[V] You'd Better (Not) Know

1K 167 33
                                        

LABYRINTH
©2018, influenceaurora

🍁-🍁-🍁-🍁-🍁

Malam semakin larut kala kedua pria itu sibuk berkutat dengan berkas di selipan jari masing-masing. Kantor cabang Paris High Style Magazine di Quebec ini kini meredup dari aktivitas para pegawai dan hanya menyisakan serangkaian lampu yang menyala di ruang utama sang Direktur. Jarum jam pun telah membidik angka sebelas sejak sepuluh menit yang lalu. Namun belum timbul selaksa niat dari keduanya untuk mengakhiri agenda mereka hari ini.

Mark Lee berkali-kali menghela napas berat sembari menggulirkan sepasang bola matanya menyusuri aksara demi aksara. Jemarinya pun ikut berkontribusi dengan memijat pelan keningnya guna meredakan rasa nyeri yang mendera serebrumnya. Terhitung sejak menyelesaikan makan malam, ia dan Huang Renjun menyibukkan diri bersama setumpuk berkas yang menggunung di sisi sofa. Mereka tampak berkonsentrasi penuh, dibuktikan dengan kerutan di kening pun pula bulir keringat yang menghiasi paras rupawan mereka.

Di sisi lain, Renjun membagi atensi pandangnya antara dokumen dengan sang Atasan. Sesungguhnya ia masih dikungkungi rasa lelah dan jenuh. Penerbangan Seoul-Quebec yang menyebrangi luasnya Lautan Pasifik begitu menguras tenaganya. Alih-alih berkelakar supaya rehat sejenak, Pemuda China itu justru membombardir diri sendiri untuk segera menyelesaikan tanggung jawabnya ini, yang tentu saja langsung mendapat persetujuan dari sang Atasan.

"Berat bukan?"

Pewaris garis Lee itu menoleh, mengalihkan atensinya dari berkas penyelidikan hasil keringat Pemuda Huang di genggamannya. Alis pria Kanada itu lantas bertaut menanggapi kuesioner ambigu yang ia dengar. Hal itu berdampak pula pada eksistensi kekehan pelan seorang Huang Renjun untuk pertama kalinya setelah ia menginjakkan sepasang tungkainya di Kanada.

"Bahkan setelah menemukannya pun, Kim Yerim masih ingin bersembunyi di balik siluetnya. Kesalahanmu pasti membuatnya trauma. Begitu, bukan?"

Mark menghela napas berat lagi untuk kesekian kalinya. Seulas senyum miris lantas terulas begitu kentara, membuat rasa sesal seolah celus di benak Renjun seketika itu juga.

Berat. Sungguh berat.

Setelah kemunculan wanita bernama Katy Acasha Kim yang tiba-tiba pun pula dipelopori banyak indikasi yang merujuk pada fakta bahwa wanita itu adalah istrinya, pria itu mulai sibuk menerka-nerka. Mark asal menebak, tapi ia juga belum secara gamblang yakin. Jikalau memang Katy adalah Yerimnya, serebrumnya masih dipenuhi tanda tanya akan implikasi nyata hasil revolusi wanita itu. Namun demikian, tak dapat Mark pungkiri bahwa ia bahagia. Ternyata setelah enam tahun berjuang mati-matian, ia masih cukup waras untuk bisa menemukan Kim Yerim, belahan jiwanya.

"Mungkin ini hukuman Tuhan untukku. Tanpa sadar, aku telah menjadi sosok yang arogan. Berani-beraninya aku menantang takdir bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan. Satu laki-laki untuk satu perempuan," jelas Mark lemas.

Imajinya berkilas balik kala di suatu pagi ia tak lagi menemukan presensi Kim Yerim di kamar mereka. Kemalasan masih mengambil kendali rangka apendikulernya. Tubuh telanjangnya terasa bugar dan lengket diwaktu yang bersamaan setelah semalaman ia bersenggama dengan istrinya. Fokusnya lantas beredar dan menemukan secarik kertas dari pengadilan mengenai permohonan gugatan cerai Kim Yerim.

Pagi itu saat kabut yang masih menampakkan diri dan mengembun di jendela, rasanya petir menyambar tanpa embel-embel angin pun hujan. Mark refleks mencarinya. Setelah memakai kembali piyamanya, sepasang tungkainya mencetus ruang tengah, dapur, kamar mandi, perpustakaan, hingga taman belakang tempat Yerim biasa menghabiskan waktunya untuk membaca. Namun istrinya tak kunjung menampakkan diri. Yerim hilang bak ditelan bumi.

LabyrinthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang