2

0 2 0
                                    


VIN'S POV

"bilang aja lo belom nikah. Gampang kan? Lagian walaupun pernikahan kita sah, tapi nggak ada pers manapun yang ngeliput kan. Jadi nggak masalah", kata Vio menolak. "saya mau kamu ikut. T I T I K", kataku sambil menginjak pedal gasnya dan melaju kencang. "terserah lo deh! Cepet mati kalo gini caranya gue", katanya kesal sambil memandang ke luar jendela. Entah kenapa aku menjadi kekanakkan jika bersamanya. Menyenangkan.

"cepat turun. Saya sudah pilihkan beberapa gaun", kataku. Vio hanya menurut dan turun dari mobil. Aku menunggu di depan tirai besar yang ada di hadapanku. Tak lama, tirai itu terbuka. Vio mengenakan dress panjang tanpa lengan berwarna merah darah dan meng-ekspos punggung mulusnya. "seriously? Ini baju kekurangan bahan apa gimana sih? Lo gak liat punggung gue keliatan semua? Lo kira gue sundel bolong?", kata-katanya menyadarkanku dari lamunan aneh.

Ah, ini terlalu terbuka. "ganti", kataku. Kemudian pelayan menutup tirainya kembali. Tak lama, Vio pun keluar. Gaun berwarna peach selutut dengan bahu terbuka. 'hmm, beautiful', batinku. "it's suit you. I'll take it", kataku tak dapat dibantah. "god! Can you ask my opinion, sir?", tanyanya sarkastik kemudian masuk kembali ke dalam tirai. Kedua ujung bibirku tertarik ke atas.

"gue pake sepatu kets aja ya, Vin. Pegel kaki gue pake heels", katanya sambil melempar tasnya ke atas sofa. Dasar. "no", jawabku. "gilak, bunuh gue Vin, bunuuuhhh!!", teriaknya sambil berlari ke lantai atas. "Vio, tas mu!", teriakku. "bodo!", balasnya dengan berteriak juga.

Kami memang tidur terpisah. Lantai dasar milikkku dan lantai atas miliknya. Aku memang suka bekerja dengan keadaan yang tenang dan hening. Dan kalian tahu sendiri betapa berisiknya Vio. Apalagi kalau sudah di depan laptop menonton film atau apalah, aku tidak mengerti, ramainya seperti sedang ada di tempat judi.

Aku membersihkan badanku dengan air hangat dan memakai tuxedo yang ku beli bersamaan dengan gaun milik Vio. Merapikan rambutku dan memasang cepat dasiku. "Vio! Cepat!", teriakku sambil mengancingkan jasku. "iya sabaarr!", jawabnya. Beberapa menit kemudian Vio pun turun.

She's so beautiful. Gaun yang ia kenakan menempel indah di tubuhnya yang tinggi, rambutnya ia gulung ke atas dan meninggalkan juntaian rambut tipis. Make up yang natural dan heels dengan warna senada. "halo pak! Masih sadar?", aku berkedip karena kibasan tangan Vio. Sejak kapan dia di depanku?

"ayo berangkat", kataku kemudian berjalan meninggalkannya. "mampus, baru jalan ke depan rumah aja, kaki gue uda enek make ni sepatu", katanya setelah duduk manis disampingku. "satu hal yang perlu kamu ingat. Kamu adalah istriku, bersikaplah anggun dan berkelas", kataku menatapnya lekat. "iya. Ngerti gue. Kalo lo malu, terus lo nyereiin gue, nggak kuliah dong gue", jawabnya cepat. Aku menatapnya tajam. "apa? Emang bener kan?", katanya setelah merasa risih dengan tatapanku.

VIOLET'S POV

Wow. Pesta ini bener-bener amajing. Biasanya cuman aku liat di drama. Sekarang? Aku pemeran utamanya. Cielah. Aku memandang sekeliling dan terkejutlah aku karena Vin menggenggam tanganku. "disana ada kolega saya dari New York. Kita sapa mereka", bisiknya sambil sedikit menarikku. Aku baru sadar bahwa tanganku benar-benar kecil. Ckck. Dan tangan Vin itu.........hangat.

"hello, Mr. Alexandre. Are you enjoy the party tonight?", tanya Vin. "yes, iam. Who is this?", tanyanya sambil menunjuk ke arahku sambil tersenyum. "oh, i forgot about her. She's my wife", jawab Vin senang atau pura-pura senang. Entahlah. Aku melepaskan tangan Vin dan mengulurkan tanganku. "hello, iam Violet. Nice to see you", kataku ramah. "hai, iam Alexandre. Nice to see you too. You're so beautiful with that dress", katanya memujika. "thank you. It's suits you too", kataku sambil menunjuk tuxedonya. "alright, enjoy the party. Excuse me", kata Vin kemudian menggenggam tanganku lagi.

Am I Right?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang