"Punya apa kamu sampai mau lamar anak orang, Bagus?"
Bagus menunduk dihadapan ayahnya.
"Kamu baru lulus sudah mau lamar Windy? Windy masih kuliah, Gus." lanjut ayahnya.
"Tapi, Yah. Aku cuma ngelamar, nikahnya masih lama, Yah. Aku cuma mau ngelamar Windy secara resmi. Lagi pula ayah sama ibu udah pernah ketemu Windy, kan?" tanya Bagus yang kini menatap ayahnya.
"Memang ayah pernah bilang kalau ayah restuin kamu sama Windy?"
Bagus mematung, lidahnya kelu.
Jadi ayahnya tidak merestui hubungannya dengan Windy?
"T-tapi, Yahㅡ"
"HAHAHAHAHA.... Astaga Bagus muka kamu kenapa lucu sekali, kayak orang lagi tahan kentut, tau gak. Hahaha..."
Bagus tercengang melihat ayahnya yang radi hanya menatapnya datar, kini tertawa terbahak-bahak.
"Gimana akting ayah? Udah cocok jadi aktor hollywood, kan?" Kata Ayahnya sembari tersenyum usil, Bagus mendengus.
"Ayah mah cocokan jadi aktor tukang bubur naik haji!" kata Bagus dongkol, ayahnya tertawa lagi. Kali ini lebih keras.
"Jadi yang tadi itu cuma akting?! Sumpah, Yah. Aku kira ayah beneran nggak ngerestuin aku sama Windy!" kata Bagus sambil menyenderkan tubuhnya ke sofa.
"Astaga... Bagus, Bagus, segitu cintanya kamu sama Windy? Windy anak yang baik, ayah tau itu waktu kamu bawa dia kesini waktu itu."
"Aku sayang banget sama Windy, Yah. Mungkin kalau ayah nggak restuin aku sama dia, aku bakalan kawin lariㅡADUH! SAKIT! IBU!" pekik Bagus saat kepalanya terkena remot tv.
"Hus! Kamu ini belum terlalu mapan, malah mau ngajak anak gadis kawin lari. Ibu sunat kamu kalau sampe itu terjadi!" kata Ibunya yang baru duduk di samping ayahnya.
"Tapi kan aku juga lagi usaha. Lagi pula aku masih kerja di tempat Bang Fajri. Insha Allah rejekiku bakalan tetep ngalir,"
Ayah dan Ibu Bagus hanya tersenyum sambil menggeleng sambil tersenyum, tak lupa keduanya mengamini do'a anak bungsunya itu.
"Jadi ayah sama ibu setuju kan, aku lamaran minggu depan?" tanya Bagus antusias. Keduanya tersenyum lalu mengangguk.
Bagus yang tak bisa menahan senyumnya langsung memeluk kedua orang tuanya sambil terus menggumamkan 'terima kasih'.
♣♣♣
A week later....
"Win, gak usah mondar mandir gitu bisa ? Gue yang pusing liatnya!" kata Renita kesal, "Yah gue kan gugup, Ren. Gue takut ntar acaranya diluar ekspektasi. Gimana kalauㅡ"
"Ya elah santai aja Win, kalau lo gugup yang ada ntar lu panik terus lupa cara masukin cincin ke jari Kak Bagus." kata Egi sambil terkekeh.
Baru saja Windy akan membuka mulutnya, seseorang mengetuk pintu kamarnya.
TOK!
TOK!Windy, Renita, dan Egi menoleh ke sumber suara, "Masuk aja!" kata Windy.
Pintu terbuka dan menampilkan dua orang perempuan yang lebih muda dari Windy, "Kak Windy disuruh siap-siap," kata Yeriska, "Soalnya kak Bagus udah dateng." lanjut Joy.
Windy tersenyum gugup, "O-oh oke, makasi ya Joy, Yer." kata Windy. "Ya udah, Win. Ge sama Egi keluar duluan ya. Good luck." kata Renita lalu keluar bersama Egi, Joy, dan Yeriska dari kamar Windy.
Sementara itu....
Keluarga Bagus sudah berkumpul di rumah Windy. Bukan keluarga besar, hanya Ayah, Ibu, Bagas dan istrinya, serta Bagus. Oh dan jangan lupakan Safira, anak dari kakak Bagus.
Mereka mengobrol santai pada awalnya, hingga Windy keluar dari kamarnya dan duduk di samping kakaknya.
"Sejak kecil Bagus jarang sekali memnita sesuatu kepada saya maupun ibunya. Kalau pun dia meminta pasti itu sesuatu yang benar benar berharga untuknya. Seminggu yang lalu saya kaget, dia tiba tiba duduk di sebelah saya sambil berkata 'Bagus mau melamar Windy, yah.' begitu katanya. Tentu saya kaget, saya pikir dia hanya bercanda. Tapi yang saya lihat di matanya hanya keseriusan. Jujur, saya dan ibunya kaget dengan pernyataan Bagus. Tapi saya percaya padanya, dia bisa menjaga Windy. Dan tentunya saya senang ternyata pilihan Bagus itu Windy, gadis yang sopan, baik, dan tipe Bagus sekali." kata Ayahnya Bagus. "Bagus? Ada yang mau kamu sampaikan?" tanya Ayahnya Bagus.
"Ehm... Assalamualaikum, Win, Papa, Bang Fer. Aku sejujurnya sempat ragu mau lebih serius sama Windy, apalagi beberapa waktu lalu Windy dan aku sempat putus. Padahal umur hubungan kita hampir empat tahun. Setelah putus, aku memikirkan apa kesalahan dan kekuranganku dimata Windy. Tapi aku tetap mengejar Windy agar kembali padaku. Papa, aku, Muhammad Bagus Fahreza meminta restu pada Papa. Aku mau melamar anak bungsu Papa malam ini. Di kediaman keluarga Wijaya. Dan Bang Ferdy, aku juga meminta restu kepada Abang."
Papa Windy tersenyum, "Wa'alaikumussalam, Bagus. Saya, mendiang mamanya Windy, dan Ferdy sangat senang saat gadis ini lahir ke dunia. Tepatnya 23 tahun lalu. Dan saat Windy berumur 9 tahun, mamanya meninggal. Saya tidak pernah melihat Windy seterpuruk itu. Dia sampai-sampai tidak masuk sekolah selama seminggu. Tapi Ferdy dan saya selalu membantunya bangkit dari keterpurukannya. Saya selalu berkata mamanya bahagia jika melihatnya bahagia. Windy tumbuh menjadi gadis dewasa, saya selalu melihatnya bermain dengan teman-temannya. Tapi tetap membatasi pergaulannya agar tidak salah pergaulan," Papanya Windy menghela nafas sejenak.
"Dan tiga tahun lalu, seorang laki-laki datang dan mengaku pacar Windy. Iya itu nak Bagus. Awalnya, saya kira Bagus orangnya cuek, tidak berpendidikan, bahkan saya pikir dia berteman dengan preman. Maaf ya Bagus, penampilan Bagus waktu itu soalnya benar-benar seperti geng motor waktu datang kesini untuk pertama kalinya. Tapi setelah dia berbicara dengan saya, saya menepis pikiran jelek saya tentang dia. Tiga tahun berlalu, saya melihat Windy bahagia saat berpacaran dengan Bagus. Tapi seperti yang dikatakan Bagus, beberapa waktu lalu saya dengar Windy dan Bagus putus. Saya tentu kaget. Dan sempat berpikir memang Bagus dan Windy hanya sampai disitu. Tapi hari ini saya percaya, Bagus memilih untuk meneruskan hubungannya dengan Windy dengan serius. Lagipula saya senang jika pada akhirnya menantu saya adalah Bagus," Semua yang diruangan itu tertawa mendengar penuturan Papa Windy.
"Tapi semua itu kembali lagi pada Windy." Papa Windy melanjutkan.
Windy tersenyum malu saat semua mata memandangnya, gadis itu menghela nafasnya. Gadis itu memandang Bagus sejenak sambil tersenyum.
"Wa'alaikumussalam kak Bagus. Aku bener-bener nggak tau mau ngomong apa, di kamar tadi aku bener-bener blank, deg-degan, semua jadi satu. Aku masih nggak percaya akan dilamar kak Bagus. Walaupun aku nggak raguin perasaan kakak buat aku selama hampir empat tahun ini." Windy kembali menghela nafas. Lalu melanjutkan,
"Dengan ini, lamaran kak Bagus Windy terima."
Senyuman Bagus mengembang. Paru-parunya yang sedari tadi terasa sesak, kini gerasa lega. Jika tidak bisa menahan dirinya, mungkin Bagus sudah memeluk erat Windy.
Kini Bagus berdiri, mengambil cincin yang dibawa Joy lalu memasangkannya pada jari manis Windy. Menggantikan cincin yang seminggu lalu diberikannya.
Dan setelahnya, Windy memasangkan pasangan cincin yang dibawa Joy ke jari manis Bagus.
Keduanya saling menatap lalu tersenyum bahagia.
Satu langkah lagi, Windy akan menjadi pendamping hidupnya.
Tbc
Haloooo
Gimana nih?Aneh ya? :( gue belom dilamar jadi acara lamarannya aneh duh :( maap
Satu chapter lagi nih ehehehe.
Lamaran belom tentu nikahan loh.gTerima kasih untuk yang sudah membacaaaa~
Voment jangan lupa~

KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan✔
Short StoryYakinkan aku tuhan, jika memang dia bukan milikku. ▶started; 14/01/17 ▶Ended; 10/09/17 >Highest rank : #79 in short story ((041017))