-PROLOG-

27.1K 1.5K 81
                                    

"Plak! aduh." Gue mendaratkan satu tamparan ke pipi gue sendiri, meyakinkan kalau ini bukan mimpi, dan meyakinkan kalau mimpi gue bener-bener jadi nyata.

"Bukan mimpi anjir!" Gue senyum dengan perasaan bangga. Kemudian perlahan melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung. Langkah kaki gue terasa begitu ringan memasuki gedung ini. Rasanya semua keinginan gue selama ini terbayarkan.

Setelah dari dulu cuma mimpi bisa masuk sekolah khusus Atlet, akhirnya sekarang gue bener-bener bagian dari mereka. Berkat prestasi sepak bola gue yang meningkat tiap tahun, akhirnya gue memenuhi persyaratan untuk bisa sekolah di sini.

Di sini nantinya gue akan satu tim dengan pemain dari kota-kota lain untuk menjadi tim inti provinsi. Jujur aja, hari ini pertama kalinya gue bakalan ketemu mereka. Gue semangat dan penasaran dengan pemain-pemain yang akan setim sama gue. Oh iya, dari kota gue sendiri, gue lolos sama sohib gue, Dito namanya.

Tapakan kaki gue berhenti di anak tangga terakhir di lantai lima. Ada sebuah lobi yang tertera khusus olahraga sepak bola. Di sana sudah berkumpul deretan pemain-pemain yang akan satu tim sama gue. Kenapa gue tau? Karna udah ada datanya. Dan berdasarkan data yang gue baca, gue pemain termuda loh. Meski ada Dito yang seangkatan sama gue, tapi dia lebih tua setahun. Telat sekolah katanya.

"Oke, karna semua pemain sudah lengkap, saya mau bagi partner sekamarnya. Satu kamar berdua, ya." Seru coach Erick setelah memastikan kebenaran data. Coach Erick ini, adalah pelatih kepala tim kami nantinya.

"Gue kira bisa milih sendiri. Padahal gue udah booking lo." Bisik Dito di telinga gue.

"Eh sialan! Lo pikir gue gigolo main booking-booking ?" Gue memicingkan mata ke arah Dito yang hanya di balas kekehan.

Tapi kalo boleh jujur, Dito bener sih. Soalnya gue emang pengennya sekamar sama dia. Kenapa? Soalnya gue rada pemalu gitu. Jadi pasti canggung banget kalo sekamar sama orang lain. Nah, Coach Erick jelasin, tujuan dia yang milihin partnernya yang beda kota itu biar chemistry kita dapet.

Satu persatu kamar telah diisi oleh dua orang yang disebutkan oleh Coach Erick, sampai akhirnya hanya tersisa empat orang. Termasuk gue dan Dito.

"Dito satu kamar dengan Gino." Akhirnya giliran Dito pun datang. Dia melambai najis ke arah gue, kemudian narik partnernya masuk kamar. Well, Dito emang gak tahu malu.

"Terakhir Randika dan Alvin. Kalian sekamar." Gue melirik cowok tinggi di samping coach Erick. Ternyata dia temen sekamar gue. Gue senyumin cowok yang namanya Alvin itu. And you know what? Dia acuhin gue dengan muka sangarnya itu. Bangsat!

Setelah diberikan kunci kamar, gue dan Alvin melangkahkan kaki menuju kamar kami. Dia jalannya santai banget, soalnya cuma bawa satu tas ransel. Sedangkan gue ribet banget. Tas ransel di punggung dan tas tenteng di kedua tangan. Oh jangan lupa sling bag gue. Ya maklum lah, gue kan dari luar kota, jadi segala barang gue bawa.

Jujur aja gue kesusahan bawa barang-barang ini. Bukannya gue gak kuat, tapi ini beneran berat. Tas ransel gue isinya paling banyak. Otot-otot cantik gue pun gak bisa menopang.

"BRAKK." Tau-tau gue jatuh. Badan gue oleng karna kesandung tali sepatu sendiri.
Di depan gue Alvin cuma liatin gue yang udah nyium lantai. Cepet- cepet gue beresin barang-barang gue lalu berdiri.

"Dasar gak peka!" Gue misuh-misuh dengan suara pelan. 

"Bilang apa tadi?" Dan kampretnya, dia malah denger.

Gue natap dia tajem dan dibalas gitu juga sama dia, "Bantuin bisa kali!" Celetuk gue.

"Manja lu!" Si Alvin dengan santainya masuk ke dalam kamar tanpa memperdulikan gue yang lagi mencoba menggendong tas ini lagi. Untung aja tas gue gak robek terus sempak-sempak gue jadi terhambur kan.

***

Gue berhasil masuk kamar gue setelah susah payah bawa barang-barang ini. Dan mata gue disuguhkan dengan pemandangan kamar asrama yang cukup menyuguhkan kemewahan. Hampir sekelas kos-kos exclusive lah. Untung aja, kasurnya ada dua. Coba kalo cuma satu, males gila sekasur sama Alvin.

"Gue harus bikin Zona, nih" seru gue dalam hati. Daripada semuanya dikuasaain dia kan?

Masih asyik menata pakaian-pakaian gue, pandangan gue tiba-tiba teralihkan ke sosok Alvin yang lagi buka baju di depan gue. DAMN IT! Body nya bagus banget, udah kaya roti sobek. Mata gue gak berhenti memandang ke arah ABS Alvin yang sexynya bukan main.

"Lo iri atau nafsu sih ngeliatin badan gue segitunya ?" Gue kicep ketahuan.

"Apaan sih, gue punya mata ya gue liat lah, lo ganti baju depan gue!"

"Oh lo punya mata ? Kalo punya mata kenapa itu sempak lo dimasukin ke tempat sampah ?" Bego Randika, lo bego banget, kenapa gue harus salah tingkah gini deh.

"Bacot lo !" Dia hanya terkekeh penuh kemenangan meratapi gue yang salah tingkah, 2-0! gue sudah melakukan hal memalukan di depannya 2 kali.

"Oh iya, Gue mau bikin perbatasan wilayah , ini wilayah gue...." katanya menunjuk bagian lemari dan kasurnya

"Dan itu wilayah lo" tunjuknya ke kasur dan lemari gue, baguslah gue gak perlu repot-repot adu argumen buat milih Zona Perbatasan, karna dia yang ngusulin lebih dulu.

"DEAL !" jawab gue spontan.

Gue pastikan, gue gak bakalan akur sama Alvin.

I'm so lucky

=================

I Am Wrong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang