[1] Pertemuan

466 30 15
                                    

Cuaca sedang tak bersahabat sekarang. Awan mulai menumpahkan air yang dikandungnya sebanyak yang ia miliki.
Langit mulai menggelap. Hujan mulai mendras, diiringi badai, berlomba lomba bersama petir yang terdengar mengelegar.
Seorang gadis duduk di halte dekat sekolahnya sembari menggosok kedua telapak tangannya.
Akibat keterlambatannya pagi tadi, ia mendapatkan hukuman membersihkan halaman ekolah barunya sepulang sekolah. Gadis itu bernama Dara. Hari itu, merupakan hari ke dua Dara bersekolah di sekolah tersebut.

"Baru dua hari sudah dapat hukuman." Desah Dara. Ia menghembuskan napas pelan, memandangi setiap tetesan hujan yang jatuh membasahi jalanan. Dara merangkul tangan nya. Hujaan badai yang tampias mengenai dirinya. Sesekali, ia menggosok kedua telapak tangannya. Lantas, mengusapkan ke pipi, agar ia terasa lebih hangat. Saat itu, seorang pria datang dan duduk disamping Dara.

"Boleh duduk di sini?" Pria itu bertanya dan tersenyum padanya. Dara membalas dengan anggukan dan senyuman tipis.

"Kelas berapa?" Tanya pria itu. Ia mengenakan motif seragam batik yang sama dengannya.

"Eh?" Zahra mengerjap.

"Kayak nya aku baru lihat." Ucap lelaki itu dan duduk lebih dekat kearah Dara.

"Kelas 10, kak. Sepertinya kakak siswa SMA ini juga. Ngomong-ngomong Kakak kelas berapa?" Tanya Zahra. Ia berusaha  menghilangkan kecanggungannya dengan kakak kelasnya itu.

"Kelas 12. Kamu namanya siapa?"

"Dara. Kakak sendiri?"

"Aku Deo. Deo Anando." Kakak kelasnya itu tersenyum dan tak lagi melanjutkan pembicaan. Nampak oleh Dara, kakak kelasnya yang bernama Deo itu sedang asyik bermain game di ponselnya. Dara tersenyum simpul pada dirinya sendiri.
Sembari menunggu hujan reda, Dara kembali melakukan hal yang sama, menggosokkan ke dua telapak tangan agar suhu tubuhnya tetap terjaga. Dara ingin berbincang ringan dengan Deo.
Namun, ia tak ingin mengganggu Deo yang sedang asyik bermain game.
Sekitar 30 menit, hujan mulai reda. Dara memutuskan langsung pulang ke rumah.
Ia bangkit dari duduk dan berjalan meninggalkan Deo yang  dilihatnya masih bermain game.

"Eh, mau kemana?" Deo berlari kecil menuju Dara. Dara menghentikan langkahnya, berbalik badan.

"Mau pulang, kak  Hujan nya sudah berhenti..."

"Ehemm.., aku boleh minta satu hal, nggak?" kata Deo lebih mendekat ke Dara.

"Apa, kak?"

"Kamu jangan panggil aku, 'kak'.  Panggi aku Deo. Just Deo."

"Kenapa, Kak?" Dara menatap heran.

"Ya nggak apa-apa sih." Deo terkekeh. Dara tersenyum simpul, tidak berkomentar apapun. Ia melanjutkan langkah nya, tak ingin banyak tanya, karena jika ia bertanya ini itu, maka hujan bisa saja kembali lebat. Ia semakin menjauhi halte.

"HEY,, DARA.. KITA BISA BERTEMAN, KAN??" teriak Deo kepada Dara yang entah mendengar nya atau tidak. Deo  tersenyum, melihat punggug Dara yang mulai menjauhi dirinya.
Sesampainya di rumah, Dara masuk ke kamarnya. Memikirkan alasan mengapa Deo melarangnya memanggilnya dengan sebutan 'kak.' Padahal, ia lebih tua darinya.

Di kamarnya, Deo tersenyum memandang layar ponsel yang menampilkan foto candid seorang wanita. Diam-diam, ia mengambil beberapa foto Dara yang sedang mengusap telapak tangannya. "Kau gadis yang lugu." Deo terkekeh melihat satu persatu foto Dara di ponselnya.

7 hari berlalu sejak perkenalannya dengan Deo di halte itu,  Dara sedang duduk sendirian di bawah kanopi pohon sembari memakan bekal yang disiapkan mamanya dan menunggu bel masuk berbunyi. Tiba-tiba, seseorang mengejutkannya dan hampir membuat bekal Dara jatuh ke tanah.

"Hai. Kita satu kelas, kan?" wanita itu duduk di samping Dara.

"Benar. Namamu Riri, kan?"

"Salam kenal." Riri mengulurkan tangannya pada Dara.

"Aku Lasya Vindara. Panggil saja aku Dara." kata Dara membalas uluran tangan teman baru nya itu.
.
Bersambung
Terimakasih sudah meluangkan waktu membacanya. Versi yang sekarang sudah author revisi, ya.😊

Stories with Rain [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang