Chapter 10

1.3K 192 16
                                    

[Be active guys~]

Hubungan belum tentu berjalan mulus walaupun cincin pertunangan sudah ada di jari manis Bagus maupun Windy.

Bahkan mereka beberapa kali bertengkar dalam 7 bulan ini. Yang artinya pernikahan mereka tinggal beberapa minggu.

Sebulan setelah pertunangan keluarga Bagus dan keluarga Windy memutuskan tanggal pernikahan mereka. Dan pernikahan mereka jatuh pada tanggal 21 Februari 20xx. Tepat pada ulang tahun Windy yang ke 24 tahun.

Persiapan mereka sudah hampir 100% jika saja Bagus dan Windy tidak berbeda pendapat mengenai warna pakaian kedua mempelai.

Windy yang memilih warna pink. Sedangkan Bagus tetap pada pendiriannya, hitam dan putih.

Pasangan calon suami istri itu bahkan membuat pelayan butik tempat mereka membeli baju geleng-geleng kepala.

"Hitam putih udah biasa, Mas! Lagian aku udah putih pucat gini masa pake gaun warna putih?!" nada bicara Windy mulai meninggi. "Kamu enak jasnya warna item gitu, lah aku?!"

Bagus menghela nafas, "Ya terus masa pake warna pink begitu? Ntar swagnya mas ilang dong, sayang." kata Bagus.

Alasan yang benar-benar tidak masuk akal.

"Mas Bagus mau pake apa aja pasti cocok kok! Ayo cobain yang pink ini!" rengek Windy.

"Win, kulit aku sama jas ini kontras banget. Mana cocok, yang." suga tetap pada pendiriannya.

"Ya udah kalo gak mau gak usah nikah aja!" setelah mengucapkannya Windy berjalan menjauh dari Bagus, namun sebelum benar benar pergi, Bagus menarik lengan Windy agar gadis itu kembali ke tempatnya.

"E e, jangan gitu dong. Kamu kalo ngomong suka becanda ya. Maaf ya mba, calon istri saya lagi pms." kata Bagus, pelayan butik itu hanya tersenyum maklum. Sebelum Windy protes lagi, Bagus mengangkat handphonenya.

"Mending kita telepon ibu dulu, ya? Siapa tau beliau bisa bantu kita. Udah gak usah cemberut gitu." kata Bagus sambil mencubit pipi Windy, "Ish, sakit! Udah sana telepon ibu! Aku ngantuk!" kata Windy yang masih kesal dengan Bagus.

Tak sampai satu menit, panggilan bagus dijawab oleh ibunya. "Assalamu'alaikum, bu?"

"Iya, Bagus. Wa'alaikumussalam. Kenapa, nak?"

"Ini, bu. Bagus sama Windy lagi di butik yang ibu bilang kemarin. Tapi kita bingung mau ambil baju yang mana. Kira-kira baju yang cocok sama kita yang mana, bu?"

"Loh, kok kalian bingung sih? Kan ibu sudah pesan sepasang buat kalian. Kamu ini gimana sih."

"Hah? Ibu udah pesan? Kenapa nggak bilang, Bagus sama Windy jadinya nggak berantem kan. Ah Ibu mah."

"Lah malah salahin Ibu. Sekarang kamu bilang aja sama pelayannya, minta pesanan Ibu Ratna."

"Hm, iya deh, bu. Ya udah aku tutup ya. Assalamu'alaikum."

"Iya, Wa'alaikumussalam."

Bagus mematikan sambungan lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Tuh kamu denger sendiri kan? Ternyata baju kita udah dipesan." kata Bagus pada Windy, gadis cantik itu menghela nafas. "Mbak, saya mau lihat pesanan Ibu Ratna. Ternyata ibu saya sudah pesan terlebih dahulu, mbak. Maaf ya, mbak." kata Bagus pada pelayan yang sedari tadi di samping Windy.

"Iya mas, ndak apa apa. Sebentar saya ambilkan." kata pelayan itu lalu pergi dari hadapan Windy dan Bagus.

"Duduk dulu, yang. Pegel nih." keluh Bagus kemudian menarik tangan Windy menuju sofa panjang di dekat tembok.

Mantan✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang