Dua Puluh

3.8K 228 8
                                    

"Kamu memang bisa papa andalkan. Mulai sekarang kamu bisa tinggal disini lagi." ucap seorang pria yang sudah berumur 50 an.

"Tapi apa yang akan terjadi pada keluarga mereka pa?" tanya Fransisco sambil berdiri.

"Untuk apa kamu memikirkan mereka? Bukankah ini karma mereka. Ingat Frans, dia yang sudah membunuh ibumu. Dia yang sudah membuat keluarga kita hancur."

"Mama bunuh diri pa. Bukan di bunuh."

Deny berdiri dan menggebrak meja. "Cukup Frans. Sampai kapan akan membela mereka."

"Seharusnya dari awal aku tidak menuruti kemauan papa."

Frans pergi dan membanting pintu ruang kerja papanya.

Kepalanya pusing. Dia takut kalau mendiang ibunya tidak menyukai ini.

Rasa bersalah terus membayanginya.

Dia mengendarai mobilnya keluar dari rumah yang besar itu.

Pikirannya sangat kacau. Semenjak keliar dari Z&B sport sebulan yang lalu dia selalu di rundung rasa bersalah. Padahal 3 tahun bukan waktu yang singkat. Dia mulai menyukai bekerja disana. Dari pada menjadi CEO di perusahaan papanya.

Dia memperlambat laju mobilnya saat tak sengaja melewati sebuah rumah.

"Kenapa aku melewati jalan ini?" gumamnya pelan.

Dolihatnya sebuah rumah besar. Rumah yang dulu pernah membuatnya merasakan lagi menjadi bagian untuh dari sebuah keluarga.

Dia masih ingat, saat dulu dia menikmati sarapan di selingi canda tawa dari penghuninya.

Rumah Tisya. Rumah yang kini sepi dan bertuliskan 'disita oleh bank'.

Frans menghentikan mobilnya.

Dia masih ingat senyuman gadis itu. Tingkah konyol dan kekanakannya.

"Bagaimana ya kabarnya?"

Frans menaruh kepalanya dia atas kemudi.

"Aku bodoh, aku egois, aku jahat." ucapnya sambil membentur-benturkan kepalanya pelan ke stirnya.

Tiba-tiba dia tak sengaja melihat seorang gadis jalan menuju rumah itu.

Frans memundurkan mobilnya dan dia membukuk bersembunyi.

Dilihatnya gadis berseragam sekolah dengan tas ranselnya.

Frans menyengitkan dahinya.

'Sedang apa gadis itu?'

Dan Frans mulai membelalakan matanyanya. Gadis itu melempar tasnya kedalam halaman rumah dan mulai memanjat.

Frans menuntup matanya.

"Hah? Bagaimana dia memanjat dengan rok semini itu? Apa dia tidak malu?"

Gadis itu pun sudah masuk kedalam halaman rumahnya.

Tangannya merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kunci.

Frans pun penasaran , dia keluar dari mobilnya dan melompat masuk.

Dia berjalan mengendap-endap kedalam rumah itu. Tapi tak di dapati Tisya.

Dia berjalan mengelilingi rumah tersebut.

Tapi sebuah getaran ponselnya mengganggunya.

Tangannya merogoh sakunya.

"Papa.." ucapnya.

Dia bimbang mengangkat panggilan Tersebut atau tetap mencari Tisya.

"Sedang apa kamu disini?"

Badannya membeku.

Terdengar suara gadis itu. Suara gadis yang dia rindukan.


Tbc


Udah mulai konflik ini.

Comentnya di tunggu....

Letisya (Completed 7)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang