Bagian 4 : Bicara

2.8K 443 27
                                        

Setiap saat aku merindukan kataku. Rindu suaraku. Rindu bernyanyi. Namun aku menyadari bahwa suaraku bukan satu-satunya alasan merindu saat ini. Karena aku menyadari suaraku belum bisa terdengar, maka aku mengandalkan telingaku untuk mendengar suara orang lain, yang lebih menyejukkan. Sayangnya suara itu lenyap untuk entah berapa lama. 

Aku tak lagi terbangun dengan lantunan ayat suci Al Qur'an. Tak lagi bisa mendengar ceritanya. Aku hanya tau pagi ketika seorang perawat seperti biasa datang untuk mengecek tubuhku. Setelah itu, aku kesepian.

Aku merindukannya. Seseorang yang sampai sekarang tak pernah aku lihat, tak pernah aku ketahui siapa dirinya. Yang kini tak bersuara. Ia menghilang.

Andai saja ada cara agak seseorang datang dan memberitahukan ku keadaannya. Jauh dari semua praduga, aku berharap dia masih baik-baik saja. Karena apa yang aku lakukan kemarin untuk membuatnya baik-baik saja, bukan untuk mengikutinya jika terjadi sesuatu yang buruk.

Jika ada hal buruk lainnya, aku berjanji tak akan mengulangi kejadian kemarin dengan melepas masker oksigenku, ternyata rasanya sangat mengerikan lebih dari apa yang aku bayangkan. Aku tak ingin mengantarkan nyawaku semudah itu. Tidak akan.

Aku berharap bisa segera pulih. Untuk melihat sekitar, untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya. Tanganku memang sudah bisa digerakan, namun percuma saja jika aku tak bisa berbuat apapun. Aku ingin membalas kebaikannya, yang meskipun tak ia sadari.

Bukankah kita harus menghargai kebaikan sekecil apapun? Dalam diam pikiranku selalu menerawang ke banyak hal yang telah aku lalui. Tentang sebuah ingatan yang hanya terhenti sampai aku berusia belasan tahun. Apakah ini cobaan? atau sebaliknya Tuhan sedang berbaik hati untuk tidak mengingatkanku tentang keburukan yang pernah aku lakukan? Bisa jadi, kebaikan kecil sangat berdampak besar bagi orang lain, namun sebaliknya yang buruk berdampak pada diri sendiri, sebab meski itu kecil baik buruk atau baik justru yang paling mempengaruhi.

Hidup kita setiap harinya adalah peperangan antara baik dan buruk, yang manakah yang akan kita ikuti,  dan nilai diri kita ditentukan dari sana. 

Jika ini ujian, aku ingin bersabar dalam ujian ini. Bersabarlah karena Allah menyertai hamba-hambaNya yang bersabar, dan bila Allah bersama kita, maka semuanya akan menjadi lebih mudah.

Kriet.

Hatiku berdegup kencang saat suara pintu itu terdengar. Aku berharap tujuan dari orang yang membuka pintu itu bukan aku, tapi seseorang yang datang karena memang seharusnya ia tingga disini.

Langkah kaki itu semakin mendekat. Dan aku senang, karena langkah itu tak berhenti di sekitarku. Melainkan menyerbak gorden sebelah dan menimbulkan decitan di ranjang sana.

Perempuan itu kembali?

Benar, dia kembali. Bukan orang lain kan?

Aku menunggu dengan sabar. Menunggu suara itu datang untuk memastikan bahwa dia memang perempuan itu. 

Seorang perawat sepertinya memulai pembicaraan dengan bahasa Italia, seperti sedang menceramahi atau apapun itu aku tak mengerti. Aku masih menunggu balasan, namun.. sepertinya langkah perempuan itu sudah keburu keluar ruangan tanpa ada balasan dari sang perempuan yang ku duga-duga.

Apa benar itu kamu?

Hingga entah untuk berapa lama, ia masih tak bersuara. Tak terdengar sepatah katapun keluar dari bibirnya. Aku tak tau ini pagi atau malam, bisakah kamu mengatakan sesuatu?

Ah, Aku sangat resah.

Saat ini aku ingin sekali memangil kamu, dan bilang 'bicaralah, apa kamu baik-baik saja?' Jika Tuhan mengizinkan, bolehkah aku bicara? Aku ingin sekali bicara dengannya. Bisakah?

You Only SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang