Prelude [Mark]

1.6K 208 8
                                        

LABYRINTH©2019, influenceaurora

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LABYRINTH©2019, influenceaurora


"Bagaimana? Kau sudah tahu di mana Yeri sekarang?"

Pertanyaan itu terulas kala Mark Lee menempelkan pantatnya di sofa, di sisinya ada Huang Renjun yang duduk dengan gelisah sembari memegang sebuah notes dan ballpoint di ujung jarinya.

"Sorry, Mark. Aku tidak menyangka jika kasusmu serumit ini. Melacak keberadaan orang itu gampang, apalagi ini istrimu. Aku hanya tidak habis pikir kenapa sampai sekarang jejaknya tidak terlacak. Ponsel, paspor, dan kartu identitasnya tidak berguna sama sekali. Aku pun tidak menemukan transaksi di kartu kreditnya. Kasusmu ini abu-abu," jelas Renjun.

"Ini sudah enam tahun, Huang Renjun, dan kau belum menemukan satu petunjuk pun? Aku tidak memberimu pekerjaan ini dengan gaji yang enam digit nol, asal kautahu!" tukas pria itu dengan segenap amarah yang membuncah di ubun-ubun.

"Sorry, Mark. Untuk saat ini, aku hanya bisa menyimpulkan tiga hal. Pertama, Kim Yerim pindah kewarganegaraan. Aku sudah pernah bilang kalau aku tidak punya akses lebih untuk melacak keberadaan orang selain kewarganegaraan Republik Korea. Kedua, istrimu tidak pindah kewarganegaraan, tapi mengubah seluruh identitasnya. Aku pikir ini cukup masuk akal. Keluarganya cukup terpandang dan punya banyak relasi 'kan? Lalu yang ketiga...."

Pemuda China itu menatap Mark takut-takut. Hal ini sontak membuat amarah Mark kian menjadi-jadi, "Lalu apa, Jun?"

"Kemungkinan ketiga... Kim Yerim... udah meninggal."

Punggung Mark memberat manakala Renjun menyelesaikan kalimatnya. Pening seketika menyergapnya. Dadanya terasa sesak, rasanya seperti ia kehilangan kemampuan buat bernapas.

"Aku tahu ini terdengar mustahil. Setidaknya kalaupun semisal dia sudah meninggal, akan ada sedikit informasi tentang keberadaannya. Kita bahkan bisa tau posisi nisannya dengan surat kematian. Kau harus tetap optimis bukan opsi ketiga yang terjadi, Mark," ujar Renjun.

Pemuda Lee itu memijat pelipisnya pelan alih-alih menghambat nyeri yang menekan saraf di tengkoraknya. Rasa-rasanya ia sudah tak sanggup berpikir lebih saat ini.

"Oke, aku beri satu kesempatan terakhir, Jun. Kalau kau tidak berhasil kali ini, terpaksa aku harus mengembalikanmu ke divisi lamamu," putusnya.

Pemuda Huang itu mengempas napas kasar. Ia kecewa dengan dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa, "Aku akan berusaha lebih keras lagi, Mark."

"Kalau begitu kau boleh pergi."

Renjun bangkit dari sofa. Ia bergegas angkat kaki dari ruangan setelah terlebih dahulu memberi hormat pada atasannya.

Kini hanya ada bayangan Kim Yerim yang mengisi ruang otaknya. Enam tahun sudah Mark hidup dalam kemelud penyesalan, berusaha setengah mati untuk menemukan Kim Yerim dan memutus kesalahpahaman yang ada.

Mark benar-benar menyesal telah membiarkan wanita itu pergi meninggalkan seberkas dokumen berlabel cerai di nakas samping tempat tidur mereka di suatu pagi.

Ya, sebut saja itu suatu obsesi. Cinta adalah bagian kecil dari obsesi. Ia menjanjikan kebahagiaan, namun justru menyakiti. Ia menjanjikan seribu kata cinta, namun yang keluar justru kata benci. Kim Yerim akhirnya menyerah pada keadaan dan pergi.

Jika hati kecil bisa bersuara, Mark sungguh-sungguh ingin berteriak jika ia membutuhkan presensi Kim Yerim di sisinya.

Pintu ruangannya terbuka dan sosok gadis semampai melengang masuk, "Mark."

Pria itu mendongak lantas menemukan eksistensi sekretarisnya, Seo Herin, "Oh, Herin. Kenapa?"

Gadis itu menatap sendu raut kusut Mark, merasa sedih sekaligus iba, "Kita harus segera kembali ke Kanada. Ada agenda presentasi penting tentang produk baru di gedung utama group besok malam. Seluruh pimpinan cabang dan anak perusahaan wajib hadir."

Mark mengempas napas berat, "Oke. Aku percayakan semuanya padamu. Kalau ada hal penting, aku ada di penthouse bersama Haknyeon."

Mark bangkit dari sofa, lantas meraih jas dan memakainya. Kedua kakinya berjalan menuju pintu ruangan. Dan suara Herin menginterupsi langkahnya.

"Stay strong, Mark. Kita bakal nemuin Yeri apapun yang terjadi."

Mark menghentikan langkahnya di ambang pintu lalu menoleh pada Herin yang mengulas senyum tipis padanya.

"Certainly. Thanks, Rin," ujarnya sebelum pintu menelan presensinya.

to be continued

---



[Revised]

LabyrinthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang