Mimpi

223K 16K 261
                                    

Jika ini hanya sebuah mimpi,lalu mengapa ini terasa nyata?

-Angkasa-

🔸🔸🔸

"Angkasa..."

"Clarisa? Kamu ngapain di situ, ayo sini!" ujar Angkasa.

"Angkasa, aku benci kamu! Kamu yang buat aku pergi!" bentak gadis itu.

Angkasa terdiam. "Risa, aku mohon, kasih aku kesempatan, dan aku akan menjagamu"

Gadis itu menangis. Lama-lama gadis itu berubah jadi bayangan yang kemudian hilang. Angkasa mencari gadis itu, namun tak menemukannya.

"Clarisa, andai waktu bisa di ulang, aku rela mati demi mu"

"Risa..risa...risaa!!" Angkasa berteriak dalam tidurnya.

Ceklek.

Dian datang dan langsung menepuk pipi Angkasa. "Hei, kamu kenapa sayang?" tanya Dian

Angkasa membuka matanya dan dia melihat ibunya. Tidak ada lagi Risa.

"Bunda, aku dimana?" tanya Angkasa. Dian mengeryitkan dahinya.

"Kamu di rumah. Dan sekarang masih jam setengah tiga. Kamu kayaknya mimpi deh" ujar Dian. Angkasa tersenyum malu.

"Ya udah kamu lanjutin tidurnya. Jangan lupa berdoa biar mimpinya gak aneh- aneh" ujar Dian. Angkasa mengangguk.

Dian keluar dan kembali mematikan lampu kamar Angkasa.
Sedangkan Angkasa kini terhenyak.

"Sampai kapan aku bisa mengiklaskan kamu Ris?" gumam Angkasa.

×××

Sudah beberapa jam Audy hanya bisa membolak-balikan tubuhnya di kasur. Kini sudah jam 02.30 dan Audy masih terbangun.

"Kenapa gue gak bisa tidur sih?" tanya Audy. Dia berusaha memejamkan matanya.

"Audy, abang sayang sama kamu. Jangan pernah lukain mama atau papa ya. Karna mereka adalah orang yang berarti buat abang"

"Iya, tapi abang janji, abang harus bisa, abang harus sembuh selesai operasi"

Deka hanya tersenyum pasrah. Seandainya Audy tau, itu adalah percakapan terakhirnya dengan Deka, Audy pasti akan terus mengajaknya bicara.

Audy membuka matanya. Dirinya yang belum bisa mengiklaskan kepergian Deka, selalu di hantui oleh bayang bayang terakhir kalinya Audy berbicara dengan Deka.

"Kenapa harus di mimpi sih? Kenapa gak waktu aja yang di putar? Mimpi gak akan cukup buat bikin rasa rindu ini kurang" gumam Audy.

Audypun berjalan keluar. Entah angin mana yang menginginkan dia untuk berjalan ke arah balkon kamarnya. Dari balkon kamarnya, Audy dapat melihat Angkasa yang terduduk di kursi di balkonnya juga.

Angkasa menunduk, dan tak lama kemudian, setetes air keluar begitu saja dari pelupuk matanya. Audy sempat terkejut di buatnya.

"Seorang Angkasa bisa nangis?"gumam Audy tak percaya.

Audy menjadi curiga, apa alasan Angkasa menangis.

Audypun memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan kembali tertidur dalam mimpi masa lalunya dengan Deka.

×××

Audy mengecek penampilannya sekali lagi, lalu dia segera menuruni anak tangga. Di ruang tamu, ia melihat Dirga, Ayahnya, sedang berbicara dengan Angkasa.

Audy menghembuskan nafasnya pasrah. "Pagi Ma, Pagi Pa" ujar Audy.

Tyas menoleh dan tersenyum. "Audy, sudah sana buruan berangkat, nanti telat"ujar Tyas.

Audy mengangguk pasrah. Audy berjalan keluar dan menaiki mobil Angkasa.

Di dalam mobil, baik Audy maupun Angkasa bungkam. Audy mengalihkan pandangannya keluar jendela. Dia begitu rindu dengan Deka

Audy sudah lama tak mengunjungi makam Deka. Diapun berniat untuk membolos saja dari MOS terakhir.

"Kak,nanti kakak bakalan nurunin aku di halte lagi kan?" tanya Audy

"Hm"

"Ya udah kak, kalo ke halte kejauhan, turunin sini aja" ujar Audy.

Angkasa mengeryitkan dahinya.
"Lo mau bolos hah?" tanya Angkasa datar namun penuh penekanan.

Audy terkesiap. "Ini orang tau dari mana gue mau bolos" batin Audy.

"Kenapa diem? Benerkan lo mau bolos?" ujar Angkasa dingin.

Audy dengan susah payah meneguk salivanya. "Yaa.. Ya bukan urusan kakak lah, mau gue bolos kek, mau gue terjun kek, suka suka gue" ujar Audy.

Angkasa meminggirkan mobilnya.
"Turun" ujar Angkasa. Audy menatap Angkasa tak percaya

"Lo beneran bolehin gue bolos?" tanya Audy.

"Tinggal tunggu reaksi mama lo aja sampe di rumah" ujar Angkasa dingin.

Lagi lagi Audy terkesiap dengan kata kata Angkasa

"Masih ada niatan bolos?" tanya Angkasa dingin.

Audy menggeleng. Audy langsung memalingkan wajahnya keluar jendela, tanpa ia sadari senyum tipis tercetak di wajah Angkasa.

Angkasa memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan. Dan hal itu membuat keheningan terjadi.

Audy yang memang tidak suka suasana hening, memutuskan untuk mendengar radio, namun tangannya di cegah oleh Angkasa.

Audy menoleh. "Kenapa? Hening tau kalo gini" ujar Audy.

"Gue gak suka ribut" ujar Angkasa dingin. Audy melipat kedua tangannya.

"Lo tuh aneh ya. Dimana mana orang itu gak suka suasana hening, orang itu sukanya suasana yang ceria. Orang itu sukanya ngomong, nunjukin ekspresi, gak datar aja kayak papan trip--"

"Turun" titah Angkasa dengan nada datarnya dan memotong pembicaraan Audy. Audy menoleh dan kini ia sudah sampai di halte, tempat Angkasa menurunkannya kemarin.

Audy menghela nafasnya.
"Lo malu ya ngajak gue sampe kesekolah?" tanya Audy. Angkasa menoleh

"Kalo gitu, gak usah ngajakin gue berangk--"

"Gue ngajak lo karna di suruh Bunda, bukan kemauan gue" potong Angkasa

Jlebb.

Audy salah mengartikan perbuatan Angkasa. Audy menelan susah payah salivanya.

"Bilang sama bunda lo, gue gak mau di anter lagi sama lo. Gue bisa naik angkot. Makasih atas tumpangannya." ujar Audy lirih lalu turun dari mobil Angkasa.

Sedangkan Angkasa masih sama, memasang wajah datarnya. Baru saja ia ingin menjalankan mobilnya, ia mendapati sebuah foto di jok mobilnya.

Dia menggapai foto itu. Dia melihat foto dua anak kecil yang saling merangkul. Wajah si perempuan mirip sekali dengan Audy

Angkasa memutuskan untuk meletakan foto itu di dompetnya lalu menjalankan mobilnya menuju ke sekolahnya.

◾◾◾




Into You [SEGERA DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang