Epilog

233 22 23
                                    

Yana mendesah keras, entah untuk yang keberapa kalinya. Ia benar-benar kesal, karena sedari tadi hanya dianggurin oleh lelaki–yang sedang asyik membaca buku–yang duduk tepat di sebelahnya. Ia sudah dari tadi menyelesaikan tugasnya di perpustakaan, dan saat ini ia sudah bisa bersantai-santai karena pengunjung yang datang kebanyakan hanya membaca saja. Tidak ada yang meminjam atau mengembalikan buku.

"Kau sedang membaca apa sih, Yong?" tanya Yana yang sudah tidak sabar lagi.

"Membaca buku yang kau beri." jawab Yongdae.

Yana langsung mengamati buku itu. Karena masih tidak tahu itu buku apa. Dengan santainya Yana langsung mengangkat salah satu sisi buku itu untuk melihat sampulnya. Human Anatomy.

Ia langsung mengangguk mengerti. "Ah, ternyata buku itu," batinnya.

Yongdae yang sudah merasa acara belajarnya terganggu, menoleh memandang Yana. "Ada apa?" tanyanya.

Yana hanya terdiam, masih enggan menjawab pertanyaan Yongdae karena telah membuatnya begitu kesal.

"Ada apa, hmm?" tanya Yongdae lagi.

Yana masih berdiam diri sejenak, sebelum akhirnya berdeham singkat, lalu berkata.

"Da-ri tadi kau... mendiamiku. Kan a-aku jadi bosan. Kau, terlalu asyik belajar sampai-sampai lu-pa denganku. Aku tahu, kau ingin jadi dokter yang hebat. Ta-tapi, jangan... cuekin aku, dong." jawab Yana terbata-bata sambil bola matanya bergerak kesana kemari.

Yongdae hanya tersenyum geli, "Benar hanya itu? Tidak ada yang lain?" ia kembali bertanya.

"Tidak ada–eh, ada." jawab Yana.

"Apa?"

Yana menjadi kikuk, "Eh, hmm... itu, kau kan su-dah tidak SMA lagi, Yong. Kau sudah mahasiswa, semester e-enam..." sahut Yana berbelit-belit, membuat Yongdae harus memutar otak agar bisa memahaminya. "Tapi, ke-kenapa kau... masih belum... Menciumku?"

Deg!

Dan lagi, Yongdae kembali merasakan jantungnya nyaris berhenti berdetak–persis sama seperti malam itu. Ia heran, bahkan ketika tiga tahun yang lalu ia mengikuti ujian masuk universitas. Dia tidak sampai seperti ini. Tapi, kenapa ini...

"Apa kau tidak mencintaiku?" tanya Yana tiba-tiba membuat hati Yongdae teriris. Tidak, bukan seperti itu. Ia mencintai Yana, sangat-sangat mencintai Yana.

"Aku mencintaimu, Noona. Sangat mencintaimu, dan kau tahu betul akan hal itu." jawab Yongdae sambil menatap dalam mata Yana.

"Tapi, kenapa kau tidak pernah menciumku?" tanya Yana pada Yongdae.

"Apa cinta hanya bisa diungkapkan dengan sebuah ciuman?" Yongdae bertanya balik.

Yana langsung menunduk, dan menggeleng.

Tidak. Cinta tidak hanya bisa diungkapkan dengan ciuman. Cinta bisa diungkapkan lewat tatapan mata. Lewat senyuman tulus. Lewat sikap penuh perhatian, saling menjaga, dan saling mempercayai. Bahkan sebuah ciuman juga tidak menjamin akan adanya cinta.

"Maafkan aku, Yong." ucap Yana begitu menyadari dengan bodohnya ia tidak mempercayai cinta Yongdae. "Aku percaya padamu. Aku juga sangat mencintaimu." ucapnya dengan masih menunduk.

Yongdae tersenyum sembari menatap penuh kasih sayang wajah kekasihnya itu, "Hei, tatap aku..."

Yana mendongak, menatap lembut mata Yongdae dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Jangan menangis." ucap Yongdae lembut sambil mengusap air mata Yana yang sudah terjatuh di pipinya. "Aku akan sangat membenci diriku karena telah membuat Noona menangis."

Mendengar kata-kata itu, Yana segera menghapus sisa-sisa air matanya. "Aku sangat mencintaimu, Yong. Aku benar-benar bahagia bisa bersamamu. Terima kasih." ucap Yana lembut sambil menunjukkan senyuman manisnya.

Yongdae juga ikut tersenyum, sambil menatap dalam kedua mata bulat itu. Ia memandangi wajah Yana, memandang lekat-lekat wajah yang selalu berhasil membuatnya memuja-muja betapa cantiknya gadis itu. Dengan perlahan, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Yana. Ia tidak tahu, kenapa ia berani melakukannya. Yang ia tahu, ia hanya mengikuti hati nuraninya.

Yana merasa jantungnya berdetak dua kali lebih cepat, dengan ragu-ragu ia mencoba menafsirkan apa yang akan dilakukan oleh Yongdae kepadanya. Yongdae yang tak kalah gugupnya, memberdirikan bukunya agar menutupi mereka berdua.

Dan dengan penuh perasaan, ia mengecup lembut bibir Yana sambil sebelah tangannya yang lain menyentuh pipi gadis itu. Yana memejamkan kedua matanya begitu merasakan dengan lembut Yongdae mengecup bibirnya.

Ia kira Yongdae hanya akan memberikannya sebuah kecupan singkat, tetapi dengan lembut bibir Yongdae bergerak dan menyesap bibirnya perlahan, membuat jantungnya berdetak berkali-kali lebih cepat. Yana membalas ciuman Yongdae, dan ia benar-benar bisa merasakan ada cinta di sana.

Yana melepaskan tautan bibir mereka, dan mendapati Yongdae menatap dalam kedua matanya.

"Aku mencintaimu, Miss Library."

"Aku juga mencintaimu, Bocah Tengil."

~~The End~~

Akhirnya kelar juga. Terima kasih banyak yaa buat readers semua yang dengan baik hatinya sudah membaca cerita ini sampai part akhir. 

Tanpa kalian, cerita ini jadi gak ada apa-apanya. Big thanks banget pokoknya. I Love You.

See You in The Next Other Story :*

Library Of Love (Yongly Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang