"We cannot run from what we made of.
Because we were bound in a certain path
for a long long generation."The Folklorist,
Yosuke Ono***
Yosuke menutup buku jurnalnya dan menghembuskan napas berat. Kepalanya terasa berat seperti kain yang terendam air. Selalu ada tarikan untuk menunduk. Tetapi itu hanya akan membuatnya mual dan memuntahkan sarapan paginya di kursi pesawat.
Jendela di samping kiri bahunya menunjukkan gumpalan-gumpalan awan kelabu yang tidak bersahabat. Inilah yang menyebabkan badan pesawat sering bergetar hingga menyebabkan mati lampu. Dan saat itu pesawat sedang berada di atas laut negri sakura yang telah lama menyimpan kenangan masa lalunya.
"You're not gonna throw up, aren't you?" goda seorang wanita di samping Yosuke.
Yosuke tersenyum sambil memperhatikan helaian rambut emas wanita itu yang keluar dari gulungan rambutnya. Wanita itu begitu cantik dengan bentuk wajah yang sempurna dan mata biru pucat yang indah seperti langit--tentunya langit yang sedang cerah bersahabat. Yosuke menggenggam jemari wanita itu dan membubuhkan kecupan di jari manisnya yang dililit cincin pertunangan mereka.
Lampu petunjuk menyala. Para penumpang harus mengenakan sabuk. Yosuke dan wanita itu mengenakan sabuk sesuai instruksi dan bersiap mendengarkan instruksi dalam bahasa Jepang.
"You know I don't understand Japanese, Honey. What did he say?"
Yosuke mengeratkan genggaman tangannya dan memintanya untuk tetap tenang.
Sesaat kemudian, pesawat berguncang cukup keras hingga beberapa barang di meja wanita itu terjatuh. Yosuke tetap meminta wanita itu untuk diam di tempatnya, daripada memungut benda-benda itu. Pesawat terus menerjang awan mendung yang jelas takkan menunjukan keramah tamahan negri sakura bagi mereka.
"Tell me when this is over," bisik wanita itu di telinga Yosuke.
Pesawat berputar untuk menemukan titik keluar di antara awan-awan berpetir. Dalam lima menit, awan merenggang lalu kembali berkumpul menyelimuti pandangan. Yosuke tidak bisa memejamkan matanya karena itu hanya akan membuatnya semakin takut.
Ia mengintip ke jendela, melihat ke arah laut yang mendekati pantai berbatu karang. Ombak bergulung-gulung mengerikan, mengikis karang sedikit demi sedikit, membentuk sebuah gundukan karang yang tampak familiar. Sekilas karang itu seperti bentuk keong laut yang sangat besar.
Tapi kapan Yosuke pernah memelihara keong laut?
Awan membungkus pemandangan itu, menggantikannya dengan pemandangan bandara internasional Kyoto yang kala itu ditutupi hujan deras. Pesawat mendarat sangat tidak mulus hingga tas ransel Yosuke keluar dari dalam bagasi. Ia tidak memberitahu wanita di sisinya bahwa semuanya telah usai. Ia hanya menatap wanita itu membuka matanya dan menarik napas lega.
"Are you alright?" tanya Yosuke sambil mengusap pipi wanita itu.
Dingin. Dingin sekali.
Tatapan wanita itu kosong. Yosuke pikir wanita itu masih syok. Ia melepaskan jaketnya lalu menyelimuti bahu wanita itu sambil menuntunnya keluar.
Mereka bergerak menuju mobil garbarata yang mengantarkan mereka ke hall kedatangan. Wanita itu masih syok hingga ia tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk di kursi tunggu dan mengamati Yosuke berdiri di depan conveyor belt untuk mengambil kopernya. Yosuke kembali dengan dua buah koper, koper warna biru cerah milik wanita itu dan koper hitam milik Yosuke.
