16

14 2 0
                                    


AUTHOR'S POV

Semua orang sudah tau tentang kehamilan Vio sekarang. Vin juga semakin protektif dengan Vio. Vio selalu bersyukur karena banyak yang melindunginya. Minggu lalu, Cintya sudah berangkat ke Korea Selatan tapi tak pernah sehari pun Cintya lupa menghubungi Vio. Sesekali Vio datang menemui Audy dan belajar memotret dengan Tim untuk menghilangkan rasa bosannya.

Beberapa kali juga Vin menuruti permintaan Vio untuk jalan-jalan. Entah hanya bersepeda di sore hari, menonton film di bioskop, makan malam di restoran dan pernah sekali Vio mengajak Vin ke rumah hantu. Karena permintaannya itu, Vio jadi tahu bahwa Vin benar-benar penakut.

Vin selalu memperhatikan asupan untuk Vio sehingga perutnya mulai membesar sekarang. Kandungannya memasuki 8 bulan dan betapa sedihnya Vio setelah mendengar Vin harus terbang ke Inggris untuk mengurus bisnisnya. Pekerjaannya memang tidak bisa di wakilkan dan Vio mengerti itu.

"kamu harus pergi besok pagi ya?", tanya Vio sambil memeluk Vin yang sedang mengepak pakaiannya. "iya, honey. Harus. Aku selesaikan pekerjaanku dengan cepat dan segera pulang", jawab Vin menenangkan Vio. "aku ngerti. Tapi yang buat aku kesel adalah kenapa sekarang. Kenapa disaat aku akan melahirkan", kata Vio. Vin melepaskan pelukannya.

"kalo memungkinkan, harusnya kamu ikut. Tapi aku tak mau mengambil risiko. So, wish me luck and kiss me", kata Vin sambil mensejajarkan wajahnya dengan wajah Vio. Vio mengecup bibirnya pelan dan Vin membuka matanya. "i love you", katanya sambil memeluk Vio.

VIN'S POV

Pagi ini, aku berangkat ke Inggris. Klien ku memintaku untuk menemuinya langsung disana. Aku ingin menolak tapi bagaimana. Semua kulakukan untuk mom and dad. Jadi aku memang harus meninggalkan Vio untuk sementara waktu.

Disinilah aku sekarang. Di bandara. Vio memelukku lama tanpa bicara sepatah kata pun. "smile please", kataku setelah ia melepaskan pelukannya. Terlihat sekali kalau dia kecewa. Lalu ia tersenyum tipis. Aku mengecup dahinya, kedua matanya, kedua pipinya dan berakhir di bibir lembutnya. I will miss it.

"be careful", katanya sambil tersenyum. Aku hanya membalas senyumannya dan berjalan menjauhinya. Aku melambaikan tangan padanya dan masuk ke dalam pesawat. Aku mengirim emot peluk pada Vio sebelum pesawatku take off kemudian mematikan ponselku.

Aku melihat keluar jendela. Tak lama, ada seorang pramugari mengisyaratkan untuk menggunakan sabuk pengaman dan aku melakukan instruksinya. Setelah beberapa jam terbang, kulihat cuaca sedang tak baik hari ini. Aku berdoa semoga Tuhan masih melindungiku dan mengizinkanku kembali pada Vio.

VIOLET'S POV

Sudah beberapa jam Vin terbang. Perasaanku menjadi aneh. Aku terus memikirkan Vin. Semoga ia baik-baik saja. Lalu aku memutuskan untuk menonton TV. Aku berharap TV bisa mengalihkan perhatianku sejenak. Aku menekan remote TV dan duduk di sofa dengan nyaman sampai aku melihat berita.

'pesawat Re-lines yang terbang menuju Inggris mengalami kecelakaan dan terjatuh. Semua penumpang dinyatakan hilang. Dan sekarang ini tim penyelamat sedang mencari keberadaan para penumpang. Berikut daftar penumpang Pesawat Re-lines', kata pembawa acara dan kemudian muncul daftar ratusan penumpang.

"Vin Zellez", kataku lirih. Bagai disambar petir. Air mataku mulai menggenang. Aku mencari ponselku dan ku dial nomor Audy. "kak, apa kakak liat beritanya?", tanyaku dengan suara serak. 'jangan kemana-mana. Kakak kesana sekarang', sepertinya Audy sudah lihat beritanya.

Badanku lemas sekali rasanya. Aku tak bisa menangis. Aku bersandar di punggung sofa. Membayangkan hari-hariku bersama Vin. Seharusnya aku melarangnya pergi tadi. Seharusnya aku merengek agar dia tidak pergi tadi. Seharusnya aku pura-pura tidak mengerti tentang pekerjaannya. Seharusnya aku egois untuk menahannya tetap disini bersamaku.

"Vio!", panggil Audy sambil berjongkok di hadapanku. "kak. Vin ada di daftar tadi. Yang ku lihat di TV tadi", kataku lirih dengan tatapan kosong. Aku tak tahu harus apa sekarang. "Vio! Dengarkan aku. Menangislah, aku mohon. Aku tidak akan pergi. Kakak akan disini. Vio! Menangislah!", teriaknya.

Aku menatapnya datar. "apa yang harus aku lakukan?", tanyaku padanya. Sungguh aku tak tahu apa yang harus ku lakukan sekarang. "menangislah. Aku tak bisa melihatmu seperti ini lagi", jawabnya cepat. "bahkan aku tidak bisa menangis", kataku lalu gelap.

"Vin!", panggilku. "iya, sayang. Kenapa? Kok muka kamu panik gitu", balas Vin yang membuatku lega. "aku hanya mimpi buruk", jawabku sambil tersenyum kecil. "benarkah? Sebaiknya kamu bangun sekarang", katanya sambil mengelus rambutku pelan.

AUTHOR'S POV

Vio membuka matanya pelan. Ia mengedarkan pandangannya. "dimana Vin?", tanyanya setelah melihat Audy dan Tim yang berada di sebelahnya. "orang tua Vin sedang ada di pesawat. Mereka akan kesini", jawab Audy. "dimana Vin?", tanya Vio lagi tak menghiraukan perkataan Audy. Vio berusaha untuk duduk walaupun rasanya sangat susah. Audy dan Tim hanya diam. Tak sanggup menjawab pertanyaan Vio.

"dimana Vin?!", teriak Vio yang mulai menitikkan air matanya. "kak Putri. Tolong jawab aku. Dimana Vin?", tanya Vio menatap Audy lekat. Matanya memerah, menahan tangis. "kamu tahu apa jawabannya. Dan sekarang aku mohon, menangislah. Jangan menahannya! Di dalam sana akan semakin rusak nanti!", kata Audy sedikt meninggi yang juga tak bisa menahan air matanya.

"kembalikan dia padaku kak. Aku akan menjadi istri yang baik buatnya. Aku tidak akan melakukan hal-hal yang tidak dia suka. Aku akan menurutinya. Aku tidak akan mengajaknya ke rumah hantu lagi. Aku ingin bersepeda dengannya setiap hari. Tapi tolong, tolong kembalikan dia padaku kak. Tolong", teriak Vio sambil memegangi dadanya yang sesak.

Audy memeluk adiknya yang sedang kacau itu. Tim memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat betapa rapuhnya Vio sekarang. "menangislah, kakak nggak akan meninggalkan kamu", kata Audy sambil menepuk-nepuk punggung Vio pelan.

"bagaimana keadaan Vio dan bayinya?", tanya Diana panik pada Audy. "bayinya tidak apa-apa. Hanya saja Vio sangat kacau sekali", jelas Audy sambil menunjukkan jalan menuju ruangan Vio. Vio dengan wajah pucatnya sedah tertidur pulas. "dokter memberikannya obat tidur agar dia bisa istirahat", jelas Audy lagi.

Diana duduk di sebelah Vio dan menggenggam tangannya. Tentu ia sama terpuruknya dengan Vio. Anak semata wayang nya menghilang dan tak tahu pakah ia masih hidup atau tidak. Walaupun begitu, Diana berpikir ia harus menyelamatkan menantu dan juga cucunya. Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri jika mereka berdua juga terluka.

"cepat temukan. Kerahkan semua kru yang kamu miliki", kata Andrew di telepon kemudian memutus sambungannya. "terimakasih atas bantuanmu, Audy. Dan kamu pasti Tim. Terimakasih. Kalian bisa pulang untuk membersihkan diri. Kami akan menjaga Vio disini", katanya pada Audy dan Tim. "baiklah, dad. Kami pulang dulu. Kami akan kemari lagi nanti", kata Audy. Kemudian mereka berdua pergi.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

kok aku sedih ya gaes ;( kenapa jugaa Vin kudu naik pesawat. pas Vio hamil pula ;( kita berdoa semoga Vin nggak kenapa-napa dan mereka bisa berbahagia lagii. like and comment -salam Allo-

Am I Right?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang