One Day, One Day

5.8K 689 52
                                    


Menginjak bulan ke-7 kehamilan. Joshua sudah sangat terbiasa akan sikap Delia.

Ada beberapa sifat dan sikap Delia yang berubah secara signifikan. Selama hamil, mulut wanita itu lebih terkontrol. Tidak seperti dulu yang selalu mengeluarkan apa yang ia pikirkan begitu saja tanpa disaring. Cara berpikirnya pun jauh lebih kritis dibandingkan sang Suami. Aura Aristokratnya semakin kuat menguar, bahkan juga melebihi Joshua.

Untuk mengidam, Delia lumayan ribet. Pernah ia mengidam pecel yang dijual di dekat sekolah SD di kota asalnya yang membuat Joshua rela pergi kesana saat itu juga. Pernah pula Delia meminta Joshua dan ketigabelas sahabatnya untuk meng-cover dance dan lagu U dan Sorry-sorry milik Super Junior tanpa lipsing di tengah mall.

Awalnya Joshua menolak mati-matian. Bukan tentang dirinya, tapi tentang para sahabatnya yang semuanya adalah pejabat. Mungkin saja mereka enggan melakukannya. Dan hal itu membuat Delia merengek siang dan malam. Namun, tanpa diduga mereka mau melakukannya.

Banyak yang merekam, meng-upload. Dan seketika mereka menjadi Viral hingga ke mancanegara.

"Seungkwan udah, Wonwoo udah, Hao udah, semuanya udah. Tinggal Mingyu doang, mas..." ujar Delia dengan ponsel ditangannya. Joshua hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dibalik kemudi.

Hari ini ia menemani Delia mengunjungi rumah para kerabat, mengahdiri pesta kecil yang pasutri itu buat untuk syukuran tujuh bulan kehamilan. Sebenarnya kemarin mereka telah melakukan syukuran kehamilan di rumah Delia. Semacam acara mandi kembang, belah kelapa, dan lain-lainnya. Apa lagi ini adalah kehamilan pertama Delia.

Ponsel Joshua berdering, ada sebuah panggilan masuk. Tanpa payah mengambil ponselnya, Joshua bisa dengan mudah menyambung panggilan itu lewat headset nirkabel yang memang sudah terpasang di telinganya.

"Hallo, Asalamualaikum."

"Bang, ada dimana?"

"Lagi nganter Delia ini, adapa, Kyeom?"

"Ini bang, Direktur yang kemaren kesini lagi." Ujar Dokyeom membuat Joshua berdecak kesal. Bahkan Delia disampingnya langsung menoleh.

"Ngapain coba."

"Ya itu, izin pembangunan."

"I said no!"

"Yah... gimana ya. Namanya juga pengusaha, bang... abang kan juga pengusaha."

"Ya tapi ga disitu juga. Itu lahan buat pemukiman masyarakat yang kena gusuran area sungai."

"Dia udah di hadepin sama bang Seungcheol tapi masih ngeyel. Dia mau izin dari Abang langsung."

"Shit!" Teriak Joshua geram.

"Wait me." Ujarnya langsung memutus sambungan telpon itu. Tangannya mencengkram erat stir mobil. Ia bahkan mengigit bibir bawahnya untuk meredakan emosinya.

"M-mas..." panggilan dari Delia membuatnya menoleh. Mendapati wajah Delia yang terlihat kaget bercampur rasa takut. Tiba-tiba Delia menyentuh tangan Joshua di atas stir, yang tanpa sadar hal itu membuat emosi Joshua menghilang.

"Iya sayang?" tanya Joshua lembut.

"Ada masalah, ya?" Joshua tersenyum tipis.

"Sedikit. Tapi aku bisa ngatasinya." Delia menghela nafas pelan.

"Jangan emosi, mas. Nanti jadi ga bisa mikir..." ujar Delia seraya menarik dan mengenggam tangan Joshua. Pria itu semakin tersenyum. Ada sebuah perasaan lega tersendiri saat memiliki penawar disampingnya.

Pak Presiden - Joshua HongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang