BROTHERS (Dio & Ryan)

961 71 40
                                    

DIO

"Tidur di kamar sono Di," ujar Ryan sambil mengguncang tubuh Dio pelan.

Dio terbangun, dia mengerjapkan matanya beberapa kali kemudian menegakkan tubuhnya. Televisi di depannya masih menayangkan pertandingan sepakbola. Volumenya disetel sepelan mungkin.

"Skor berapa?" tanyanya dengan suara serak.

"2-1. Pindah ke kamar sono," sahut Ryan.

Dio berdiri dari duduknya, "Duluan bang," pamitnya yang hanya ditanggapi gumaman oleh Ryan.

Dio berjalan menuju kamarnya, tapi secara tidak sengaja tatapannya tertuju pada pintu kamar Zinan. Tanpa ragu Dio mengarahkan kakinya melangkah ke kamar Zinan, membuka pintu dan langsung masuk kesana. Kamar almarhum Zinan memang bebas dimasuki siapapun. Bahkan Ryan pun beberapa kali tidur di kamar ini ketika menginap.

Dio segera membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Menarik selimut hingga menutupi tubuhnya. Lelaki itu cenderung terbiasa tidur memakai selimut meskipun udara tidak dingin.

Rasanya baru sebentar Dio memejamkan matanya ketika ada suara pelan yang mengusik tidurnya. Dia membuka matanya kemudian nyaris terlonjak kaget. Dia mengubah posisinya menjadi duduk, tidak peduli dengan kepalanya yang tiba - tiba pusing setelah gerakan mendadak itu. Sosok yang duduk di depannya terkekeh pelan.

"Nan?" panggil Dio ragu.

Zinan tidak menjawab, masih tetap tersenyum menatap Dio.

"Lo ngapain?" tanya Dio.

"Lo kangen gue?" Zinan balik bertanya.

Dio mengangguk. Zinan tertawa lagi.

"Gue juga."

Mata Dio terbuka, matanya mengerjap cepat menganalisa keadaan di sekitarnya.

Mimpi.

Apa dirinya begitu merindukan Zinan sampai-sampai dia memimpikan almarhum adiknya itu?

"Lo kangen gue?"

"Gue juga."

Dio merubah posisinya menjadi duduk. Dia mengusap wajahnya. Wajah Zinan kembali terbayang di otaknya. Senyumnya, tawanya, wajah antusiasnya ketika menceritakan sesuatu atau ketika menjahilinya.

Ya Allah, Dio benar-benar merindukannya.

Dio bangkit dari ranjang, dia keluar dari kamar Zinan dan beranjak menuju kamar mandi. Memutuskan untuk shalat sekaligus mengirimkan do'a kepada adiknya itu. Dia tidak bisa mengunjungi makam Zinan malam-malam kan? Jadi kali ini yang bisa Dio lakukan hanya berdo'a. Lelaki itu mengambil air wudhu, kemudian kembali ke kamarnya sendiri, berniat membaca ayat Al-Qur'an untuk Zinan.

Sialnya kenangan yang dia miliki bersama Zinan membuatnya tidak khusyuk berdo'a.

Flashback

Zinan terus terkikik ketika merekam semua tingkah polah Dio. Ini hari pertunangan Anna. Dan kedua lelaki muda yang memiliki tingkat kekurang ajaran tinggi itu tengah berdiri di sebelah meja panjang tempat berbagai makanan terhidang, membuat keributan di sana. Sebelumnya, Dio yang memegang handycam dan Zinan yang mengoceh. Bertingkah seolah dia adalah koki profesional yang mengomentari setiap masakan di sana. Kali ini, giliran Dio yang mengoceh -- dalam bahasa Inggris -- dan Zinan yang merekam.

"Yang bener lo pegangnya. Goyang-goyang mulu njing," sungut Dio.

"Lo sok banget sumpah," Zinan tertawa lagi.

Dio akan membalas ucapan Zinan tapi sayang Arin sudah berjalan mendekat.

"Kalian jangan bikin ribut di sini," ujar Arin yang sekarang sudah berdiri di sebelah Dio.

ZINAN (a Walk To Remember) (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang