlipat ke dalam. "Shut up and just in, Lingga!"

"Iya, anjir. Galak amat sepupu."

***

Perjalanan mereka berlangsung setengah jam kurang lebih. Lingga Sahdjimoko tetap sama seperti terakhir kali Quinsha ingat. Tubuhnya tinggi tegap dengan potongan rambut rapi.

ABS [1]: Princess In 24 Hours [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang