21**Just Dream*

2.4K 170 0
                                    

Hah? Cemburu?

Tentu saja tidak. Meskipun sebenarnya iya, tapi, sudahlah!Kenapa arah pembicaraannya malah kesini?

"Ucapkan saja mantranya."

"Hmm," balas Kazune dengan dehaman.

Tiba-tiba perutku berbunyi. Ya, aku lapar. Kazune melirikku dengan tatapan datar.

"Sepertinya kita harus keluar dari sini." Kazune menutup buku kuno yang berada di tangannya.

Kazune menyuruhku membangunkan Viorel. Yang benar saja? Emangnya dia itu siapa nyuruh-nyuruh aku? Baiklah, aku harus mau disuruh, siapa tau dia mau memasakkanku makanan lagi.

Tidak juga bangun, akhirnya kuambil buku yang tidak terlalu tebal lalu kulempar kekepalanya. Alhasil dia bangun, meringis sejenak, lalu dia mengomeliku. Bahkan kami sempat berantam adu mulut. Siapa pemenangnya? Tidak tahu. Karna pertengkaran kami belum selesai. Ah, itu tidak penting.

Kami keluar dari ruangan rahasia itu, lalu Kazune langsung memberi perlindungan di rumahku dan Kiya. Setelah itu, dia pergi ke dapur diikuti denganku dan Viorel.

Aku hanya memperhatikan Kazune memasak tanpa bisa membantu, atau semua akan hancur karna ulahku, sedangkan Viorel berdiri bersandar di dinding, menatap langit-langit dapur. Sepertinya, dia melamun. Dia selalu saja melamun membuatku harus menahan keinginanku untuk melempar pisau yang ada di hadapanku, jika tidak, pisau itu sudah mengenai kepalanya. Kemampuan refleksnya pun nilai nol.

Aku menghela nafas, aku memang sangat ingin melepar pisau yang ada dihadapanku. Tanpa pikir panjang, aku hendak mengambil pisau itu tapi Kazune duluan mengambilnya. Akhirnya aku mengambil tomat lalu melempar tomat itu tanpa menaksir objek lemparan terlebih dahulu.

Yap. Tepat sasaran!

"Aduh-" umpatnya meringis kesakitan sambil memegang kepalanya yang terkena tomat itu. Dia beruntung, Tomatnya tidak pecah. "Kau selalu saja menggangguku, maumu apa sih?!"

Dia marah. Sedangkan aku, hampir tidak bisa menahan tawaku lagi. Aku tersenyum kemenangan. "Kau sedang menyukai seseorang ya?"

Samar-samar wajahnya memerah.

Aku bisa melihat itu. Aku melipat tanganku di depan dada sambil menggeleng. "Ck,ck,ck, masa puber."

Kazune tidak peduli. Dia hanya fokus memasak. Aku berbalik kembali memperhatikan Kazne memasak. "Aduh-" umpatku. Dengan cepat aku memegangi kepalaku yang sakit. Aku berbalik ke arah Viorel, lalu memandang lantai yang sudah berwarna merah tomat.

Untung tomatnya tidak pecah di kepalaku.

Viorel tertawa. Sungguh tidak punya hati. Aku saja tadi menahan tawa. "Tidak sengaja," katanya sambil mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kepalanya.

Aku mengambil pisau untuk melemparnya.

"Kalian mengganggu," Kazune menatapku dan Viorel bergantian dengan tatapan membunuh miliknya. Seketika tanganku berhenti tidak jadi melempar Viorel dan bergedik ngeri dengan tatapan Kazune itu.

Satu kata, mengerikan. Baiklah kuakui meskipun tampangnya tetap ehm--

Kukembalikan pisau itu ketempatnya kembali. Saat ini aku mengalah, tapi tidak berarti aku kalah. Lain kali akan kulanjutkan.

Aku menghela nafas, keluar dari dapur melewati Viorel yang menatapku penuh kemenangan dan memutuskan menunggu di meja makan.

Aku duduk, tiba-tiba Viorel datang lalu duduk disampingku--mau dimana lagi? Kursinya hanya tiga dan mejanya bundar.

Pure Witch [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang