ㅡ (1)

36.9K 2.6K 744
                                    

"Jadi, gimana?"

"Nggak usah dibahas aja, ya? Soalnya gue nggak tau harus jawab apa."

"Tapi ya, kalau gue perhatiin belakangan iniㅡ"

"Udahan bisa nggak, sih?"

Sure. Okay. Woojin hanya bisa diam. Pemuda bermarga Park itu kembali melahap makan siangnya, ya meskipun bola matanya beberapa kali terangkat untuk melirik temannya yang memiliki satu marga yang sama dengannya.

Woojin biasanya bisa makan dengan lahap. Ya, itu sih kalau hatinya lagi tenang. Tapi sekarang pemuda ini lagi nggak bisa makan dengan lahap. Ya, ini sih karena hatinya lagi nggak tenang.

Woojin meneguk es teh manisnya, lalu matanya beralih dari sang sahabat ke arah pemuda lain yang duduk di salah satu meja kosong, ya sekitar 2 meter sih jaraknya kalo dihitung dari meja tempat kedua Park ini duduk. Setelah Woojin melirik pemuda itu, matanya kembali melirik Jihoon yang kelihatannya justru nggak keganggu sama sekali.

Ck. Ini anak emang kebangetan kalo udah makan.

Woojin mengetuk-ngetuk jari-jemarinya di atas meja, berusaha untuk mengambil lagi perhatian Jihoon tapi yang dipancing justru nggak kepancing-pancing. Sebenarnya tuh Woojin suka bingung. Ya, kadang-kadang sih. Kenapa Jihoon nggak kapok gitu makan banyak padahal jelas-jelas badan dia tuh ya tumbuhnya ke samping bukan ke atas.  Alias melebar. Alias melar.

Woojin berdehem, masih belum dapat perhatian dari Jihoon, sih. Tapi, yaudah lah.

"Tapi, lo pernah kepikiran ini nggak sih, Hoon? Porsi makan lo kan banyak banget tuh ya, bisa aja Guanlin nolak lo karena lo itu ya hmㅡsedikitgendutgituyajadiGuanlinagakgimanagitu, ya nggak sih?"

Jihoon menghentikan aktivitas melahap makan siangnya. Matanya melirik dalam tepat ke manik mata sahabatnya yang kadang Jihoon tuh suka bingung, kenapa mereka bisa sahabatan? Ya, secara Park Woojin Park Woojin ini savage banget. Kalau ngomong suka nggak tau diri.

Jihoon menelan salivanya sebelum ia meneguk es teh miliknya yang masih penuh, "ngomongnya pelan-pelan coba biar kedengeran."

Woojin mengambil nafas dalam-dalam, "nggak gitu, Hoon. Jadi maksud gue tuh gini, kan-hmm, ya gitu. Tapi bisa aja emang begitu kejadian yang sebenernya."

Woojin tetap nggak berani ngulang kalimatnya. Aura di sekitarnya udah beda. Ah, salah ngomong kan!

Ya, pada akhirnya Woojin memilih diam dan kembali melanjutkan makan siangnya. Lagi-lagi dengan nggak tenang. Ya gimana mau tenang, mata Jihoon masih betah membidik ke arahnya.

Setelah Woojin menghabiskan suapan ketiganya, terdengar helaan nafas berat dari arah depannya yang kemudian disusul dengan deritan bangku didorong, menandakan bahwa Jihoon otw ninggalin meja ini. Woojin mendongak, dan benar aja Jihoon udah ngegendong lagi tas ranselnya dan melangkah meninggalkan meja tanpa menghabiskan makanan dan minumannya. Woojin baru aja mau manggil Jihoon, tapi nggak jadi. Karena orang yang sebelumnya ia lirik, yang duduk di meja yang berjarak sekitar 2 meter dari meja yang ia duduki bersama Jihoon, udah lebih dulu ngejar Jihoon. Jadilah Woojin kembali meneruskan acara makan siangnya. Syukurlah, kali ini bisa dengan tenang.

Jihoon cuma bisa ngepalin tangannya. Sementara kedua kakinya terus melangkah yang nggak tau sih sebenernya ada tujuan atau nggak. Yang penting Jihoon males ngeliat Woojin. Ngeselin. Dan yang penting, Jihoon tuh masih lapar. Semua gara-gara Park Woojin! Nyebelin emang!!

Jihoon berhenti melangkah dan tiba-tiba ada juga yang ikut berhenti di belakangnya. Ngeselinnya lagi, kayaknya nih yang berhenti di belakangnya emang lagi ngikutin dia. Soalnya yang ikutan berhenti ini nabrak dia. Jangan bilang ini Park Woojin. Kalo iya, Jihoon beneran nggak segan-segan untuk bikin perhitungan. Ya gimana ya, udah nanya-nanya soal si itu, terus pake segala ngehina fisiknya, terus bikin Jihoon kelaperan karena tadi makanan dan minumannya belom dihabisin, dan sekarang malah ngikutin dan nabrak tubuhnya yang lagi kelaperan klimaks ini?!?!?!

Mäuschen; GuanHoon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang