ㅡ (14)

7.1K 979 641
                                    

Pernah nggak sih ngalamin kondisi dimana kalian harus memilih antara 2 orang yang paling berharga dalam hidup kalian? Kalau disuruh milih antara pacar atau sahabat, ah itu mah udah mainstream. Biasa aja. Guanlin? Harus bisa nentuin satu jawaban diantara 2 pilihan yang seolah bisa merubah seluruh kehidupannya. Iya, pilihannya adalah:

Bunda atau Jihoon?

Guanlin mengambil nafas dalam-dalam. Menahannya sebentar, sambil membiarkan tetes lain air matanya kembali mengalir, lalu membuang nafasnya secara perlahan. Guanlin terus menghirup nafas di sekitarnya dengan nafsu, lalu membuangnya, lalu menghirupnya lagi, dan kembali membuangnya. Hanya itu yang Guanlin lakukan, sampai pemuda itu pada akhirnya ambruk, jatuh terduduk di depan pintu kamarnya.

Guanlin menggeleng, mengusap wajah beserta buliran air matanya dengan kasar, sambil mengutuk dirinya sendiri.

Nggak usah nangis! Nggak usah cengeng! Dasar pecundang!

Udah hampir 2 jam, Guanlin ngata-ngatain dirinya sendiri. Kalau nggak netesin air mata, atau tarik nafas buang nafas tarik nafas buang nafas, ya Guanlin pasti ngata-ngatain dirinya sendiri.

Bahkan tanpa ada rasa sungkan, Guanlin sesekali juga memukul pipinya sendiri. Bergantianㅡ pipi kanan lebih dulu, sampai setetes air mata meluncur di wajahnya, lalu berlanjut ke pipi kirinya, sampai tetes air mata lain menyusul untuk keluar. Guanlin mencoba untuk mencari rasa 'sakit' yang lain, yang bisa ngalahin rasa sakit yang sekarang lagi mengelupas di hatinya.

Bodoh.

Bunda udah di kamarnya, tadi udah Guanlin anterin dan bahkan Guanlin sendiri yang nuntun bundanya untuk berbaring di ranjang. Guanlin juga udah nyelimutin bundanyaㅡ pakai selimut rajutan warna biru navy yang beberapa tahun lalu Guanlin beliin dan udah bisikin sesuatu tepat di telinga kiri bundanya dengan pelan, kalau lebih baik bunda istirahat aja, dan nggak usah ambil pusing sama apa yang baru aja terjadi.

Yang penting, Daniel udah pergi. Daniel juga udah setuju untuk berhenti gangguin keluarganya, untuk nggak nemuin bundanya lagi. Buat Guanlin, yang terpenting sekarang adalah keamanan dan kenyamanan sang bunda. Walaupun udah beberapa kali Guanlin nampar dirinya sendiri, nggak peduli udah berapa kali Guanlin teriak dalam diam, dan nggak mikirin udah berapa kali Guanlin maki-maki dirinya sendiri, at least, Daniel janji untuk nggak usik keluarganya lagi.

Iya, walaupun Guanlin harus bohong. Bohong sama bunda, dengan bilang kalau dia baik-baik aja, dengan bilang kalau kebahagiaan Guanlin sekarang adalah bundanya dan bukan Jihoon. Bohong sama dirinya sendiri, bohong sama perasaannya sendiri, kalau sebenarnya, jauh di dalam lubuk hatinya, Guanlin udah nangis. Udah ngejerit-jerit menyesali semua yang udah keluar dari mulutnya. Menyesali keputusannyaㅡ keputusan sepihaknya, yaitu untuk ngelepas Jihoon.

Lagi.

Untuk yang kedua kalinya.

Guanlin menunduk. Menyembunyikan wajah sembabnya di atas lipatan kedua tangannya yang ada di atas kedua kakinya yang ditekuk. Membiarkan buliran bening bernama air mata terus melintasi wajah sembabnya, tanpa peduli bahwa ia adalah seorang laki-laki. Laki-laki yang nggak seharusnya nangis cuma karena harus ngelepas satu orang yang ia sayang.

Tanpa memikirkan bahwa ini adalah kesalahannya, ini adalah keputusannya, yang sebenarnya untuk apa ia tangisi. Toh, Guanlin lebih milih keamanan dan kenyamanan bundanya, kan? Walau di sisi lain, Guanlin tau, dia baru aja membuat luka baru untuk orang yang sangat dia sayangi. Dan itu Jihoon, bukan bunda.

Mäuschen; GuanHoon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang