ALVIN
"Lo yakin bisa tanggung jawab ? Gue gak mau nanggung beban ini sendiri nanti Al"
"Iya gue pasti bakalan tanggung jawab ke lo Dik"
Tenang, Randika minta pertanggung jawaban gue bukan karna gue hamilin kok. Jadi, setelah ketemu sama nyokapnya Randika kemaren, gue akhirnya ngomong ke Ayah buat bantuin hubungan gue sama Randika. Dan Ayah mau. Jadi hari ini rencananya gue sama Randika, Ayah, Zee sama Naufal bakalan pergi ke rumah Randika. Nah, Randika minta gue tanggung jawab seandainya nyokap dia marah ke dia.
3 jam perjalanan di mobil dengan pantat gue yang mati rasa, akhirnya kita sampe juga di rumah Randika dengan selamat. Daerah rumah Randika berada sangat jauh dari hiruk pikuk perkotaan, suasananya masih sangat khas pedesaan. Pohon-pohon hijau berdiri kokoh di pinggir jalan, belum lagi kebun teh yang menghiasi suasana sejuk di desa ini. Tapi jangan bayangkan rumah pedesaan milik Randika itu rumah kayu reot yang bahkan gak pantas untuk dihuni. Rumah Randika cukup megah untuk ukuran orang desa, Rumahnya dicat warna putih yang memberikan kesan elegan pada rumahnya, belum lagi taman yang cukup luas yang menghiasi rumahnya begitu indah dipandang.
Sudah cukup perkenalan rumah Randika. Kami membawa masuk barang-barang bawaan kami, ---kami berencana menginap 3 hari di sini kalau gak diusir duluan sama Bundanya Randika--- dan gak lupa sogokan brownies 5 kotak yang kali aja bisa bikin bundanya luluh.
"Eh Randika, kok pulang ?" Sapa seorang perempuan cantik dengan wajah terkejut yang tampangnya sumpah mirip banget sama Randika, dan gue yakin ini kakaknya karna mukanya keliatan lebih tua dari Randika.
"Jahat banget sih lo Kak Raya, adeknya pulang juga malah kaget gitu." Ucap Randika malas
Perempuan yang benar adalah kakaknya itu menatap bingung ke arah gue dan keluarga gue
"Oh iya, Kenalin nih coach gue namanya coach Erick sama Istrinya Tante Renisa, terus itu Alvin... pac-- temen gue" sambung Randika. Sakit coy cuma dianggap temen, gak papa gue tau dia belum siap kenalin gue.
"Terus itu ada--"
"ZEEEEE!!!!" pekik kakaknya sebelum Randika kenalin adek gue yang baru masuk dari pintu
"KAK RAYAAAA!!!" Mereka berdua pun akhirnya berpelukan sambil teriak girang. Ya gue lupa dengan fakta kalo adek gue lebih duluan kenal keluarga ini karna dia sahabat Randika.
"Mana Nyokap lo?" Bisik gue di telinga Randika.
"Bentar" Randika lalu melenggang pergi ninggalin gue, mungkin dia mau manggil Bundanya.
Gak lama kemudian dia keluar dari balik dapur bareng Bundanya dan seorang pria berkumis tebal dengan tatapan yang horror banget. Gue gak tau itu siapa, tapi seketika sekujur tubuh gue kaku dan keringat gue udah mengucur deras di dahi gue.
"Halo Alvin, wah seneng banget deh kamu main ke sini. Maaf ya kami tinggalnya di Desa" ujar mama calon mertua ke gue.
"Ha-lo Tante, ng-gak kok, te-mpat-nya e-nak Ta-nte" jawab gue gagap.
Lalu sosok berkumis tadi natap ke arah gue dan kemudian tersenyum. Gue kaget parah, baru sekali ini gue disenyumin bukannya luluh malah pengen kencing di celana. Dia siapa sih, please jangan bilang dia bokapnya Randika! Bisa mati berdiri gue kalo dia bokapnya.
"Oh iya, kenalin ini om-nya Randika. Namanya om Amar." Seru Bunda Randika seolah bisa membaca raut wajah gue yang bertanya-tanya, syukur deh kalo cuma om nya.
Sebenarnya gue bingung di mana bokap Randika. Dia gak pernah sekalipun cerita soal bokapnya, dan lagi di rumah ini gak ada satu pun foto sosok ayah. Gue gak enak mau nanya, takutnya dia sama kaya gue, kalo gue kehilangan nyokap mungkin dia-- ah gue gak boleh mikir gitu, kali aja bokapnya lagi gak di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Am Wrong ✔
Humor[COMPLETED] ‼️BxB, nsfw, harsh word‼️ Randika adalah seorang siswa baru di asrama khusus atlet. Berkat bakat pesepak bola yang dimilikinya, ia bisa tinggal di asrama idamannya itu. Namun, ekspetasinya tentang keseruan tinggal di asrama hilang ketik...
