Benarkah aku mencintai Arman ?
Bisikku pada diri sendiri seraya menatap langit-langit kamarku yang polos.
Tidak. Roni pasti salah. Aku dan Arman cuma sepasang sahabat. Tak lebih dari itu.
Lagipula aku tak mungkin mencintainya. Dia bukan typeku. Laki-laki playboy seperti Arman bagiku tidak boleh lebih dari seorang teman. Untuk aku yang sangat memuja kesetiaan, karakter Arman tidak akan pernah masuk sebagai kriteria kekasih yang kuinginkan.Ah, mungkin itu cuma alasan Roni saja supaya dia bisa memutuskan hubungan kami.
Jujur, meski aku belum berhasil mencintainya, entah kenapa ada rasa kehilangan dalam hatiku saat hubungan kami berakhir. Aku tahu suatu saat cepat atau lambat ini pasti akan terjadi. Hanya tetap saja aku merasa aneh ketika menghadapinya. Aku tidak merasa sedih tapi tidak juga merasa senang. Bagaimanapun Roni adalah sosok yang sangat baik. Terlalu baik untuk memiliki seseorang seperti aku yang tidak pernah bisa mencintainya.
Mungkin memang sebuah keputusan yang tepat untuk mengakhiri hubungan kami. Bagaimanapun, Roni berhak menemukan seseorang di luar sana yang benar-benar mencintainya, kan ?
Dan aku ? Bagaimana bisa Roni bersikeras kalau aku sesungguhnya mencintai Arman.
Non Sense. Aku nyaman bersama Arman. Tapi hanya sebagai sahabat. Tidak lebih dari itu.***
"Besok berangkat jam berapa, Din ?" Tanya Arman ketika malam ini kami bersama sahabat-sahabat yang lain berkumpul di rumahku merayakan kelulusan kami. Sekaligus acara perpisahan untukku yang akan berangkat menuju ibu kota negara untuk menjajal dunia nyata selepas sekolah.
Aku mengerling ke arah jam dinding kemudian menoleh ke arah Arman."Travelnya sih janjinya sekitar jam 6 pagi, Man". Sahutku. Arman menghela nafas.
"Hati-hati selama di sana ya, Din. Jaga kesehatan. Jangan lupa selalu kabari kami". Ujarnya lembut.
Aku menggerakkan tangan kananku ke arah pelipis."Siap, Pak Komandan". Jawabku kemudian tertawa. Arman tersenyum. Ditatapnya mataku dalam-dalam. Nyaris saja membuatku salah tingkah menerima tatapannya.
"Aku akan merasa sangat kehilangan kamu, Din..." Bisiknya lirih. Aku memalingkan wajah ke arah lain. Tak tahan menerima sorot mata tajamnya.
"Aku akan sering pulang, Man. Kamu yang rajin ya kuliahnya. Jangan pacaran terus". Sahutku. Arman tersenyum.
"Ah itu semua kan cuma iseng aja, Din. Biar gak terlalu monoton hidupnya". Kilahnya. Aku mengerucutkan bibir.
"Hei ayo ke teras. Kita gelar tikar di sana. Malam ini kita begadang semalaman sambil tiduran di teras". Arman mengajakku bergabung dengan sahabat-sahabat kami yang lain. Aku mengikuti langkahnya menuju teras.
Kami semua merebahkan diri di atas tikar yang telah dihamparkan oleh Aldi. Berbaring bersisian dengan mata melihat ke arah langit yang hanya dihiasi beberapa bintang saja malam ini.
Entah kenapa aku merasa hatiku berdebar sangat kencang saat ini. Menyadari sosok Arman berbaring di sebelahku adalah fakta yang menyebabkan degup jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.
Akhirnya, aku memutuskan untuk duduk karena khawatir Arman mendengar ada yang tak beres dengan bunyi salah 1 organ tubuhku. Sepasang mataku melirik ke arah wajahnya yang terpejam. Sejenak menikmati ekspresi kedamaian yang terpeta di sana.
Hei Dinda ! Apa-apan sih kamu ?? Ingat dia itu Arman. Sahabat kamu. Meski kedekatanmu dengannya lebih dekat daripada sahabat-sahabat priamu yang lain, Arman tetap sahabatmu.
Tak lebih.Jangan melakukan hal yang sama seperti dulu kamu melakukannya pada Sandi ! Jangan sampai kamu korbankan persahabatanmu untuk yang kedua kalinya dengan membiarkan perasaan aneh itu terus-menerus timbul dalam dirimu.
Lagipula Arman hanyalah sosok yang cocok dijadikan sahabat saja. Mengubah persahabatanmu ke jalan lain cuma akan membuatmu terluka nantinya. Mengingat sifat Arman yang hobi banget gonta-ganti cewek, akan sangat bertolak belakang dengan sifatmu yang sangat menjunjung kesetiaan.Jadi, biarlah kamu menjadi sosok abadi dalam hati Arman sebagai sahabatnya.
Bunuh perasaan lain selain rasa persahabatan, Dinda.Jaga hatimu supaya tidak kembali terluka...
***
"Sudah siap semua, Din ? Tidak ada yang ketinggalan kan ?" Tanya Arman dengan nada khawatir setelah selesai membantuku memasukkan barang-barangku ke bagasi. Aku berpikir sejenak kemudian mengangguk.
Kuhampiri Ayah dan Ibuku untuk memeluk dan mencium tangan mereka sebelum mobil travel yang telah kupesan ini membawaku pergi. Kemudian kembali menghampiri Arman, Aldi dan Danang yang sepagi ini mau berepot-repot membantuku mengurus barang-barang yang akan kubawa. Aku menjabat tangan Aldi dan Danang lebih dulu. Saling mendoakan semoga apapun keputusan kami setelah kami lulus sekolah menengah atas akan menjadi yang terbaik bagi kami. Terakhir, aku menghampiri sosok Arman yang tengah berdiri di samping pintu kendaraan.
Untuk sejenak kami berdua terpaku saat berhadapan. Sepasang mata kami saling menatap lama. Ada sorot aneh yang bisa kutangkap dari dalam matanya saat menatapku. Sorot yang aku sendiri tidak bisa menjelaskan itu apa.
"Hati-hati, Dinda...". Bisiknya dengan suara tercekat.
Aku tak sanggup menjawab. Hanya sebuah anggukan yang bisa kulakukan untuk membalasnya. Arman mengulurkan tangannya ke arahku. Aku menyambutnya dengan perasaan tak menentu. Tangannya menjabat tanganku lebih erat daripada biasanya. Aku merasakan kehangatan sekaligus rasa sedih mulai menjalari seluruh syaraf dalam tubuhku.
"Ayo berangkat". Aba-aba dari Sopir Travel mengagetkan kami berdua.
Aku melepas jabatan tangan Arman. Ada sedikit rasa enggan kutangkap saat ia melepas tangannya. Kulangkahkan kakiku memasuki kendaraan. Memilih posisi tempat duduk di samping jendela.
Di luar, sepasang mata Arman masih mengikutiku. Aku tersenyum ke arahnya. Melambaikan tanganku ketika kendaraan yang kunaikki mulai melaju. Arman membalas lambaianku. Hei apakah mataku tidak salah lihat saat aku merasa melihat sepasang matanya tampak berkaca-kaca melepas kepergianku ? Ah mungkin cuma perasaanku saja. Bisikku pada diri sendiri.
Sebenarnya sepasang mataku lah yang berkaca-kaca. Mungkin itulah yang menyebabkan aku merasa melihat hal yang sama di matanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Love & Time (Complete + Chapter Bonus)
RomansBASED ON TRUE STORY Aku menunggumu ... Dalam waktu yang tak berbatas ... -DW- Aku menaruhmu terlalu dalam di hati. Sehingga untuk menghapusmu, aku seperti menyakiti diri sendiri... -Brian Khrisna-