Bagian 6 : Berjalan

2.7K 384 44
                                        


Jika nanti aku bisa melangkah kembali, akan aku pastikan kamulah tujuan pertamaku. Karena kamu yang membuatku tersadarkan. Karena kamu yang tak lelah menceritakan banyak hal padaku, tanpa menyerah.

Siang dan malam yang tak lagi punya arti, sebab kamu tak merasa perlu untuk mengetahuinya, kamu paksakan tau untuk sekedar menemani perbincangan kita kala itu. Kamu jadi mempunyai banyak cerita yang harus dikisahkan padaku. Meski saat itu tak sekalipun aku bisa membalasnya.

Meski hari kedepan datang dengan sangat lambat, aku akan membalas kebaikanmu.

**

Kriet

Pintu kamar dibuka dengan sangat pelan. Aku bisa melihat dokter Addofo sedang mendorong perempuan yang aku kenal dengan kursi rodanya. Tania, wajahnya tegas duduk tegap dengan perban yang masih melingkar di kepalanya.

Dibantu para perawat, Tania segera duduk di ranjangnya. Seperti apa yang terjadi padaku sebelumnya, beberapa perawat bersiap mengitarinya. Dengan dokter Addofo yang paling dekat dengannya, bersiap membuka perban itu.

Bukan hanya dirinya, namun jantungku juga berdegup lebih cepat.

"Em, dokter." Panggil Tania sesaat sebelum perbannya dilepas.

"Ya?" dokter Addofo menjawab dengan cepat.

"Apa dia ada?" Tanya Tania membuatku meneguk ludahku cepat, pasti maksutnya adalah aku. Dokter Addofo segera menengok mengarah padaku.

Aku segera membuat silang dengan kedua tanganku yang ada didepan dada.

"Dia sedang tertidur." Jawab Dokter menyetujui kebohonganku.

Tania mengangguk dan membiarkan dokter Addofo memulai melakukan hal yang sama persis dengan apa yang ia lakukan padaku. Membuka dengan sangat perlahan perban yang ada di kepala Tania, yang menutupi kedua matanya. Aku menunggu tak sabaran dengan tersenyum senang. Mungkin ini takdir baik. Akhirnya kita bisa melihat bersama-sama.

Menurut Dokter Addofo, ini kali kedua Tania menjalani pencangkokan mata. Pencangkokan (transplantation) adalah pemindahan organ tubuh manusia yang masih memiliki daya hidup dan sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik apabila diobati dengan teknik dan cara biasa, bahkan harapan hidup penderitan hampir tidak ada lagi.

Pencakokan mata yang pertama gagal, itu sekitar lima tahun lalu. Bayangkan lima tahun lalu. Aku tak bisa mengira-kira sudah berapa lama Tania tersiksa dengan kegelapannya. Sudah berapa lama ia harus tinggal di rumah sakit atau bulak-balik ke rumah sakit, aku tidak tau pasti. Namun memang pasti sangat melelahkan menggantungkan takdir yang sangat menentukan jalan hidupnya.

Tindakan transplantasi kornea diperlukan ketika kondisi permukaan kornea di daerah pupil ( orang-orangan) tertutup warna putih (keratopati) yang bisa disebabkan oleh karena infeksi, cedera, atau penyakit seperti Fuchs 'distrofi, yaitu suatu kelainan dari lapisan endotel kornea. Namun dokter Addofo tak menjelaskannya padaku, sebab Tania kehilangan penglihatannya.

Saat itu, kondisi kornea donor dan kondisi mata resipien sangat menentukan tingkat keberhasilan transplantasi. Dokter mengatakan cukup sulit untuk mencari pendonor yang cocok dengan keadaan Tania. Jumlah pendonor jauh lebih sedikit dari pada resipien, sehingga dilakukan screening berdasarkan : produktifitas, umur, pekerjaan dan kondisi mata itu sendiri. Tingkat Kegagalan juga secara substansial lebih tinggi pada pasien dengan glaukoma yang telah diobati dengan operasi, dengan obat-obatan, atau keduanya.

Dalam hatiku, aku melafalkan doa-doa yang biasa Tania ucapkan. Aku berdoa supaya kali ini berhasil. Kemudian, perban itu terlepas. Dan kedua mata Tania terbuka secara perlahan. Matanya indah, tak ada seorangpun yang akan tau jika ia kehilangan penglihatannya. Aku bisa melihat wajah Tania sepenuhnya, meski terhalang beberapa perawat. Aku bisa melihat wajah putihnya yang bercahaya.

You Only SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang