Bentakan Angkasa

214K 16.2K 220
                                    

Karna amarahmu, adalah luka bagiku.

-Audy-

🔸🔸🔸

Audy duduk di taman. Kali ini ia di haruskan membuat surat cinta oleh senior mereka. Audy memilih taman sebagai tempat membuat surat cinta itu.

Audy sebenarnya bingung, dia akan memberikan dan menulis surat untuk siapa. Namun ia hanya menurut.

Jemari tangannya mulai menari di atas selembar kertas berwarna putih. Pandangannya terkunci kepada Angkasa yang sedang mendengarkan musik dari earphone nya.

Audy memutuskan untuk menemui Angkasa. Ia hanya ingin menghibur Angkasa yang terlihat sendiri.

Audy duduk di samping Angkasa. Angkasa masih asik dengan novelnya tanpa memperdulikan Audy.

"Hai kak, kakak kok sendiri aja di sini?" sapa Audy. Dia masih ingin menunjukan niat baiknya, ya walaupun tadi sempat kecewa sih mendengar pernyataan bahwa Angkasa mengantarnya atas suruhan ibunya.

Angkasa hanya diam. Matanya masih asik membaca novel di depannya. Audy yang mulai jengah pun menarik novel Angkasa. Seketika Angkasa menatapnya.

"Kalo di ajak ngo--"

"Pergi" ujar Angkasa dingin.

Audy membaca salah satu nama yang tertera di novel Angkasa.

"Clarisa" gumam Audy.

Angkasa langsung menarik novel itu secara paksa dari tangan Audy, yang sukses membuat gadis itu tersentak.

"Kenapa sih kak? Gue salah ya?" ujar Audy.

Angkasa berdiri. "Kenapa sih lo itu harus jadi pengganggu hari hari gue hah? Bisa gak sih lo biarin gue tenang? Hargain privasi orang dikit kek!" bentak Angkasa.

Audy tertegun. Hatinya terasa perih mendengar bentakan Angkasa.

"Lo tuh udah cukup buat repot! Gak usah ganggu hidup gue lagi! Mulai besok, berhenti muncul di depan gue lagi! Gue gak suka liat lo!" bentak Angkasa tepat di depan Audy.

Mata Audy memanas. "Ma...maaf" ujarnya dengan suara gemetar.

"Tangisan lo gak bakalan buat gue luluh. Sekarang lo pergi. PERGI!" teriak Angkasa. Audy dengan cepat pergi meninggalkan Angkasa dan membuang kertas serta pulpennya di sembarang tempat.

Apakah dia punya salah dengan Angkasa? Apa salahnya? Hanya karna membaca nama Clarisa? Atau menganggu nya?

Audy pergi ke gudang. Entah apa tujuannya, tapi dia memilih menangis di situ. Hatinya terasa sakit mendengarkan perkataan Angkasa. Jika Angkasa tidak suka dengannya, tidak perlu membentak juga kan?

Audy meremas ujung roknya. Tiba tiba ponsel nya bergetar.

Dia segera mengambil dan melihat Evi yang menelfonya.

Audy mengangkat telfon itu.

"Hallo Audy? Lo kemana? Bentar lagi masuk loh, buruan, nanti kena omel kak Erick" ujar Evi di sebrang telefon.

Audy tidak menjawab. Hanya isakan yang terdengar.

"Audy? Audy lo dimana? Lo kenapa? Lo nangis? Cepet kasih tau gue sekarang lo dimana. Buruan"

"Gue...di deket gudang" isak Audy.

"Gue ke sana sekarang. Lo stay di situ"
Tut.

Evi mematikan panggilan itu. Sedangkan Audy kembali terisak.
Beberapa menit kemudian, Evi datang dengan wajah paniknya.

"Lo kenapa Dy? Cerita sama gue" ujar Evi sambil merengkuh tubuh Audy.

Audy menceritakan semuanya. Mulai dari ia diantar oleh Angkasa, sampai tadi Angkasa membentaknya.

Evi mengusap punggung Audy. "Lo yang sabar ya. Gue yakin dia itu gak bermaksud buat bentak lo" ujar Evi. Audy menggelengkan kepalanya.

"Udah ya Dy, jangan di fikirin. Mending kita ke kelas. Oke?" ujar Evi. Audy mengangguk. Ia menghapus air matanya dan segera berjalan ke kelas untuk mengikuti MOS hari terakhir.

×××

"Lo! Mana surat cinta lo?" tanya Erick. Audy menepuk jidatnya.

Dia baru ingat kalau kertasnya di buang begitu saja saat di bentak oleh Angkasa.

"Anu kak, hilang" ujar Audy.

"Hah? Kok bisa? Sekarang lo buat lisan aja! Buruan!" perintah Erick.

Audy meneguk salivanya susah payah. Dia tak mengerti cara membuat puisi cinta. Apa yang harus ia lakukan?

"Buat puisi cinta, atau lari 30 kali?" tanya Erick lagi.

"Buat puisi aja kak" ujar Audy pasrah. Erick mengangguk.

"Ya udah buruan"

Audy menghadap ke arah teman temannya. Dengan segala keberanian, dia mencoba.

"Pertama kali kita bertemu, aku jatuh cinta,
Jatuh cinta dengan sikapmu, tatapanmu, bahkan perlakuan anehmu,
Aku kira awalnya kita dapat jadi teman baik,

Tapi sekarang, rasa itu sudah punah
Seiring berjalannya waktu,
Dan seiring bertambahnya luka karna amarahmu"

Audy memberhentikan puisinya. Dia tak tau harus apa lagi. Teman temannya memberi tepuk tangan kepada Audy.

Audy tersenyum senang. "Makasih" ujarnya. Audy kembali ke arah Erick.

"Ya udah, lo boleh duduk. Walaupun sebenernya puisi lo gak bagus bagus amat sih" ujar Erick.

Audy menghembuskan nafasnya pasrah. Ia berjalan gontai ke arah Evi, lalu menghempaskan bokongnya begitu saja di kursi itu.

Walau tanpa sepengetahuan Audy, Angkasa mengintip bahkan mendengar semua puisi Audy.

Dan seketika, Angkasa menyesal. Menyesal membentak Audy.

◾◾◾

Into You [SEGERA DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang