Bab 17

36 0 0
                                    

"Dinda, aku rasa sudah saatnya kita membawa hubungan kita ke jenjang yang lebih serius". Sosok di hadapanku menatapku dalam-dalam.

Aku tertegun. Tak menyangka jika sekaranglah saatnya kalimat itu keluar dari bibirnya.

"Aku sudah bicara tentang hal ini dengan kedua orang tuaku. Mereka sepakat akan melamarmu untuk menjadi isteriku bulan depan". Ujarnya lagi.
Sepasang mataku membesar. Semakin tak menyangka persiapan yang dilakukannya sudah sejauh ini.

"Aku tahu kamu pasti kaget, Din. Apalagi mengingat baru setahun ini kita menjalin hubungan yang serius. Tapi percayalah niatku benar-benar tulus untuk meminang kamu". Tuturnya lembut.

Aku menundukkan kepala. Tak sanggup menerima tatapan dalam dari sepasang mata milik sosok di hadapanku.

"Bagaimana, Din ?" Tanyanya. Aku menghela nafas untuk sesaat.

"Baiklah". Aku nyaris berbisik saat mengucapkannya.
Sosok tersebut tak bisa menyembunyikan ekspresi riang di wajahnya.
Senyum teduhnya terlempar ke arahku.
Aku memaksakan diri tersenyum semanis mungkin. Masih menutupi rasa kaget di hatiku.

Panji... Seandainya aku adalah gadis lain, mungkin respon yang kuberikan ketika mendengar rencana lamaran darimu adalah melonjak-lonjak penuh kegembiraan.
Seandainya hatiku bulat penuh tertuju padamu seharusnya kusambut berita ini dengan penuh kebahagiaan.

Namun entah kenapa mendadak aku merasa hampa...
Seakan ada beban lain dalam pikiranku yang membuatku sulit merasakan hal yang seharusnya dirasakan oleh setiap gadis ketika kekasihnya berkata akan melamarnya secara resmi.

Apakah karena sejak awal aku menyetujui hubungan kita hanya dengan setengah hati ?
Ataukah karena aku memang belum bisa benar-benar mencintaimu ?
Padahal dengan segala kelebihanmu seharusnya aku bisa menerima kamu seutuhnya dalam hatiku.

Kamu baik, teramat baik. Saking baiknya bahkan kepentinganku selalu kamu utamakan di atas dirimu sendiri.
Kamu begitu penuh kasih dalam memperlakukanku.
Selalu ada kapanpun aku membutuhkan bantuan atau teman...

Aku menyayangimu Panji...
Tapi entah kenapa aku belum bisa benar-benar mencintaimu.
Masih ada sosok lain yang tinggal dalam hatiku dan sampai detik ini belum sanggup kusingkirkan.

***

"Cegah aku..."
Bisikku pada diri sendiri seraya memegang telepon genggamku erat-erat.
Menatap sebaris kalimat yang baru saja kukirim kepada seseorang yang selama ini menempati sudut hatiku yang terdalam.

"Aku nikah bulan depan, Man".

Status SMS ku terkirim tapi tak kunjung mendapat balasan.
Aku menarik nafas panjang. Sepasang mataku berkabut sementara kulit wajahku mulai terasa memanas.

Arman...
Mungkin kamu memang tak pernah peduli.
Mungkin perasaanmu terhadapku memang tak seperti yang kukira dan kuharapkan...
Mungkin aku memang cuma sekedar sahabatmu semenjak remaja...

Mungkin kita memang hanya ditakdirkan untuk itu...
Menjadi sepasang sahabat selamanya.
Mungkin sudah takdirku kelak bersama seseorang dan itu bukan kamu.
Mungkin aku hanyalah seorang manusia yang mengemban kewajiban terindah dari Tuhan untuk mencintai kamu secara diam-diam...

Meski akhir kisahku tak seperti Fatimah dan Ali,
Aku tetap bahagia, Arman...
Setidaknya dalam hidupmu, aku memiliki posisi sendiri dalam hatimu.
Sebagai SAHABAT.

***

Love & Time (Complete + Chapter Bonus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang