5

20 2 0
                                    


VIOLET'S POV

Aw, tanganku sakit sekali. Aku melihat Vin menarik Audy keluar. Sepertinya mereka sangat saling mengenal. Aku mendial nomor Cintya.

'apaan sih lo malem-malem gini telpon gue?', tanyanya. Sepertinya aku mengganggu jam tidurnya.

"gue nginep rumah lo ya", kataku lemah.

'lo kenapa?! Sakit?!', nada suara nya meninggi seketika. Aku tahu dia khawatir padaku.

"uda ntar gue ceritain di rumah", jawabku singkat.

'lo dimana? Gue jemput', katanya. Terdengar seperti ia segera beranjak dari tempat tidur.

"nggak usah. Lo tunggu di rumah aja. Gue naik taksi", kataku lalu menutup telponnya. Aku memesan sebuah taksi dan segera bergegas ke rumah Cintya. Entah apa yang aku rasakan sekarang. Aku bingung. Aku tidak ingin menangis. Aku hanya tidak ingin bicara. Butuh waktu 30 menit untuk sampai di rumah Cintya. Aku melihat tanganku dan bagus, Vin meninggalkan memar di tanganku. Sialan!

Aku memencet bel dan tak perlu menunggu waktu lama, Cintya langsung membukakan pintu. "nying, lo pucet banget!", katanya panik sambil menggandengku ke kamarnya. "lo mau makan sesuatu? Bubur? Atau teh anget? Atau apapun?", tanyanya lagi. Dasar berisik!. "gue mau tidur aja deh. Gue cerita ke lo besok aja", kataku pelan sambil bersiap tidur.

"yauda deh. Lo tidur aja. Besok juga sekolah kan", katanya hendak meninggalkanku. "ting!", panggilku. "ya?", sahutnya di ambang pintu. "kalo Vin kesini, bilang gue nggak ada. Atau apalah. Terserah lo. Yang penting gue nggak mau ketemu dia dulu", kataku kemudian memejamkan mata. "okay", aku mendengar jawabannya kemudian sunyi.

AUTHOR'S POV

"eh, iya. Ada apa?", tanya Cintya basa-basi. "Vio disini kan?", tanya Vin panik. "iya, Vio disini. Dia bilang ke gue kalo dia nggak mau ketemu lo dulu", jawab Cintya. "saya harus ketemu dia sekarang", kata Vin bersikeras. "be calm, dude. Vio ngomong kek gitu dari mulutnya, tapi gue tau dia butuh lo sekarang. Karena gue temen yang baik, jadi silakan masuk. Mumpung nyokap sama bokap gue lagi pergi", kata Cintya mempersilakan Vin masuk.

"thanks. Dimana Vio?", tanya Vin setelah masuk ke dalam rumah. "di kamar gue. Lo naik aja terus belok kiri. Di pintu ada tulisan nama gue. Pelan-pelan ya, Vio uda tidur soalnya", jawab Cintya sambil tersenyum kecil. "thank you", kata Vin segera bergegas ke kamar Cintya. "oke, Cintya. Besok lo akan jadi tuli gegara celotehan Viooo", kata Cintya sambil berjalan menuju kamar orang tuanya.

Vin membuka pintu dengan hati-hati. Ia melangkah pelan. Menatap Vio yang tertidur dalam keadaan meringkuk. Vin semakin mendekat dan duduk di pinggi tempat tidur. Wajahnya pucat sekali dan Vin melihat tangannya yang membiru. "kenapa aku membuatnya jadi seperti ini?", kata Vin pelan sambil mengusap bagian tangannya yang lebam.

Vin memegang dahi Vio dan ternyata ia demam. Vin mengambil handuk yang ada di lemari dan mengambil baskom berisi air dingin. Vin membuat Vio tidur terlentang dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia melakukannya dengan hati-hati agar Vio tidak terbangun. Ia merendam handuk, memerasnya dan meletakkannya di dahi Vio. Ia melakukannya berjam-jam dan akhirnya tertidur di samping Vio dalam keadaan terduduk.

VIO'S POV

Argh, kepalaku pusing sekali. Aku mencoba membuka mataku pelan-pelan. Aku merasakan ada sesuatu di dahiku. Aku meraihnya dan mendapati itu sebuah handuk. Aku menoleh ke samping kanan dan boom, it's him. Dasar sinting! Uda di bilang jangan kasih tau, teteeepp aja dikasih tau!.

Am I Right?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang