14

20 2 0
                                    


VIOLET'S POV

Audy memelukku erat. Pelukannya tak asing. "kak Putri?", panggilku pelan sambil menariknya agar aku bisa melihat wajahnya. Ia hanya menangis tersedu-sedu dan memelukku kembali. "long time no see, Dena. I'm so sorry left you many years ago", katanya akhirnya. Perasaanku campur aduk. Audy? She's my sister that left me? Seriously?

"kak Putri? Beneran?", tanyaku sambil memegangi bahunya dengan kedua tanganku. Ia hanya mengangguk dengan banyak air mata di wajahnya. "are you sure?", tanyaku lagi sambil mengusap air matanya. Lagi-lagi ia hanya mengangguk. Kemudian aku memeluknya erat. "why did you leave me? Explain with a logic reason", kataku hampir menangis.

"i will explain it. I promise", katanya sambil mengelus rambutku lembut. "ah kamu sudah sebesar ini. Sepertinya aku semakin tua", sambungnya menghilangkan suasana sedih di ruangan ini. Aku hanya tersenyum mendengarnya. "aku berdoa setiap malam agar bisa bertemu dengan mu lagi. Tak ku sangka kita akan bertemu setelah 12 tahun lamanya", kata Audy sambil menyentuh wajahku sambil tersenyum.

Setelah sesi mengharukanku dengan kak Putri. Ah bukan, Audy, dia yang menyuruhku tetap memanggil Audy jika dihadapan banyak orang. Jika hanya kami berdua, tentu aku akan memangilnya kak Putri. Audy bersikeras menyuruhku tinggal di rumahnya. Tentu aku menolak karena aku punya suami kan dan begitu pula dia. Kami masih bisa sering bertemu tapi tidak untuk satu rumah karena kami punya kewajiban masing-masing sekarang. Aku masih penasaran dengan penjelasannya, akan kutunggu sampai dia menceritakan semuanya padaku.

"Vio", panggil Vin. "aku di belakang", teriakku. Aku sedang masak mie goreng karena kelaparan dan males buat makanan yang ribet. "Audy kakakmu?", tanya Vin kaget sambil menarikku untuk menghadapnya. "iya. Aku juga baru tahu tadi siang. Gara-gara kalung ini", jawabku sambil menunjukkan kalungku. "kenapa bisa?", tanyanya. Pertanyaan macam apa itu. "aku juga tidak tahu", jawabku sekenanya.

"kenapa bisa kebetulan sekali", katanya. "ini bukan kebetulan. Tapi takdir", kataku sambil tersenyum kecil lalu kembali fokus dengan mie ku. "apa kamu mau?", tanyaku. Vin berjalan menuju lemari es dan membukanya. "hhuuuueeeekkk", teriaknya kemudian berlari menuju kamar mandi. Kenapa dia?. Aku mematikan kompornya dan mengekori Vin.

"Vin, are you okay?", tanyaku sambil mengetuk pintu kamar mandi. Terdengar suara air yang dimatikan dan tak lama Vin pun keluar. "kamu kenapa? Demam?", tanyaku sambil menyentuh dahinya. Nggak panas kok. "sejak kapan kamu mual-mual gini?", tanyaku. "sejak beberapa hari ini. Setiap makanan yang tercium olehku, membuatku mual", jawabnya sambil berjalan menuju tempat tidur dan merebahkan tubuhnya.

"kamu mandi dulu deh. Pake air anget, abis itu tidur. Besok kita ke dokter", kataku lalu mengecup pipinya pelan. Ah, aku lupa kalo aku kelaparan. Kemudian aku memakan mie yang sudah matang tadi. It's delicious.

AUTHOR'S POV

Keesokan harinya, mereka pergi ke Rumah Sakit. "suami saya sakit apa dok?", tanya Vio setelah melihat Vin diperiksa. "tidak ada yang salah dari tubuh tuan Vin", jawab sang dokter ramah. "bagaimana mungkin? Saya tidak nafsu makan beberapa hari ini. Hidung saya juga peka terhadap bau-bau menyengat yang membuat saya mual", tanggap Vin cepat. "beberapa kali saya menemui pasien dengan keluhan yang sama. Saya sarankan nyonya Violet periksa ke dokter kandungan", jelas dokter itu sambil melihat Vio.

"dokter kandungan? Maksutnya dok? Hubungannya sama penyakit suami saya apa?", tanya Vio berturut-turut. "untuk memperjelas pernyataan saya, sebaiknya langsung bertanya dengan dokter kandungan", jawab sang dokter santai dengan senyum yang tetap ramah. "baiklah kalau begitu. Kami permisi. Terimakasih dok", kata Vin lalu menggenggam tangan Vio dan menuju Rumah Sakit Kandungan dan Anak.

"selamat, tuan Vin dan nyonya Vio. Kandungan nya sudah menginjak 5 bulan", kata sang dokter berparas cantik itu dengan senyuman yang membuat Vin dan Vio cengo. "h-hamil?", tanya Vio terbata. "iya, nyonya Vio sedang hamil. Beberapa pasien yang saya tangani kasusnya sama seperti anda. Yang mengalami ngidam dan morning sick bukan istrinya melainkan suaminya", jawab sang dokter.

"biasanya terjadi saat usia kandungan 4 atau 5 bulan. Wajar jika anda terkejut tentang kehamilan anda, karena anda pun tidak merasakan keganjalan yang ada di tubuh anda", sambungnya menjelaskan. Vio hanya mengangguk dan masih bingung dengan apa yang terjadi dengannya. Vin juga terdiam.

"tapi kenapa perut saya juga tidak membesar? Setau saya usia kandungan 5 bulan seharusnya sudah membuat sedikit 'tanda' di tubuh saya", tanya Vio lagi. "biasanya itu tergantung dengan asupan makanan yang anda makan dan tingkat kestresan anda. Kita bisa lakukan USG untuk hasil yang lebih valid", jawabnya lagi.

'kalau usia kandunganku 5 bulan, berarti sebelum aku ujian. Mungkinkah perutku tidak membesar karena pola makanku yang sembarangan ditambah lagi aku Ujian Nasional waktu itu?', batin Vio saat di USG.

"syukurlah, walaupun janin nya masih kecil tetapi janinnya sehat dan kuat. Setelah ini saya akan beri vitamin dan saya sarankan anda untuk memakan buah dan sayuran. Jangan terlalu banyak makan makanan yang berminyak. Dan banyak-banyaklah minum air putih", jelas sang dokter sambil menuliskan resep untuk Vio.

"dan untuk Tuan Vin. Jaga selalu istri anda dan kontrol selalu emosinya agar tidak terlalu stres dan lelah", sambungnya sambil memberikan secarik kertas resep pada Vin yang masih menutup rapat mulutnya. "terimakasih dok", kata mereka lalu keluar ruangan dan mengambil vitamin yang sudah di resepkan untuk Vio tadi.

Am I Right?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang