01 SasuNaru

15.6K 981 131
                                    

Prompt dari nisaa_lu 
Keyword : Ikan, darah, permen karet, kungfu panda
Genre : angst

Disclaimer : Masashi Kishimoto
Fanfiksi ini hanya sekedar latihan dan untuk kesenangan pribadi. Tidak bermaksud menjelekkan karakter asli.

Sasuke tidak suka bau anyir.

Jika membaui, hidungnya kembang kempis. Alis hitam menekuk tajam. Mata pun menyipit.

Sudah sekian lama ia menghindari bebauan anyir.

Terutama bau ikan tawar. Ikan laut bisa ditolerir. Bayangan ikan tawar bergumul di air, membuatnya jijik. Paduan muak dan mual bertandang tanpa diundang.

Sialnya Naruto, kekasihnya, sangat memuja ikan. Menyebutnya protein tertinggi, dan ikon Jepang karena bahan utama sushi. Sasuke berulang kali mengoreksi bahwasanya ia tak suka baunya saja, bukan daging. Naruto mendelik, pandangan mengadili. Sasuke curiga jika kekasihnya bersikukuh hanya karena ingin memiliki stok kelemahan dirinya.

Bau darah menempati posisi kedua. Sasuke menyalahkan hematophobia-nya--phobia darah. Turunan ayah, yang pingsan saat melihat prosesi kelahiran, membuatnya meremat impiannya menjadi dokter.

"Kau seperti wanita, banyak pantangan ini itu."

Naruto mengunyam permen karet. Tontonan 'Kungfu Panda' menyapa binar biru langit. Bergerak dalam tayangan dua dimensi, menggoda Naruto untuk menahan senyum.

Sasuke mendengus keras. "Setidaknya aku bukan posisi wanita di ranjang."

Kaki jenjang menendang tumit Sasuke. "Brengsek! Itu salahmu!" Pipi sawo matang menggembung kesal.

Sasuke mengabaikan jeritan Naruto yang menyebut dirinya dominan keparat ataupun lelaki kardus. Merasa tak diacuhkan, Naruto meniup permen karet menjadi balon.

Binar biru langit itu bergerak ke kanan-kiri. Mengamati kekasih berkulit putih yang menatap televisi. Balon permen karet pecah menutup bibir. Dikulumnya lagi, membunyikan decak kencang. "Tipemu seperti samurai haus darah. Aneh rasanya kau phobia darah. Kau tidak berbohong, kan?"

"Tidak."

"Bohong!"

"Kenapa kau tidak percaya?"

"Karena aku pernah melihatmu menatap terlalu lama korban kecelakaan jalan raya. Kau bahkan tak berkedip saat darah berkubang di sekitar mayat."

Sasuke menatap kedua mata Naruto lekat.

Ia tak membalas pembicaraan. Sasuke meraih tubuh kekasih di sampingnya. Tangan putih menelusuri pipi, turun ke leher hingga ke dada. Bisikan mendayu mengalihkan fokus. Naruto bahkan memejam mata saat Sasuke mengecup kening penuh kasih.

"Tentunya ada alasan kenapa aku phobia."

"Selain turunan?" Naruto menyamankan posisi di pelukan Sasuke.

"Selain turunan," Sasuke merangkul erat tubuh kekasih. Jeda sebentar membuat Naruto menaikkan dagu.

"Dejà vu."

Mata biru langit itu membola. "Dejà vu? Kenapa kau yakin alasannya itu?"

Sasuke mengalihkan pandangan ke arah televisi. Jujur ia tak suka arah pembicaraan ini. Seakan 'tembok' dalam dirinya sedang diserobok kekasihnya.

"Sasuke?"

Pandangan Naruto menjadi serius. Gurat tegas di wajah boyish itu membuat degup jantung bertalu. Tentu tak merubah raut wajah datar Sasuke, hanya saja pandangan Naruto cukup membuat Sasuke goyah.

Sasuke menelusup ke sisi wajah Naruto. Mencoba mengabaikan perasaan senang akan kekhawatiran kekasih.

"Berkali-kali aku melihat bayangan darah di pandanganku. Ada sosok seperti Itachi yang tersenyum sambil menempelkan dua jari di dahiku. Ada pria tua yang tubuhnya meledak. Beberapa kali sosok Sakura yang menangis sedu sedan. Mayat tak kukenal bergelimpangan. Lebih lagi..."

Sasuke mengulum bibir. Lidahnya kelu, tak bisa melanjutkan kata.

"Kumohon cerita padaku Sasuke." Naruto seakan mengetahui keraguan dirinya. Lengan sawo matang mengalungi dadanya. Sesekali telapak tangan mengusap punggung, mencoba memberikan dukungan.

Sasuke memejamkan mata. Turut menelungkup tubuh kekasihnya.

"Hal yang sering kulihat... adalah sosokmu yang menangis, memuntahkan darah, ataupun terluka parah. Wajahmu tak pernah terlihat bahagia. Kau hanya tersenyum pahit, juga bermuka murung. Darah berceceran, tangan bernoda darah. Bahkan bayangan itu semakin terasa nyata, saat bau besi menyebar. Tak pelak juga, pemikiran senang dan tertantang menggerogoti ingatanku. Senang bisa melukaimu, tertantang untuk membuatmu mati di depanku." Sasuke menggeleng cepat. Ia merengkuh tubuh kekasihnya semakin erat.

Semua yang ia gambarkan, masuk ke dalam teritorialnya. Perlahan tapi pasti ia mulai hilang kendali. Tubuhnya gemetar, matanya memanas.

"Tapi itu semua hanya bayangan, bukan?" Naruto melepas pelukan, menatap kedua mata Sasuke tajam.

Sasuke balik memicingkan matanya. "Sudah kubilang itu bukan hanya bayang--"

"Kak Itachi ada di New York. Sakura baru meneleponku. Kau juga berada di apartemen milik kita, dengan kondisi sehat. Dan aku..." Naruto menepuk dadanya keras.

"Uzumaki Naruto masih ada di hadapanmu tanpa luka sedikit pun."

Sasuke tertegun.

Ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari gerak gerik kekasih. Seakan dunia Sasuke menyatu dengan dunia Naruto.

Semua bayangan aneh menghilang dalam satu hembusan, membuat mata hitam arang melebar.

Imajiner penuh darah, mayat dan air mata bergantikan dengan sosok kekasih yang bercahaya membelakangi sinar mentari. Mata birunya menghipnotis. Tak sekali dua kali Sasuke tertelan di ombak binar biru itu. Hanya saja, hari ini terasa lebih menggulung-gulung pemikiran buruknya.

Aah, tak disangkalnya jika ia telah cinta mati kepada kekasihnya.

Bibir tipis Sasuke terangkat. "Hah. Aku memang tak bisa menang dari ceramah positifmu."

"Apa maksud ceramah positif itu, hah! Lelaki kardus!" jerit Naruto tak terima.

Sasuke terkekeh geli. Sejak kapan Uchiha sepertinya tenggelam dalam imaji belaka?

Jangan bercanda.

Sasuke memandang kekasihnya yang masih menyebut rentetan panggilan unik untuknya. Tak sungkan, Sasuke pun menubruk tubuh Naruto hingga terjungkal.

Ia melingkup tubuh kekasihnya di bawah kungkungannya. Wajah Naruto berkerut heran. Jemari Sasuke disatukan dengan telapak tangan Naruto. Kaki berbalut celana hitam menekan selangkangan Naruto hingga mata biru reflek terpejam.

Ia memang kalah dari jurus omongan kekasihnya. Tapi ia tak kalah untuk urusan ranjang.

"Kau membuat berahiku naik. Kau sengaja menantangku ya, Usuratonkachi?" ejek Sasuke kekanakan.

Naruto berteriak tak terima. Namun jeritannya tenggelam dalam ciuman dalam.

Selanjutnya hanya desahan dan geraman yang terdengar dari apartemen bernomor tiga puluh tujuh. Kadang teriakan meminta terdengar samar. Diiringi bunyi tepukan dan tamparan mengalihkan pandangan penghuni yang lewat.

Sejak hari itu, Uchiha Sasuke tidak berjengit saat membaui aroma anyir. Bayangan aneh tak dilihatnya lagi.

Hanya satu bayangan yang tak pernah menghilang dari ingatan.

Bayangan senyum kasih dari sang tambatan hati.

End.

A/N :
Latihan menulis berpatokan prompt. Maksudnya sih ngilangin WB. Tapi malah ninggalin dedlen /nangos

Makasih banyak buat yang sudah baca ff di cerita ini. Ditunggu saran dan kritik. Semua chapter oneshot atau twoshot. Kalau mau memberikan prompt juga silakan. Jika menarik bisa saya buat cerita 💪💪💪 contoh promptnya seperti di atas ya mwehehe

Kutak KatikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang