[8] Life Must Go On

396K 30.7K 1.3K
                                    


Tidak ada yang lebih mengasyikan bagi Dara selain menghabiskan waktu luang di hari minggu dengan menonton drama atau film favoritnya di dalam kamar. Seperti saat ini, sudah hampir dua jam lamanya perhatian Dara enggan beralih sedikit pun dari layar laptop yang sedang menayangkan film action thriller favoritnya, The Commitment yang dibintangi member Bigbang TOP, serta artis muda berbakat Kim Yoo Jung.

Walaupun ini bukan kali pertama Dara menonton film itu, namun kesan yang ia rasakan selalu sama. Ia begitu kagum pada sosok Ri Myung Hoon yang rela berjuang demi melindungi adik perempuannya, Ri Hye In.

"Punya kakak cowok pasti seru," gumam Dara. Ia merasa, semakin sering memutar film itu, ia malah semakin iri dengan semua orang di dunia ini yang memiliki kakak laki-laki.

Dara menutup layar laptopnya setelah film itu berakhir. Ia lalu keluar dari kamar dan menghampiri bundanya yang sedang sibuk di ruang tengah.

Dara mendekati Bunda yang sedang mengeluarkan barang-barang dari dalam kotak besar.

"Bun,"

"Hmm," sahut Bunda tanpa menoleh.

"Dara pengen banget punya kakak cowok," kata Dara yang kini duduk di samping Bunda.

Bunda melirik sekilas, kemudian kembali sibuk dengan kegiatannya. "Kamu nggak ada permintaan yang lain? Bunda bosen dengar kamu minta kakak cowok. Kasih adik buat kamu aja, Bunda belum tentu sanggup, kamu malah minta yang nggak-nggak."

"Habisnya, Dara suka iri sama orang-orang yang punya kakak cowok. Asyik banget bisa dijaga dan merasa dilindungi."

Bunda menghentikan kesibukannya, kemudian memutar tubuhnya hingga menghadap Dara sepenuhnya. "Kalo cuma buat jaga dan lindungi kamu, nggak perlu punya kakak cowok. Ayah kamu kurang hebat apa jagain kamu sampai segede ini?" Ia mengelus gemas kepala putrinya.

"Kalo itu, sih, beda," keluh Dara. "Ayah terlalu over protektif. Masa Dara nggak dibolehin main sama teman-teman Dara."

"Ya jelas nggak boleh, Dara Sayang." Bunda mencubit hidung mancung Dara dengan gemas. "Orang tua mana yang nggak larang anak gadisnya main di luar sampai larut malam?"

Dara mencebikkan bibirnya. Bunda hanya menanggapi dengan senyuman singkat, kemudian kembali sibuk dengan kegiatan awalnya.

"Bun,"

"Hmm,"

"Nanti malam, Dara boleh main ke luar sama teman Dara, kan? Janji, deh, pulangnya nggak malam-malam."

"Sama siapa?"

"Sama teman Dara."

Bunda menoleh kembali. "Cowok?" tebaknya.

Dara tersenyum kaku sambil mengangguk.

"Kamu udah punya pacar?" tanya Bunda.

"Bukan pacar, Bun. Belum. Eh, maksudnya dia teman Dara. Namanya Gino. Orangnya baik," jelas Dara sedikit panik. Ia yakin Bunda tidak akan mengizinkannya berpacaran sebelum lulus sekolah.

"Ajak main ke rumah."

"Bun, aku sama dia cuma temenan."

"Ya memang kalo berteman nggak boleh diajak main ke sini? Kamu dari dulu sering banget sebut nama Gino, tapi sampai sekarang Bunda nggak pernah tahu yang mana orangnya. Bunda, kan, juga harus tahu siapa teman dekat anak gadis Bunda ini." Bunda mencubit dagu Dara penuh sayang.

Dara masih cemberut. "Jadi, Dara nggak dibolehin pergi, nih?"

Bunda tersenyum manis. "Ajak ke sini aja ya, Sayang. Kenalin sama Ayah sama Bunda. Lebih aman juga kalo mainnya di rumah."

My Ice Girl [Sudah Terbit - SEGERA  DISERIALKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang