Smile

2K 178 26
                                    

Akhir-akhir ini, Jumin menyadari adanya perubahan pada istrinya.

Beberapa kali dia memergoki (name) menghindarinya tiba-tiba, asyik dengan gadget sendiri, dan menyumpal telinga dengan earphone—mengabaikannya.

Bahkan, Jumin juga pernah mendengar (name) bersenandung pelan—tetapi jika dia mendekat, maka (name) akan buru-buru berhenti dan mencari aktivitas lain.

Jumin tidak bisa diperlakukan seperti ini. Sakit hati Jumin.

Dia merasa (name) menyembunyikan sesuatu darinya, seperti bukan Jumin biasanya yang selalu memandang suatu masalah secara positif.

Karena stres, kekesalan, dan badmood yang mendera, akhirnya dia mencurigai Zen telah melakukan sesuatu dengan istrinya. Praduga tak bersalah.

Tempo hari, dia mengunjungi rumah Zen secara tiba-tiba. Kemudian dia bertanya, apakah pria narsistik itu memiliki hubungan khusus dengan istrinya atau tidak.

Namun, Zen justru menjawab,

"Aku berharapnya seperti itu."

Maka, pada hari ini Jumin memutuskan untuk mencari tahu perihal perubahan istrinya tersebut.

•••

"(Name)," panggil Jumin seraya duduk di sofa dan melepas dasi yang dia kenakan.

(Name) tidak langsung membalas, hanya menaruh teh di meja yang berdekatan dengan sofa dimana Jumin duduk.

"Ada apa, Oppa?" tukas (name) sembari berdiri di belakang sofa tempat suaminya itu duduk dan memberi pijitan kecil di bahu Jumin.

"Kau kenapa akhir-akhir ini?" tanya Jumin to-the-point. Kepalanya dia tolehkan sedikit, dahinya sedikit mengerut—menunjukkan secara terang-terangan bahwasanya Jumin tidak menyukai perubahan (name).

(Name) mengerjapkan matanya berkali-kali, tak paham maksud ucapan sang suami.

"Kenapa ...? Apa maksudnya? Aku tidak mengerti, Oppa."

Jumin menghela napas, menarik (name) duduk di pangkuannya secara perlahan—masih mengingat ada buah hati mereka di rahim sang istri.

"Ada masalah? Atau kau dekat dengan Zen lagi?" ucap Jumin sedikit ketus.

(Name) kali ini tergelak, tawanya pecah.

"Astaga, kau masih saja cemburu. Manis sekali—"

"Jangan katakan aku manis, (name). Lalu, kenapa kau seringkali melihat ponsel akhir-akhir ini, hm?" potong Jumin.

Tangan besarnya mengusap kepala sang istri dengan penuh kasih sayang, sekalipun Jumin masih kesal dengannya—tidak, perubahannya.

Wajah (name) seketika merona.

"Aku hanya ... malu, kalau didengar olehmu," cicit (name) dengan sedikit menundukkan kepala.

"Maksudnya? Aku tidak boleh mendengar apa?" tanya Jumin, sedikit menaikkan alisnya.

(Name) menghela napas, kemudian memberi penjelasan, "Anu, aku mengunduh aplikasi baru. Namanya 'Smile'. Aku bisa berkaraoke di sana ..., dan tempo hari aku berduet dengan teman-temanku. Aku hanya malu kalau ... suara nyanyianku didengar olehmu."

Jumin menaikkan sebelah alisnya, tidak paham dengan apa yang dimaksud sang pujaan hati. Terang saja, karena aplikasi yang dia pakai di kantornya hanya yang berkaitan dengan pekerjaan.

"Aplikasi macam apa, itu?"

Helaan napas terdengar.

Akhirnya, malam itu (name) mengajari Jumin cara bermain 'Smile'. Dan ia berusaha menahan rasa malunya saat Jumin mendengar suaranya.

•••

"Hyung," panggil Yoosung, "kau sudah dengar rekaman (name) di Smile yang terbaru, belum?"

"Belum, Yoosung. Pasti manis sekali~. Coba sini, aku mau dengar!" jawab Zen dengan sangat antusias. Jelas sekali bahwa terdapat aura-aura bercahaya di sekitar Zen yang membuat Yoosung sedikit bergidik ngeri.

Yoosung memberikan sebelah earphone-nya pada Zen.

Zen mendengarkannya secara saksama sambil meminum bir kalengan kesukaannya.

Pada mulanya dia mengulas senyum—

Namun bak mendapat marabahaya mendadak, Zen langsung menyemburkan minumannya itu dan terbatuk.

"Ini bukan suara (name)! Ini suara si Trust Fund Kid!"

TBC

Yo, balik lagi sama Pani di sini.
Maapkan drabble receh ini, tulisanku masih kaku juga karena udah lama nggak nulis. 😂😂✌
Semoga menghibur~

Eh, tapi suara Jumin bagus, lho.
Coba denger, deh!

Itu dia!
Dan sekarang Jumin mainan smule---eh, smile~

En, danke sudah membaca sampai sini!

Cheers,
Panillalicious

Our Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang