"Siapin diri lo ya bro.'' Digo menepuk pundak Eza sekali. Mereka sudah berada tepat di depan pintu rumah Hani. "Bokap gue pasti ngamuk. Gue nggak yakin kalo lo bakal dimaafin.''
Wajah Eza semakin pias. Dia merasa gugup, merasa bersalah sekaligus takut diwaktu yang bersamaan.
"Itu resiko lo.'' Rian menimpali. "Laki-laki itu harus bertanggung jawab atas perbuatannya.'' katanya menatap Eza dengan pandangan iba.
Bukannya semakin tenang, mendengar Digo dan Rian malah membuatnya semakin gelisah dan tak tenang. Keringat dingin mulai mengucur didahinya.
Hani melirik Eza sekilas tanpa ekspresi. Ia juga tak tahu apa yang akan terjadi jika ayahnya tahu tentang hal ini. Perkataan Digo ada benarnya. Ayah mereka sangat over jika segala sesuatu sudah menyangkut Hani.
Setelah menekan bel dua kali, Digo mencoba-coba membuka pintu yang ternyata tak dikunci. Ia membukanya dengan amat sangat perlahan, membuat Hani menatapnya jengah. Bertanya-tanya apa yang sebenarnya dilakukan kakaknya itu.
"Assalamualaikum! Digo pulang ma!'' teriak Digo diruang tamu, kemudian mempersilahkan Gana dan yang lainnya duduk.
Hani juga ikut duduk disebelah Alisa, tak mungkin kan ia pergi kedalam meninggalkan Gana, Alisa serta Beni yang sudah menolongnya.
"Gana, Alisa, Beni.'' Hani menatap mereka datar. "Makasih ya udah nolongin gue.'' lanjutnya sambil menunduk kecil menandakan rasa terima kasihnya.
Seketus-ketusnya Hani, sejutek-juteknya Hani dan juga sikap dinginnya, Hani tetap tahu bagaimana caranya berterima kasih pada orang yang telah menolongnya. Hani sangat tahu diri, dan mengakui kalau ia tak bisa apa-apa jika Gana, Alisa serta Beni tak ada disana saat itu.
Alisa tersenyum, ''Sama-sama. Gue nggak nyangka lo bisa bilang makasih juga ternyata.'' katanya mengejek Hani yang hanya bisa mendengus sebal.
"Nggak masalah, itu gunanya temen Han. Bisa saling menolong.'' Beni mulai sok bijak, diikuti dengan anggukan kepala Gana yang terlihat terpaksa mengiyakan.
Gana melirik Hani, dan Hani tahu itu. Untuk kali ini saja Hani akan memberikan senyumannya. Pertama kalinya ia tersenyum untuk seseorang selain keluarganya.
Semua terdiam, tak meyangka Hani akan tersenyum. Walau hanya sebentar, senyumannya mampu membuat Gana dan yang lainnya seakan membatu.
"Waalaikumsalam!'' teriak seseorang dari arah dapur yang tak lain adalah Erna, mamanya Digo dan Hani. "Loh kok baru pulang?''
Suara langkah kaki Erna berjalan kearah ruang tamu membuat Eza semakin was-was. Ia mempersiapkan dirinya kalau-kalau orangtua Hani akan menghajarnya tiba-tiba.
Saat tiba diruang tamu, Erna menatap Hani terkejut dan langsung panik menghampirinya, ''Hani! Yaampun, sayang. Kamu kenapa?!''
"Papa! Papa!'' teriak Erna memanggil-manggil suaminya dari arah ruang tamu.
"Digo, panggil papa kamu!'' perintah Erna tak sabar.
Erna menatap anak laki-lakinya dengan kesal, "Kenapa bisa gini sih? Papa kamu bisa ngamuk sama kamu karena gak becus jagain adekmu!''
"Ini bukan salah Digo ma. Tadi siang aja Digo ditelpon Gana pas tau adek masuk rumah sakit.''
"Eh? Rumah sakit?! Lukanya parah dong kalo gitu?'' Erna semakin panik menatap luka dilengan putrinya.
"Tsk, mama. Nggak usah berlebihan deh. Cuma luka kecil kok.'' Hani berusaha menenangkan mamanya.
"Digo! Ngapain bengong? Sana panggil papa kamu!'' ulang Erna.
![](https://img.wattpad.com/cover/91774612-288-k417023.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Next to You
JugendliteraturCover by : @sixthLy Hani, manusia jutek yang jarang banget ngomong, dan pernah disangkain bisu karena terlalu irit ngomong. Kalo ada yang gangguin, dia langsung ngamuk! Gana, manusia ganteng, baik hati, keren, tinggi, disukain semua orang, anti bang...