Canvas

1.1K 123 3
                                    

Ingatan Jumin kembali ke masa lampau. Sejak ia menikahi (name), banyak memori indah yang menyenangkan untuk dikuak. Rasanya kebahagiaan Jumin sangat sederhana; sekadar mendengar tawa (name) atau melihat wajah ayu sang istri yang malu-malu kala mendapat afeksinya. Kala melihat wajah (name) yang terlelap, Jumin bisa merasakan desiran hangat di dada, sebab hal tersebut merupakan sebuah masterpiece pagi hari yang indah dan menyejukkan pikiran Jumin.

Puncak kebahagiaan Jumin adalah saat ia mengetahui keberadaan buah cinta mereka di rahim (name). Saat itu, Jumin tak bisa berhenti tersenyum dan terus mengusap perut (name) yang masih rata. Jumin masih ingat betul, tawa (name) saat Jumin tak berhenti mengusap perutnya, lalu masa mengidam (name) yang cukup merepotkan. Dengan mengingat hal seperti itu saja, Jumin tak bisa menahan senyumnya.

Dari semua reminisensi indahnya, Jumin mendapat banyak pelajaran dari (name), dari hal sederhana seperti lezatnya hidangan yang dibuat dari cinta kasih (name), bahkan hal bodoh seperti rasa cemburu Jumin pada Zen sebab tingkah kanak-kanak sang istri. Jumin mengenal arti sebuah pengorbanan, kala (name) melahirkan In Su ke dunia, serta merawat putra mereka itu dengan kasih sayang tiada tara.

(Name) memberinya kedamaian, mengembalikan perasaan Jumin hingga pria itu merasa utuh kembali.

Mulanya, tak terbayangkan oleh Jumin, menjalani hidup penuh warna yang digoreskan oleh (name) seperti ini. Jumin menghela napas, merutuki kebodohan dirinya karena sempat ingin membujang lama demi karir, tetapi justru karir Jumin semakin baik saat figur seorang (name) berada di sampingnya.

Ah, memang benar cinta sejati itu indah. Semesta seakan memberi panggung megah untuk kisah cinta Jumin dan (name). Ingin rasanya Jumin berterima kasih pada cupid, yang menembak panah asmara dan hatinya pada (name).

“—Oi, Trust Fund Kid.”

Sayup-sayup, Jumin kembali mendengar suara seseorang yang bagu Jumin cukup menyebalkan; Hyun Ryu alias Zen.

Ah, ternyata Jumin melamun kala melihat versi kecilnya, Han In Su, tengah merajuk pada sang ibunda. Bagi Jumin, yang dilihatnya tadi itu adalah pemandangan terindah yang diberi Tuhan. Walau CEO kaya raya itu terus menghela napas, sebab hari indahnya piknik bersama (name) dan In Su di sebuah taman menjadi rusak karena (name) mengikutsertakan anggota RFA lainnya, terutama karena ada Zen.

“Apa yang kaulamunkan, Jumin?” Saeyoung bertanya dengan nada gurau seperti biasa, tak berubah sejak dulu. “Mengingat masa-masa mengenal (name) dulu?”

Saat mendengar ucapan Saeyoung, lantas membuat Jumin tersenyum tipis. “Tentu, (name) itu spesial. Aku seperti melihat diriku sendiri saat memperhatikan In Su, sehingga aku teringat oleh (name).” Jumin menjawab Saeyoung sembari

Zen mendecih. “Kau beruntung sekali, harusnya aku merebut (name) dari pria sepertimu.”

“Coba saja,” ujar Jumin sedikit menantang.

Yoosung tampak ingin melerai kedua hyung-nya ini, sehingga pria cutie pie itu berkata, “Sudahlah, Zen-hyung, (name) bahagia dengan Jumin sekarang.”

Zen berdecak kesal, merasa kalah karena Yoosung justru membela Jumin. “Baiklah. Trust Fund Kid, apa kau sudah siap? Masih mau melamun lagi?”

“Tentu aku siap. Aku membayar fotografer mahal untuk mengabadikan momen ini.”

Zen kembali mencibir, dibalas kembali oleh Jumin. Saeyoung dan Yoosung tampak berusaha melerai, tetapi turut terlibat dalam adu mulut Zen dan Jumin juga.

(Name) yang mendengar cekcok antara suami dengan temannya itu tertawa. Ia menatap In Su dengan lembut, lantas sedikit bergurau, “Lihat, Papamu jadi seperti anak-anak jika dengan Paman Hyun.”

Jaehee yang ada di dekat (name) terkekeh, menatap wajah In Su kecil yang bingung dengan tingkah Jumin serta Zen. Karena paham dengan situasi, Jaehee meminta Saeyoung dan Yoosung memposisikan diri untuk berfoto terlebih dahulu, lantas meminta sang fotografer—yang sedari tadi diam karena tidak enak dengan Jumin—untuk membantu Jaehee mengatur teman-teman … dan bosnya.

Jumin dan Zen akhirnya berhenti beradu mulut, saat sang fotografer meminta mereka semua berkumpul segera (atas permintaan Jaehee). Jumin memposisikan diri di sebelah (name), yang tak kunjung berhenti tertawa.

Oppa, kau seperti anak-anak.” (Name) tertawa geli mengingat tingkah suaminya itu di hadapan Zen. “In Su sampai bingung.”

Jumin beralih atensi menatap In Su, lantas menggendong putra semata wayangnya itu. Bobot putra kecilnya sudah bertambah, menurut Jumin akan terlihat aneh di kamera jika (name) yang menggendongnya, sebab badan (name) pasti terlihat kecil kala menggendong In Su.

“Biar aku saja yang menggendong In Su. Nah, tertawanya lanjut nanti dulu, (name), sekarang lihat kamera.” Jumin mengingatkan (name) untuk berhenti tertawa dulu, yang langsung dituruti oleh wanita itu. “In Su lihat ke kamera yang dipegang Paman itu, ya?”

In Su menjawab Ayahnya dengan nada gembira, “Baik, Papa.”

Sang fotografer yang melihat kondisi sudah aman untuk berfoto, mulai membidik di balik kamera, lalu menghitung mundur untuk mengabadikan foto bersama anggota RFA. In Su yang digendong oleh Jumin, tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya yang masih belum utuh.

“Ah, foto ini terlihat bagus, Tuan Han. Bisa sekali lagi?”

Saat sang fotografer kembali menghitung mundur, Jumin merangkul pinggang (name) seraya berucap pelan, tetapi bisa didengar oleh (name) sendiri, “Terima kasih untuk semua ini, (name). Aku mencintaimu.”

Jepretan kamera terakhir menampilkan wajah (name) yang merona, serta wajah Jumin yang terlihat bahagia. Tak lupa, putra kecilnya itu menjadi pelengkap di tengah-tengah kebahagiaan pasangan suami-istri tersebut.

Foto tersebut menjadi saksi, bahwa hidup Jumin berwarna oleh keberadaan (name) dan Han In Su di kanvas kehidupannya. Ditambah kehadiran anggota RFA lainnya yang menjadi pelengkap kebahagiaan Jumin.

END

.
.
.

A/N:
Huah akhirnya sudah sampai di penghujung book ini T_T

Sebelumnya minta maaf, karena terlihat terburu-buru ingin menamatkan book ini, tetapi seperti yang sudah diumumkan di wall-ku bahwasanya book ini harus segera tamat daripada semakin bertele-tele T_T

Teman-teman yang ingin menyaksikan kisah Jumin x Reader lagi mungkin bisa mampir ke book kumpulan oneshot/ficlet/drabble yang berjudul RFA: Story Time, bahkan kalian bisa baca Saeyoung x Reader dan Yoosung x Reader atau Zen x Reader juga.

Terima kasih banyak untuk support teman-teman pada book ini, semoga book ini cukup menghibur kalian semua!

Danke! Sampai jumpa lagi!

Cheers,
Panillalicious

Our Family Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang