"Terkadang, pulang adalah jalan akhir dari segala perjalanan jauh
yang akan memberikan jawaban."***
Aku benar-benar dapat menatapnya. Kali ini aku tatapanku berbalas. Apakah ini mimpi?
"Terima Kasih Dok," kata perempuan yang sedang duduk di kursi roda itu mengalihkan pandangannya.
"Suster, tolong antarkan ya." Balas Bang Kai pada perawat itu memberikan dorongan kursi roda itu.Perawat yang berdiri disampingku segera meraih nya, dan mendorongnya menjauh dari pandanganku. Sementara perempuan yang di dorong tak lagi membalas tatapanku. Ia juga sama sekali tak menyapaku. Apakah bukan Tania? Ataukah suara ku tak terdengar?
"Kenapa?" tanya Bang Kai kini dengan tatapan bingung sembari mengerutkan keningnya.
"Namanya siapa?" tanyaku segera.
"Ck," ia menggelengkan kepalanya, "Kenapa? Cantik? Jangan. Kalau kamu mau main-main gak boleh sama dia, dia pasienku paling special."
"Tania? Namanya Tania?" kataku cepat.
Bang Kai terdiam, wajahnya tak bisa menjelaskan apa yang ada di pikirannya.
"Gimana lagu baru nya?" katanya menyilangkan tangannya di depan dada.
"Ah.. benar... dia Tania." kataku berpaling. Namun sebelum langkahku berbalik, Bang Kai menahan tanganku.
"Tidak sekarang." Katanya.
"Kenapa?" kataku menaikkan nadaku.
"Kau bisa menghancurkan impiannya. Jangan pernah mengejarnya, sini masuk ke ruangan!"
Dan kata-kata itu berhasil membuat langkahku berpaling dan mengikuti langkah Bang Kai ke ruangannya. Aku tak paham apa maksudnya, namun kata 'menghancurkan' sudah cukup untuk tidak melanjutkan keinginanku untuk mengejarnya.
"Mau kopi?" tanya nya yang kini berdiri di dekat dispenser sedang membuka bungkus kopi instant yang sering di jual di pinggir jalan menggunakan sepeda.
"Kenapa menghancurkan bang?" tanyaku segera.
"Ada teh juga sih, kalau mau buat sendiri ya." katanya berpaling.
"Sejak kapan dia kesini?" tanyaku tak menghiraukan.
"Gula nya kaya biasa di meja itu." dagunya menunjuk pada sebuah meja di sudut ruangan.
"Kenapa bisa kenal sama Bang Kai?" tanyaku lebih penasaran.
"Ck ck ck"
Ia berjalan perlahan ke arahku.
Tak
"Akh, sakit bang!" kataku mengelus kepalaku yang baru saja di getok menggunakan sendok olehnya.
"DOK!" Kesalnya, "Memangnya lagi dirumah manggil Bang Bang Bang!"
"Yaudah, gimana Bang-Eh, Dok jelasin." kataku segera.
"Kenapa ya, punya tetangga selalu begini. Yang satu perempuan suka nya ngomel, yang satu laki-laki bocah tapi suka kurang ajar. Sabar banget jadi Kaisar." katanya pura-pura mengelus dadanya.
"Bang, ayolah, cerita." kataku memelas.
"Sebentar," ia meneguk minuman yang ada di tangannya terlebih dulu. "Mulai dari mana?"
"Semua. Semuanya." jawabku segera.
Bang Kai menggeleng, "Rahasia pasien."
"Ah... Banggg!" kataku merengek.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Only See
Fiksi RemajaBila ada rasa lelah kaki kita saat berdiri memperjuangkan harapan, jangan menyerah. Karena hanya harapan yang mampu melihat bahwa ada seberkas cahaya dibalik pekatnya kegelapan. Terkadang, HATI melihat apa yang tidak terlihat oleh MATA.