[6] Cemas

108 18 0
                                    

****
Dara meminum teh yang diberikan Deo tadi. Meneguknya sampai habis. Dia kelaparan dan kedinginan. Mereka hanya diam. Tak saling bicara. Yang terdengar hanya suara air hujan yang jatuh pada mobil Deo. Sampai saatnya mereka tiba di persimpangan.

"Deo tau harus kemana?" Dara terkekeh, menatap Deo yang memperlambat laju mobilnya.

"Apa kau tau kita harus kemana?" Deo tersenyum. Memandangi Dara. Senyum yang indah. Dara dibuat grogi lagi oleh Deo. Ia menundukkan kepalanya.

"Ke... ke.... kenapa Deo tersenyum?" Dara memberanikan  diri menatap Deo.

"Kita lurus." Deo kembali tersenyum. Memandang lurus ke depan.

"Dari mana Deo tau kita harus lurus?"

"Karena aku mengetahuinya." Jawab Deo terkekeh ringan. Menggelengkan kepalanya pelan.

"Maksud kak Deo..." Dara terdiam sejenak. "Eh, maksudku Deo."

"Kau akan tau nanti." Deo mempercepat laju mobilnya. Dara yang kebingungan dengan  jawaban Deo tadi, memilih menatap ke depan. Kemudian, ia melihat rumah mewah dengan pagar menjulang tinggi di depannya. Itu rumah Dara.

"Deo. Berhenti. Itu rumah aku." Dara tersenyum. Menunjuk rumah mewah tersebut. Deo melihat Dara sekilas. Dilihatnya bibir Dara pucat. Tangan kirnya memegang perut yang sedang kelaparan. Kemudian, ia melihat ke arah yang ditunjuk oleh Dara. Deo mengangguk. Lantas menatap kembali ke jalanan.  Ia tidak menghentikan mobilnya di rumah itu. Deo makin mempercepat laju mobilnya.

"Lho.. kok nggak berhenti? Itu rumah aku." Dara mulai risau. Ia takut Deo akan menyakiti dirinya. Ia seorang wanita. Setiap wanita pasti akan merasa takut jika dibawa ke tempat yang tidak dikenalinya oleh pria yang baru dikenalnya. Berbagai fikiran buruk menghantui Dara. Air matanya mengalir. Ia menyesal mengapa  mau diajak pulang oleh Deo. Deo semakin jauh membawanya. Ke daerah yang tidak begitu ia kenal.

"De... De... Deo... tu.. tu... turun kan ak...  aku.." Dara terisak. Menggenggam erat jemari tanganna. "Jangan apa-apakan aku..." kali ini, bulir bening jatuh dari pelupuk mata Deo. Dara mencoba menurunkan kaca jendela. Namun nihil. Karena Deo menghidupkan AC mobil, ia mengunci semua jendela mobil itu. Tak lama, Deo memperlambat laju mobilnya. Ia berhenti pada sebuah rumah bertingkat bewarna putih-hitam dengan pagar besi bewarna hitam. Dara terlihat sesegukan. Mencoba menenangkan dirinya. Ia pasrah apa yang akan terjadi nantinya. Ia tidak tau dimana ia berada sekarang. Yang ia tau, ia berada di depan rumah bertingkat bewarna putih-hitam.

"Piiip..." Deo mengklakson ke arah rumah tersebut. Kemudian, seseorang membuka pagar rumah. Pria itu Pak Tantang. Hujan yang mulai mereda membuat pak Tatang tidak menggunakan payung saat membuka pagar. Setelah pagar terbuka, ia berdiri di sebelah kanan pagar. Tersenyum ke arah Deo. Deo membalas dengan anggukkan, dan menghentikan mobilnya di halaman rumah.

"Kita sudah sampai." Deo tersenyum. Membuka pintu mobil. Dara tidak ingin turun ke luar.

"Aku tidak tau ini tempat apa. Dan mengapa aku begitu percaya pada Deo yang akan mengantarku pulang? Aku hanya ingin pulang... mama, papa, kak Reva tolong aku... mang Saib..." Dara menangis di dalam mobil. Tanpa ia sadari, Deo membuka pintu di sisi tempat Dara duduk.

"Selamat datang di rumah ku," Deo tersenyum. Merentangkan tangannya. "Jangan takut, Dara. Aku membawamu kesini hanya ingin menolongmu. Kamu terlihat pucat dan kelaparan. Sebenarnya, aku ingin menghentikan mobil di depan rumahmu. Karena aku tidak tega melihat kondisinu seperti ini, aku memutuskan untuk membawamu ke sini, dan aku akan miminta kakakku  untuk mengurusmu. Meminjamkan pakainannya kepadamu." Deo tersenyum. Mengulurkan tangan kirinya kepada Dara. "Ayo." Ajaknya.
Dara mengangguk tidak yakin. Melangkahkan kakinya keluar dari mobil itu. Ia tidak membalas uluran tangan Deo.  "Tidak muhrim." Ucap Dara merapikan jilbabnya. Menunduk karena tidak berani menatap Deo.

Deo tersenyum simpul, sembari mengatakan "Sholehah." Ia terkekeh ringan. Kemudian, menutup pintu mobil.
Mereka memasuki rumah itu. Terlihat Fani dan Andre sedang menonton film "Mars vs Venus" di ruang keluarga.

"Assalamualaikum..." Serempak Dara dan Deo. Fani dan Andre yang baru mendengar ada suara yang berbeda, lantas menatap pintu. Mereka melihat Deo membawa gadis dalam keadaan basah.

"Waalaikumsalam." Jawab Andre. Disusul Fani. Mereka berjalan menghampiri Dara dengan tatapan yang aneh.

"Siapa dia, Yo?" Fani menatap Dara dari atas sampai bawah. Membuat Dara merasa canggung.

"Teman." Jawab Deo santai.

"Ehem... kak, kayaknya dia habis ngapa-ngapain wanita itu. Lihat, dia seperti setelah menangis." Andre menatap Dara. Dara yang tidak suka ditatap oleh laki-laki, menundukkan kepalanya.

"Yo, lo apain  anak orang, hah? Bagaimana dengan orang tuanya? Pasti mereka sedang mengkhawatirkan gadis ini... Ya ampuun.. lo jahat tau, nggak." Fani berkacak pinggang. Menatap tajam ke arah Deo.

"Dara. Namanya Dara. Orang tuanya memberikan nama itu untuknya." Deo terlihat santai. Memasukkan tangan kanannya di saku celana.

"Tolol! Gue nggak nanya itu. Nggak nyambung, tau nggak. Kali ini gue serius." Ucap Fani melotot kepada Deo.
"Adek, kamu kenapa? Habis diapain sama Deo? Orang tuamu dimana?" Fani bertanya sopan, lantas  tersenyum. Mengangkat lembut dagu Dara.

"Nggak apa-apa kak. Aku pikir Deo akan mengantarku pulang, tapi dia malah membawaku ke rumah ini. Jadi, aku menagis." Dara mencoba tersenyum. Fani membalas senyuman Dara dengan tulus.

"Ngapain lo bawa anak orang kesini?"  Tanya Andre kepada Deo sembari melipat tangannya di dada. Ia bersandar di daun pintu.

"Nggak lihat dia basah kayak gitu?" Deo berhenti sejenak, menarik napas. "Dia kedinginan." Lanjutnya menunjuk Dara. Ia melihat Dara yang sedang memegang perutnya. "Dia juga lapar "

"Lalu, apa hubungannya lo dengan dia? Apa dia pacar lo? Nggak pernah lo bawa perempuan ke rumah tau, nggak." Tanya Fani sembari berkacak pinggang.

"Nggak lihat seragamnya sama dengan seragam gue? Dia itu adik kelas gue. Lo apaan, sih... gue nggak suka dituduh pacaran sama siapapun." Deo mengacak rambutnya. Menahan amarahnya karena dia sangat tidak menyukai kalimat yang menyatakan ia telah memiliki pacar.

PLAK!!
.
Bersambung.
Terimakasih sudah mau menantikan kelanjutan SWR. Terimakasih sudah mau menunggu SWR 😆.
Beri aku saran, ya.. tentang SWR ini..
Btw, vote dan coment nya selalu aku tunggu, loh...
😊😊
.

Stories with Rain [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang