Entah mimpi apa gadis-gadis itu semalam.
Apa karena mereka rajin Sholat di Masjid?
Atau karena keberuntungan?
Yang jelas ini benar-benar luar biasa.
Joshua baru saja selesai mengambil air wudhu di tempat khusus Pria dan hendak berjalan menuju kedalam Masjid yang kebetulan melewati pintu masjid bagian Ikhwat.
Dengan lengan kemeja yang di gulung sampai lengan, wajah basah, rambut yang juga basah disibakkan ke belakang menampakan dahi dan alis yang nyaris sempurna, tak lupa pula seulas senyum menawan Joshua lemparkan membuat para gadis lupa tempat.
Joshua terkekeh dalam hati. Sudah lama ia tidak bertingkah seperti tadi. Toh, ia tidak melakukan apapun semua kaum hawa sudah terpesona.
DAG!
"Ouugh! Mantab!" suara barusan membuat Joshua menoleh kebelakang. Dimana ia mendapati seorang wanita yang Joshua yakin adalah seragam perawat tengah mengusap kakinya. Mulut wanita itu komat kamit, entah mengumpat atau merintih.
"Kenapa mbak?" tanya seorang pria yang tampaknya baru dari tempat Wudhu.
"Lu ga liat?!"
"Lha, ga makek kacamata sih. Sakit ga, mbak?"
"Nggak!" jawab wanita itu tegas namun matanya melotor geram ke arah si penanya.
"Wkwkw... kasian potnya di tabrak selir Eyang Subur."
"Bentar lagi ini pot nyium pala lu! Lari gak lu!" usir wanita itu seraya mengangkat pot yang barusan ia tendang membuat pria itu lari ketakutan meskipun diselingi tawa. Joshua yang melihat itu terkekeh pelan lalu masuk ke dalam Masjid.
Joshua menempatkan dirinya di samping Om Sam yang tengah duduk bersila mendengarkan suara Bilal yang berkumandang. Begitupun Joshua, awalnya. Tapi entah kenapa pikirannya melayang pada kejadian kurang dari 1 menit tadi, otomatis ia terkekeh pelan.
"Dosa ngetawain orang adzan, Josh." Tegur Om Sam tanpa menatapnya.
"Ah, b-bukan ngetawain itu, Om..."
"Trus?"
"Ada deh..."
"Ck... gila."
.
.
Kewajiban telah di laksanakan. Namun tempat itu masih ramai dengan alasan menunggu shalat berikutnya yang berjarak singkat ataupun berbincang.
Begitupun Joshua. Bertahan lebih lama di tempat ini, mempersilahkan Om Sam untuk pulang terlebih dulu. Menurut Joshua, tempat ini adalah tempat terbaik sepanjang masa. Tempat dimana ia bisa berpikir jernih, memikirkan jalan keluar tentang sesuatu dengan cepat.
Juga.
Tempat yang bisa membuatnya merasa tenang.
Jauh lebih baik.
"Yang ini, mbah?" suara yang terdengar familiar menerpa rungunya. Reflek, pria itu menoleh ke sumber suara.
Seorang wanita berkerudung Navy dan berseragam perawat itu mengangkat sebuah sendal sebelum meletakkannya lagi sembari mendengus. Mengambil sendal yang lain, mengangkatnya, lalu berdecak lagi. Terus seperti itu hingga berkali-kali.
Seperti kamera yang menangkap objek menarik, matanya autofokus pada wanita itu. [enasaran. Joshua beranjak dari tempat duduknya ke arah luar. Pria itu mengambil duduk di teras, radius 2 meter dari sang wanita yang berdiri di depan seorang wanita lansia, seolah menyibukkan diri dengan mengenakan kaus kaki. Kamuflase.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Presiden - Joshua Hong
FanfictionTampan, Mapan, Berpendidikan, Beriman, Berkedudukan. Apa yang kurang dari Joshua Hong? Ya itu.... Indonesia ga punya Ibu Negara. Mampus.