Aku tau ini sudah pagi. Ketika suara pintu kembali terbuka, ketika seperti biasa ada orang-orang yang meraba tubuhku memeriksa, ketika suara perempuan disampingku sudah mengeluarkan suara merdu lantunan ayat suci Al Qur'an.
Seharusnya dengan kondisi tubuhku seperti saat ini, aku merasa kesal, marah dan muak pada diriku sendiri. Namun suasana pagi ini terlalu baik untuk membuatku mengeluh. Setiap pagi ini aku merasakan aku tak patut membenci karena orang-orang disekitarku sedang berusaha membantuku.
Untuk beberapa jam berikutnya, masih sama seperti hari-hari biasanya. Perempuan disebelahku akan keluar dari ruangan bersama entah mungkin perawatnya. Kemudian aku akan terdiam menunggunya. Namun setelah ia pergi, aku mendengar suara lain.
Tuk Tuk..
Ada suara pelan seperti sesuatu mengetuk kaca entah itu kaca pintu atau kaca jendela.
Tuk Tuk..
Lagi, suara itu semakin terdengar jelas.
Tuk Tuk.. cit..cit...
Ah, kali ini aku bisa mendengar sautan suara burung. Sepertinya ada seekor burung di jendela kamar ini. Suaranya terdengar dari sebelah kanan. Mungkin disamping ranjang perempuan itu ada sebuah jendela. Pasti menyenangkan jika aku bisa melihatnya. Suasana Italy di pagi hari, dengan burung-burung yang melalangbuana terbang di langitnya, kemudian mampir sebentar untuk menyemangati orang-orang yang sedang sakit di jendela kamar.
Tentang Italy. Aku tak pernah mengingat apapun tentang negara kesatuan republik parlementer di Eropa ini. Tak satupun episode dalam hidupku yang tergambarkan di Negara ini. Kenapa aku disini? Kenapa aku bisa seperti ini? Apa yang sedang terjadi, aku tak ingat.
Kriet.
Suara pintu terbuka, aku rasa ini lebih cepat dari hari-hari sebelumnya. Suara perempuan itu terdengar lebih ceria sedang berbincang dengan seseorang. Langkahnya berjalan mendekati ranjangnya. Dan kemudian ia terhenti sebentar. Ranjangku terasa bergetar, mungkin ia sedang memegang salah satu sisinya.
Ia terhenti, "Kamu sudah bagun?"
Aku masih diam, tak bisa membalas.
"Hari ini tidak ada berita baik atau buruk dirumah sakit, semuanya sama seperti kemarin para pasien diobati dan para dokter mengobati." Hehe, ia terkekeh sebentar. "Tapi aku punya kabar heboh dari perbincangan nenek Adreana dan Winne dari kamar 405, mereka bilang Walikota baru Argentario dari Partai Tengah-Kanan (Centrodestra) pindah menjadi Islam karena cintanya dengan seorang wanita Indonesia."
Hhh... ia menghela nafasnya sebentar sembari terdiam beberapa waktu.
"Mohamed... hm, Mohamed Arturo Cerullo? Cerulli? Sepertinya Mohamed Arturo Cerulli. Ah, yang aku ingat hanya nama panggilannya Arturo. Dia menikahi seorang wanita yang beragama islam. Aku sempat terkejut saat Nenek Winne dengan semangat memberitahukannya padaku. Ia tau asalku juga dari Indonesia, tapi entah aku merasa bingung harus ikut senang atau tidak. Menurutmu bagaimana?"
Ranjangku kembali bergetar, sepertinya ia sedang berjalan menuju samping kananku, masih memegangi sisi ranjang.
"Kamu kapan bisa bangun? Aku bosan," bisiknya pelan. "Aku bosan bicara sendirian."
Aku merasa kata-kata itu diucapkan dengan sungguh-sungguh. Ada helaan nafasnya saat mengucapkan kata itu. Entah kenapa aku bisa membayangkan bibirnya yang pasti membentuk lengkungan kebawah, ia pasti berkata jujur.
Tanganku ingin sekali bergerak, menggapai tangannya dan berkata, "Tunggu aku, aku pasti akan bangun."
Maka sekuat tenaga aku berusaha setidaknya menggerakan jemariku. Sedangkan ia masih terdiam dengan pikirannya yang tak ia ucapkan kali ini, dan aku masih berusaha menggerakan tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Only See
Novela JuvenilBila ada rasa lelah kaki kita saat berdiri memperjuangkan harapan, jangan menyerah. Karena hanya harapan yang mampu melihat bahwa ada seberkas cahaya dibalik pekatnya kegelapan. Terkadang, HATI melihat apa yang tidak terlihat oleh MATA.