Bagus merebahkan tubuhnya diatas single bednya, lelaki itu menghela nafasnya.
Ting!
Satu notifikasi dating ke handphone hitamnya. Bagus mengambil benda persegi itu lalu mengusap layarnya.
Roseanna
Gus?
Bagus hanya membaca pesan dari Rose lalu melempar handphonenya ke bawah bantalnya. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar, "Sadar, Gus! Windy udah nggak suka sama lo!" gumam Bagus sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Apa gue nyoba move on ke Rose aja kali ya?" gumam Bagus, lagi. Lelaki itu buru-buru mengambil benda persegi yang beberapa menit lalu dilemparnya. Lalu Bagus membalas pesan Rose.
Bagus
Iya, Ros?
Oiya, ada waktu gak? Jalan kuy :)
--
"Fer, adik kamu kenapa? Dari tadi mukanya asem banget." Bisik Pak Wijaya pada Ferdy.
"Biasa, Pa. gara-gara cowok." Kata Ferdy sambil terus fokus menyetir. "Loh emangnya dia berantem sama Bagus?" Tanya Pak Wijaya lagi, Ferdy melirik adiknya dari kaca spion. "Bukan berantem lagi, Pa. Windy sama Bagus udah putus." Kata Ferdy.
Pak Wijaya menatap Windy yang duduk di kursi belakang sambil menatap keluar. Lelaki berusia 55 tahun itu menghela nafas lalu kembali menatap jalanan di depannya.
"Papa nggak pernah ngerti sama urusan remaja." Kata Pak Wijaya, Ferdy terkikik mendengarnya.
--
"Bagus, kesana yuk!"
"Ih ini lucu!"
"Bajunya bagus banget!"
Entah sudah berapa kali bagus menghela nafas dalam satu jam terakhir, sungguh dia sangat lelah. Satu jam keluar masuk toko yang berbeda, dan ujung-ujungnya tidak membeli apa-apa.
"Rose, istirahat bentar ya? Gue capek." Akhirnya Bagus mengucapkannya. Rose menoleh ke arah bagus yang sejak tadi dia seret-seret. "Oh? Kamu capek? Yaudah yuk sekalian makan." Kata Rose lalu kembali menyeret Bagus menuju restoran cepat saji yang ada di Mall itu.
Setelah dua jam berkeliling tanpa tujuan bersama Rose, yoongi kembali pada posisinya dua jam yang lalu. Berbaring diatas kasur sambil menatap langit-langit kamarnya.
Cklek.
Bagus menoleh kearah pintu kamarnya, itu Daffa ternyata. Bagus menatap roommatenya sejenak lalu kembali menatap langit-langit.
"Kenapa lagi bang? Katanya mau nyoba move on, kok masih loyo?" goda Daffa. "Daf," panggil Bagus.
Daffa menatap lelaki yang lebih tua setahun darinya itu, "Gue nggak bisa sama Rose, Daf. Dia beda kayak Windy. Gue mau cuma Windy, nggak mau yang lain." Kata Bagus lirih.
Daffa tertegun melihat sahabatnya itu, dia tak pernah melihat Bagus se-putus asa itu. Bahkan saat mengerjakan skripsinya, Bagus tak pernah seperti itu.
"Kalo kata gue, jangan samain Rose sama Windy, Bang. Mereka dua orang yang berbeda, tapi hati mereka sama-sama rapuh. Dan Rose itu menaruh harapan, Bang. Gue saranin jangan buat salah satu dari mereka sakit hati deh bang. Tapi gue nggak bisa nyalahin perasaan lo yang buat Windy. Lo mendingan ngomong baik-baik sama Rose dulu, lurusin semuanya. Jangan sampai dia berharap banyak sama lo," jelas Daffa.
Bagus terdiam, lelaki itu kini terduduk di atas kasurnya.
"Dan setelah itu, lo rajut lagi deh tuh hubungan lo sama Windy. Dia juga kayaknya masih sayang sama lo." Lanjut Daffa sambil menepuk bahu Bagus. "Ah iya, yuk makan malem. Bang Fajri sama yang ain udah nunggu dari tadi." Keduanya lalu keluar dari kamar.
--
Suasana Minggu pagi di kediaman Pak Wijaya cukup ceria. Pak Wijaya bersyukur Windy bisa mengubah moodnya dengan cepat. "Papa, oleh-oleh buat Windy mana?" Tanya Windy dengan wajah memelas, "Ada di kamar Papa, nanti kamu ambil ya." Kata Pak Wijaya, Windy tersenyum lebar sambil mengangguk semangat.
"Nah, sarapan sudah jadi~ Ayo kita makan~" kata Ferdy yang baru keluar dari dapur. Pak Wijaya, Ferdy, dan Windy sarapan dengan lahap sambil sesekali tertawa karena kelakuan Windy yang kadang-kadang seperti anak kecil.
Setelah makan, Windy membantu Ferdy menyuci piring bekas sarapan.
Ting Tong~
"Dek, buka gih pintunya. Biar mas aja yang lanjutin nyuci ini." Ucap Ferdy, Windy mengangguk lalu berjalan menuju pintu utama rumahnya. Orang yang bertamu ke rumahnya itu terus mengetuk pintu, Windy mendengus "Iya! Sebentar dulu!" teriaknya kesal.
"Siap—"
"Assalamualaikum, Win." Orang itu tersenyum saat Windy membuka pintunya. "Wa-waalaikumsalam. M-mau ngapain kakak kesini?" Tanya Windy dingin, sungguh dia malas bertemu orang di depannya. Namun dia tak dapat menampik rasa senangnya saat orang itu kini dihadapannya.
"Aku... um." Lelaki itu terdiam. Windy menatap tajam lelaki itu, "Kalo kak Bagus cuma mau berdiri kayak patung gitu, mendingan kakak pulang aja." Windy menyilangkan tangannya didepan dada. Ya benar, lelaki yang dating bertamu itu adalah Bagus, mantan kekasih Windy.
Lima menit Windy dan Bagus saling tatap, Windy menghela nafas. "Kalo gitu, Windy tutup pintunya. Kakak pulang aja sana." Windy mundur lalu menutup pintunya perlahan. Namun sesuatu mengganjal pintunya sebelum tertutup sempurna.
"Aku kangen kamu, Win. Mau jalan bareng?"
Windy mematung di tempatnya. Cobaan apalagi ni?
►Next Chapter;; Chapter 5
A/N: sorry for laaateeee update eheheheu. Terhalang tugas dan kuota : ))
Manalagi saya lagi mengahadpi yang namanya UTS T~T doakan lancar yah :-))
Dan terimakasih buat yang nunggu ini cerita!!!! Btw saya butuh komen kalian :---) ngespam juga gapapa! Aku seneng banget malah!
Gitu aja kali ya eheheu~
Last,
Review?
![](https://img.wattpad.com/cover/96348187-288-k840165.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan✔
PovídkyYakinkan aku tuhan, jika memang dia bukan milikku. ▶started; 14/01/17 ▶Ended; 10/09/17 >Highest rank : #79 in short story ((041017))