1**Move?*

10.9K 472 19
                                    

Author pov

Terdengar suara desahan dari seorang gadis. Ia berusaha mengatur nafasnya yang terengah-engah akibat berlari dari rumahnya. Lebih tepatnya, rumah bibinya, Vanes.

Dia meletakkan kedua tangannya di atas lututnya sambil melihat ke belakang. Ternyata Vanes tidak mengejarnya lagi.

Dia berjalan ke salah satu rumah yang tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini, yang tidak lain adalah rumah sahabatnya yaitu, Kiya. Nama lengkapnya Himeka Kiyama.

Gadis itu mengetuk rumah temannya itu, tak lama kemudian Kiya membukakan pintu. "Eh? Minku." Dia menyingkir dari depan pintu mempersilahkan Minku masuk.

Minku masuk kedalam rumah kiya, dan duduk di ruang tamu.

"Ngapain ke sini?" tanya Kiya.

"Eh? Memangnya gak bisa, ya?" tanya Minku polos. Rasa-rasanya kata-kata Kiya agak gak senang. Yang dia tau, dia bebas datang kapanpun yang dia mau.

Kiya menatapnya datar. "Kayaknya, aku gak pernah deh, melarang kamu dalang ke sini."

"Hehe. Kukira tidak boleh. Matamu, sih, tajam banget. Ada masalah ya?" ucap Minku sambil menyeringai.

"Kenapa kau datang kemari?"

Sekarang giliran Minku yang menatap Kiya datar. "Kau tahu kan? Hampir setiap hari aku datang kerumahmu untuk curhat? Bibi selalu saja menyuruhku membereskan rumah. Padahal ini kan hari libur. Masih ada satu minggu lagi untuk bersantai sebelum masuk sekolah kembali," ucap Minku dengan wajah kesal sambil membayangkan kamarnya yang berantakan.

"Emm... Kayaknya kamu capek banget. Aku ambil minum dulu ya?"

Minku mengangguk menyetujui.

Kiya membawa nampan yang berisi dua gelas air putih.

"Oh, makasih Kiya," ucap Minku sambil mengambil gelas yang ada di atas nampan dan meminumnya.

"Emm.... Tahun ajaran baru nanti aku pindah sekolah," ucap Kiya dengan sangat hati-hati takut Minku marah padanya, meskipun ia tau Minku pasti  sedih.

Minku menelan air di mulutnya dengan buru-buru ingin cepat-cepat melarang Kiya, akhirnya dia tersedak.

Setelah terbatuk-batuk, Minku menarik nafas dan menghembuskannya pelan-pelan. "Kenapa tiba-tiba pindah sekolah? Kau lagi bercandakan?" Minku takut. Dia tidak bisa membayangkan hidup tanpa seorang Kiya. Minku menatap Kiya lekat, berharap sahabatnya itu segera tertawa dan menyatakan bahwa dia sedang bercanda.

"Kamu tau kan ayahku jarang pulang dari kerjanya? Jadi ibuku memutuskan untuk tinggal dirumah nenekku. Apa lagi nenekku sekarang tinggal sendiri karna bibiku sudah menikah dan... harus ada yang menjaga nenekku. Jadi aku pindah sekolah ke tempat yang lebih dekat dari rumah nenekku. Maaf ya?" jalasnya dengan nada tegar meskipun ada raut sedih di wajahnya.

"Kamu kan bisa datang ke sekolah dari rumah nenekmu," ucap Minku berusaha terdengar datar meskipun usahanya sia-sia.

"Tidak bisa. Terlalu jauh."

"Bukannya rumah nenekmu dekat dengan sekolah kita?" tanya Minku dengan nada penasaran. Yang dia tau rumah nenek Kiya tidak jauh dari sekolah mereka. Dia masih ingat betul Kiya pernah mengajaknya sekali ke rumah neneknya berjalan kaki sepulang sekolah.

"Bu-bukan! Itu rumah paman dan bibiku," jawab Kiya dengan gugup. Seperti ada yang di sembunyikan tapi Minku tidak mempermasalahkan itu dia percaya dengan apa yang di katakan Kiya. Kiya tidak pernah berbohong  tentang apapun padanya.

"Jadi, kapan kau akan pergi?" tanya Minku sedih, memutuskan untuk tidak memperpanjang topik tentang rumah neneknya Kiya yang entah sejak kapan berubah menjadi rumah paman dan bibinya.

"Besok," jawab Kiya.

Minku mencoba tersenyum meskipun rasanya susah sekali. "Begitu... Aku tidak punya teman curhat lagi deh." Minku mengangkat bahu tanda dia tidak tau harus bagaimana.

"Aku juga harus mengurus surat pindah. Kalau teman curhat, kau bisa curhat dengan Momo kan?"

"Kau baru memberitahuku sekarang," gumam Minku menahan air mata yang siap tumpah kapan saja. Dia benar-benar tidak ingin terlihat lemah, apa lagi didepan teman yang selalu dia lindungi disekolah.

"Hei." Kiya memukul pundak Minku sedikit kuat.

Dan sungguh, entah mengapa saat ini untuk tersenyum saja susah. Padahal Minku mahir dalam hal berakting. "Eh? Besok kau pergi jam berapa?"

"Jam 10 pagi."

"Oke deh, aku pulang dulu. Besok aku datang ke sini lagi, oke?"

Kiya mengangguk. "Mau kuantar?"

"Gak usah. Kau harus membereskan perlengkapanmu. Dah... Sampai jumpa besok, Kiya!" Minku memeluk sejenak temannya itu lalu berlari pulang ke rumahnya yang kira kira berjarak delapan rumah dari rumah Kiya.

~♪~

"Bibi. Aku pulang!" teriak Minku setelah sampai di rumah bibi Vanes, dan langsung berjalan ke kamarnya.

"Minku, kamu kemana aja? Bibi mulai dari tadi nyariin kamu. Bibi kan tadi menyuruhmu membersihkan rumah."

"Bibi ..., bibi kan lihat aku pergi tadi. Bahkan bibi sempat mengejarku. Kenapa tetap mencariku? Aku ke kamar dulu ya? Aku capek." Minku menghela nafas panjang "Lagian membersihkan rumah bibi sebesar ini pasti menguras banyak tenaga. tenagaku tidak cukup lagi. Aku tidak mau mati kelelahan." Minku terus berjalan menuju kamarnya.

"Banyak sekali alasanmu." Bibi Vanes berdecak kesal "Baiklah, kau tidur sana! kalau kau lapar turun ke bawah. Jangan teriaki bibi!"

Minku tersenyum. "Iya deh."

Entah kenapa dia merasa dunianya akan berakhir sebentar lagi. Minku menaiki tangga sambil memandangi kakinya.

Bodoh, tidak ada gunanya pura-pura kuat di depan diri sendiri! []

~

A/n

Hohoho. Ceritanya boring....

Ikuti terus cerita ini ya?
Trimakasih banyak banyak sekali buat yang sudi mampir.

Love rezyren.

🦄

Pure Witch [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang