Sebuah tamparan mengenai pipi Deo. Dara terkejut melihat itu. "Yang sopan." Ujar Fani tersenyum kecut.
"Hahaha... makanya, lo kalau ngomong sama kak Fani jangan pakai 'lo, gue'. Ntar pipi lo jadi sasaran empuk dia." Andre tertawa renyah. Mengusap pipi Deo yang memerah.
"Gue tau. Gue cuma nggak suka dibilang pacaran sama siapapun." Ujarnya menyingkirkan tangan Andre.
"Nama kamu siapa?" Fani tersenyum manis kepada Dara. "Aku Fanisya Amanda." Ia menjulurkan tanganya kepada Dara.
"Lasya Vindara. Kakak bisa panggil aku Dara." Dara menjabat tangan Fani.
"Kak, urus dia. Mandiin dengan air panas. Pinjamin dia baju. Beri dia makan siang. Dia juga belum shalat Ashar. Setelah dia makan dan shalat, anterin dia pulang. Aku tidak mau jadi fitnah di masyarakat jika aku mengantarnya pulang ke rumahnya. Terlebih saat maghrib." Ujar Deo. Fani manggut-manggut. Mengusap dagunya.
"Oo.. gue kirain dia--." Fani terkekeh. Tidak melanjutkan kalimatnya. Ia melihat Deo yang sedang menatapnya sinis.
"Dara, kamu akan diurus kak Fani. Jangan takut sama dia, setidaknya dia tidak karnibal." Ucap Deo sembari berlari setelah melihat Fani melotot kepadanya.
"Dara. Ikuti aku." Fani tersenyum. Menarik tangan Dara. Dara mengikuti kemana Fani menarik tangannya. Ia mengantarkan Dara ke kamar mandi tamu yang berada di lantai satu.
--25 menit kemudian--
Dara telah selesai mandi. Ia mengenakan pakian yang diberikan Fani untuknya. Fani memberikan kaos putih, jeans hitam, dan cardigan biru-dongker, serta jilbab bermotif warna putih-dongker. Seragam Dara tadi dikeringkan Fani menggunakan hair dryier, lalu dilipatnya dan dimasukkan ke dalam paper bag. Ia juga telah menyiapkan nasi goreng lengkap dengan toppingnya khusus untuk Dara."Dara, ayo makan dulu." Fani mengambil air hangat dari dispenser. Meletakkan di dekat piring Dara.
"Terimakasih, kak..." Dara tersenyum. Menduduki kursi yang telah disiapkan untuknya.
"Wah... kamu cocok pakai baju itu," Fani memandang Dara dari atas sampai bawah. "Sekarang, pakaian yang kamu pakai ini menjadi milikmu." Fani tersenyum. Memegang pundak kiri Dara.
"Terimakasih, kak." Dara membalas senyuman Fani.
"Hanya ada ini, Dara. Hari ini aku tidak memasak sambal. Ayahku akan membawakan rendang sepulang beliau bekerja nanti malam. Keluarga kami sangat menyukai rendang." Ujar Fani. Ia duduk disamping kanan Dara.
"Iyak, kak. Tidak apa-apa. Sekali lagi terimakasih, kak." Ucap Dara tersenyum.
"Kak, mie ku mana?" Tiba-tiba Deo berdiri tepat di belakang Dara. Ia melihat di atas meja makan tidak ada mie goreng yang gagal dia makan tadi karena menjemput Andre dan Dara, serta mengantarkan dirgen dan payung pemilik Pertamini di dekat sekolahnya.
"Mie yang mana? Bukannya tadi lo udah makan mie itu? Tadi gue udah cuci piringnya. Atau jangan-jangan lo ingin gue buat lagi untuk lo mie gue yang lezat itu?" Fani berkacak pinggang.
"Lho, aku tidak memakan mie itu. Saat aku akan menyuap mie gorengnya, kakak nanyain udah jemput Andre atau belum. Lalu, aku ingat aku lupa menjemputnya. Aku berlari mengambil kunci mobil dan langsung menjemput anak itu. Perut ku sudah keroncongan, nih..." Deo mengusap perutnya. "Aku la--"
"Gue yang makan mie nya. Lo nya aja, sih.. itu hukuman lo karena nggak nganterin sampe pintu kamar gue. Hahaaa.." Andre berdiri di pintu ruang makan. Melipat tangannya di dada. Ia terkekeh ringan. Ia melihat Deo yang melotot kepadanya, bersiap akan mengejarnya. Andre berlari menuju kamarnya. Dara yang melihat Deo akan mengejar Andre, lantas menarik lengan baju Deo. Menggeleng pelan.
"Kak Deo makan punyaku saja. Aku bisa memasak makananku saat sampai di rumah nanti." Ucap Dara. Ia mengangkat piringnya. Memberikan kepada Deo.
"Tidak, Dara. Terimakasih. Kamu makan saja. Aku akan membeli makanan di luar.'' Deo mendorong pelan piring yang disuguhkan Dara kepadanya. Amarahnya mulai mereda setalah melihat tampang polos Dara menyuguhkan piring kepadanya.
"Apa Deo tidak makan siang karena menjemput aku?" Tanya Dara sopan.
"Tidak juga." Deo terkekeh pelan.
"Lalu? Kenapa Deo tidak makan siang tadi?"
"Karena tadi aku jemput Andre, jemput kamu, dan nganterin dirgen serta payung pemilik pertamini itu." Deo duduk di samping Dara.
"Nah, kalau begitu, makan saja nasi goreng ini." Dara menyodorkan nasi gorengnya kepada Deo. "Kak Fani.. bukannya aku tidak mau memakan nasi goreng buatan kakak, ataupun tudak menghargai buatan kakak, tapi aku merasa bersalah karena aku, Deo....eh... kak Deo tidak makan siang. Jadi, saat aku tiba di rumah nanti, aku akan memasak makananku." Terang Ara kepada Fani sembari tersenyum.
"Tidak. Kamu makan saja. Biar aku buatkan makanan untuk Deo. Kamu belum makan sedari tadi dan kedinginan. Pasti kamu saat ini lapar. Makan saja, masalah Deo, jangan difikirkan." Ujar Fani tersenyum.
"Yo. Lo ingin apa?" Fani berdiri, berjalan menuju kulkas."Terserah kak Fani, deh... yang penting ada makanan." Deo mengusap perutnya dengan tatapan memelas. Dilihatnya Fani sedang mencari-cari sesuatu di dalam kulkas. Kemudian, berjalan mondar-mandir mengitari dapur mencari sesuatu. Dara yang akan menyuap makanan, bertanya kepada Fani, "Kak Fani mencari apa?" Dara meletakkan sendok yang akan disuapinya di atas piring nasi gorengnya.
"Deo... kali ini lo beli makan di luar aja.. nasi kita udah habis.. tadi gue minta pak Tatang untuk mesan beras. Gue udah nanak nasi, tapi belum matang." Fani berjalan menghampiri Deo dengan tatapan bersalah. Sekeras-kerasnya Fani, Deo adalah adiknya yang merupakan tanggung jawabnya. Ia sangat menyayagi kedua adinya itu.
"Ah... males.. aku tidur aja" Deo beranjak dari kursi.
"Dara, aku ke kamar dulu, ya.." pamit Deo."Tidak. Deo tetap disini saja. Kita nakan bersama." Dara mencegat Deo. Ia menarik lengan baju Deo.
"Kita?? Maksud mu, apa Dara?" Tanya Fani.
.
Bersambung
Terimakasih sudah membaca.. 😆
Maaf ceritanya kurang memuaskan kalian.. 😂
Jangan lupa foloow, vote,dan coment, ya... 😁😁😁
.
Btw, author nggk dapat inspirasi buat ceritanya nih...
ada yg mau beri inspirasi, nggak? 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories with Rain [Sudah Terbit]
General FictionKita pernah bertanya kepada siapapun, termasuk kepada Tuhan ataupun kepada diri kita sendiri, untuk apa seseorang dihadirkan di dalam kehidupan kita. Tanpa kita sadari, setiap orang yang hadir di dalam kehidupan kita menjadi sebab-akibat bagi setiap...