Bagian 8 : Berdua

1.3K 217 21
                                    

Kenapa aku harus bertemu denganmu?
Kemana saja kamu selama ini?
Kenapa aku baru bertemu denganmu sekarang?

Mungkin Tuhan punya cara lain untuk kita. Dia sedikit mengulur jarak dan waktu agar kita bisa menikmati waktu berdua dengan suasana teduh bersama.

Karena semesta pun turut menyetujui, bahwa kehadiranmu lah yang membuatmu bersyukur atas kehidupan ini. Hidup ini seakan lebih manis saat aku berjalan bersama dengan rasa yang ada.

Aku menatap Tania yang tertidur di ranjangnya pagi ini. Tidak seperti biasanya, ia masih tertidur saat matahari sudah tinggi di langit. Apa ia kelelahan? Apa aku salah mengajaknya berkelana kemarin?

Apa kamu sakit?

Seorang perawat baru saja masuk, ia mengecek keadaanku. Seperti biasa, mengambil tes darah. Aku bahkan sudah hafal dengan rasa sakit jarum yang menusuk kulitku. Sudah tidak lagi sakit. Sudah terbiasa.

Aku bahkan tak perlu menengok saat suara langkah kaki berjalan ingin memasuki kamar. Aku sudah ingat mana langkah perawat, mana langkah dokter Adoffo. Aku ingat bagaimana suara pagi mana suara malam. Ya, hari itu punya suara.

Malam ketika sunyi. Pagi ketika ramai. Siang ketika bising.
Serangga kecil akan ramai pada malam hari. Burung ramai pada pagi hari. Dan manusia ramai pada siang hari. Dengan menutup matakupun, aku tau hari.

Bersama Tania, aku juga mendengar, suara jantungku. 
Dengan Tania, aku tau bahwa aku masih hidup meski aku tak bisa melihat. 

Tanpamu, aku tak bisa melihat apa yang tidak bisa aku lihat sebelumnya.

Aku menghela nafasku. Saat perawat keluar ruangan. Dan Tania masih berbaring di ranjangnya. Aku selalu menanti ia terbangun. Aku selalu menanti setiap pergerakan yang ia buat. Kapan kamu bangun Tania?

"Kau sudah siap?" Dokter adoffo tiba-tiba saja menyeruak masuk membuat lamunanku terhenti.

"Si-siap apa?" tanyaku terkejut.

"Pergi?" tanyanya membuatku meneguk ludahku berat.

"Ah.." aku menoleh menatap Tania, "Aku masih sakit."

"Dimananya?" tanya Dokter Adoffo mendekat.

Aku segera menoleh, "Aku perlu obat yang tidak bisa Dokter berikan."

Dokter Adoffo tak membalas, ia memegang keningnya yang mengkerut. 

"Aku ingin disini." kataku pelan.

"Ini rumah sakit, bukan hotel." tegasnya.

"Aku belum ingat semuanya, aku... belum siap pergi." kataku.

Dokter Adoffo menepuk pundakku, "Bersiap. Besok siang kau harus ke kantor polisi. Aku sebagai dokter sudah mengizinkanmu pergi."

"Dokter," panggilku. "Tania, apa dia sakit?" tanyaku.

Dokter Adoffo menoleh sedikit menatap Tania. Ia mengangkat bahunya tak menjawab. Berlalu keluar kamar. Aku mengerutkan keningku, dia tau sesuatu. Pasti.

Aku segera menurunkan kakiku ke lantai mengambil tiang infusanku  dan berjalan mengikutinya keluar.

"Kau sedang apa?" tanyanya terkejut.

"Mengikutimu." 

Dokter Adoffo kembali memegang keningnya, ia menggeleng cepat. "Kembali ke kamarmu."

"Tapi Tania kenapa?" tanya ku cepat.

"Kalau kau ingin tau seharusnya kau mencari tau dengannya, bukan tanya padaku. Aku tak mengerti kenapa kau sangat tertarik dengannya." Ia berdeham, "Kau menyukainya?"

You Only SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang