One Years Later...
Suara sepatu yang berbentur dengan lantai menggema keseluruh sudut koridor. Langkah tenang dan cepat yang di ayunkan oleh wanita itu menuju kesebuah ruangan kemoterapi di Rumah sakit ini.
Senyum tak pernah ia lunturkan ketika berpapasan dengan orang-orang. Seperti karateristik orang negeri ini yang melekat sejak lahir.
Kaki itu memasuki paviliun yang di tuju. Berhenti didepan sebuah pintu kaca dan membukanya.
Sepi, kata pertama yang muncul di pikiran wanita itu. Dimana kebanyakan pasien tengah tertidur, juga ranjang yang terlihat rapi. Menandakan seseorang yang dirawat disitu sudah pulang.
"Suster Liaaa!" suara ceria seorang gadis kecil membuat Delia tersenyum. Wanita itu mendekat lalu memeluk tubuh ringkih yang hanya bisa duduk diranjang dengan selang infus yang tertancap di tangannya.
"Sustel kenapa baru dateng? Lani kangen..."
"Maaf ya, suster sibuk soalnya. Jadi baru sempet main kesini sekarang..." ujarnya seraya mengecup pipi bocah berusia 5 tahun itu. Matanya menelisik keseluruh ruangan setelah menyadari sesuatu.
"Mama Lani mana?"
"Mama kerja..."
"Biasanya kalo mama kerja kan ada papa?"
"Papa pergi kerja juga. Kata mama besok papa pulang.." ujarnya membuat Delia menghela nafas pelan.
"Oh, iya. Suster bawa ini buat Lani..." Delia meletakkan sekotak donat bermacam rasa di atas kaki anak itu, membuatnya senang bukan main.
"Woaahh.. makasih sustel..." ucapnya ceria lalu melahap sebuah donat dengan toping coklat. Delia hanya tersenyum dan mengusap kepala anak itu lembut.
Pemandangan bocah kecil yang mengidap penyakit parah bukanlah pemandangan langka bagi seorang Delia. Banyak anak terserang kanker dalam jangka usia yang lebih muda dari Lani. Tapi ntah mengapa, baginya anak itu istimewa.
Mungkin ini belum pernah ku sebutkan. Tapi Delia sudah mengenal Lani sejak lama. Tepatnya sejak ia dipindah tugaskan ke Rumah Sakit ini, sekitar hampir 2 tahun yang lalu. Dan selama itu, ia tidak pernah melihat bocah ini menangis, ia selalu mengeluarkan kalimat yang mampu membuat ibunya tersenyum tenang.
Anak yang cerdas.
Saat awal menikah dengan Joshua, ia jadi jarang menjenguk anak ini. Apalagi saat ia tengah mengandung, sangat berbahaya untuk kandungannya jika masuk ke ruangan yang penuh radiasi ini. Tapi dalam satu tahun ini, ia jadi rajin berkunjung.
"Lani.." suara seseorang dari pintu membuat mereka berdua menoleh. Melihat siapa yang datang, mata gadis itu berbinar.
"Om ganteng!" teriaknya girang sementara Delia hanya tersenyum, begitupun pria disana. Joshua.
"Hallo, sayang..." ucap Joshua mendekat seraya mengecupi kedua pipi anak itu.
"Lani kangen sama om sama suster Lia..."
"Om juga kangen Lani, maaf ya... soalnya suster Lia nya nemenin om pergi. Jadi ga main sama Lani..." jelas pria itu seraya mengambil kursi plastik dan duduk tepat dihadapan Lani.
"Gapapa, kan sekarang om sama sustel Lia nemenin Lani..." senyumnya makin melebar.
Astaga, cantiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Presiden - Joshua Hong
Fiksi PenggemarTampan, Mapan, Berpendidikan, Beriman, Berkedudukan. Apa yang kurang dari Joshua Hong? Ya itu.... Indonesia ga punya Ibu Negara. Mampus.