SEPULUH

7 2 0
                                    

Vote!!! Didahulukan (:

Belum sempat Iza meneruskan ucapannya, adzan zuhur sudah lebih dulu berkumandang yang berasal dari ponsel Iza, ia sengaja men-settingnya agar mudah dalam mengetahui jadwal adzan.

Pertandingan pun diistirahatkan sampai jam 1 siang, lalu dengan cepat mereka mencari tempat ibadah dan beli makan di sekitar GOR(Gedung Olah Raga).

Setelah ibadah dan mengisi perut, mereka-Helen, Azya, Iza- kembali ke tempat awal mereka duduk seraya menunggu pertandingan dimulai. Waktu istirahat hanya menyisakan beberapa menit lagi, orang-orang sudah mulai menempati tempat duduknya kembali membuat tribun-tribun terisi penuh, sedangkan lapangan pertandingan sangat ramai dengan anak-anak yang tengah bermain di lapangan tersebut yang merupakan anggota Taekwondo.

15 menit telah berlalu...

Pemberitahuan akan dimulainya pertandingan sudah terdengar memenuhi seisi ruangan membuat lapangan pertandingan kembali sepi. Tak lama, pertandingan pun di mulai pada partai delapan puluh.

"Muhammad Iza Hairul Zamaro," teriak seseorang membuat Iza menoleh ke sumber suara, lalu ia menghampiri seseorang yang memanggilnya. "Saya sabeum," sahutnya. "Siap-siap." Perintah seseorang yang tengah berhadapan dengan Iza yang tak lain adalah sabeum(pelatih) Iza dan hanya acungan jempol yang menjadi jawaban.

Segera Iza memakai perlengkapan yang biasa dipakai untuk tanding.

Tiba-tiba, ada yang menepuk bahu Iza, lalu ia berbalik untuk melihat siapa yang menepuk bahunya, "Apa kabar?" Ucap lelaki yang tengah berhadapan dengan Iza, kalau dilihat dari postur tubuh mereka hampir sama hanya saja ketinggian tubuh Iza melebihinya, lalu dari cara menyapanya saja terdengar akrab sekali dan bisa ditebak kalau lelaki itu adalah teman Iza. Ya, Jordan Gillen nama lelaki itu, biasa dipanggil Jordan sesuai dengan nama depannya.

"Baik, lu?" Sahut Iza tanpa mengehentikan aktifitasnya.

"Ya, seperti yang lu liat," ucap Jordan. Melihat Iza tengah sibuk memasangkan perlengkapan tanding ditubuhnya, "Sini gw pasangin body nya." Pintanya dan dibalas acungan jempol oleh Iza.

Satu per satu perlengkapan pun sudah terpasang di tubuh Iza dengan fungsinya masing-masing.

Sambil menunggu, Iza kembali duduk dekat Helen dan Azya, tak lupa ia mengajak Jordan untuk ikut duduk bersamanya, lalu mengenalkan mereka bertiga agar mengenal satu sama lain.

"Dan, kenalin sodara gw," ujar Iza agar Jordan mengenalkan dirinya terlebih dahulu dan membuat Jordan meliriknya matanya pada Azya dan Helen bergantian.

Tangan kanan Jordan lebih dulu terulur ke arah Azya yang lebih dekat, "Jordan," Azya pun menyambut dengan baik dan menjabat tangan Jordan, "Azya." Lalu beralih pada Helen yang juga menyambutnya dengan baik sama seperti Azya, "Helen."

Acara perkenalan dan jabat-menjabat selesai. Mereka melanjutkannya dengan sebuah perbincangan-perbincangan kecil. Gak terasa, monitor yang terpampang lebar sudah menunjukkan angka 85, lalu Iza disuruh turun agar menunggu di area pertandingan. Tak lupa Iza membawa gumshield(pelindung gigi) dan botol minum.

Sebelum turun, Iza berbicara sesuatu dengan Helen, Azya dan Jordan. "Lu bertiga semangatin gw, biar menang, wkwk. Amin."

"Amin." Sahut ketiganya kompak.

Lagi dan lagi, Jordan kembali mendaratkan telapak tangannya di bahu Iza untuk menyemangati. "Semangat, bro! Gw bela-belain kesini buat liat lu main."

Bibir Iza tertarik membentuk sebuah senyuman yang dapat dilihat dengan jelas di wajahnya. Sebelum pergi ia mengucapkan 'terima kasih' karena sudah mendukungnya. Ia bertekad dan berusaha se-maksimal mungkin agar tidak mengecewakan saudaranya yang sudah menyempatkan waktu luangnga untuk datang menonton.

Waktu terus berjalan maju, detik demi detik, lalu menit demi menit. Akhirnya, waktu yang di tunggu-tunggu datang, Iza akan bertanding di tengah matras yang sudah menantinya dari beberapa jam lalu.

♦A♦

Iza yang tengah berjalan ke arah matras menolehkan kepalanya menatap sekumpulan teman-temannya serta Helen dan Azya, lalu melontarkan sebuah senyuman seraya mengacungkan jempol, sedangkan tangan kirinya memegang head guard(pelindung kepala). Segera ia duduk menghadap coach(pelatih) dengan kaki yang ditekuk ke belakang seperti sinden. Bukan hanya duduk santai melainkan untuk berdoa sejenak. Coach(pelatih) memberi pengarahan sedikit pada Iza dan mengatakan 'sabeum(pelatih) gak mau liat kamu maen jelek, tapi rileks, oke?!' Membuat Iza semakin percaya diri, tentu harus berhati-hati juga.

Sebuah kartu berwarna biru diberikan wasit untuk coach(pelatih) Iza dan kartu berwarna merah untuk coach(pelatih) lawan. Dengan cepat wasit kembali ke tengah matras agar pertandingan cepat dimulai.

Chong, Hong(teriak wasit)

Wasit mengeluarkan suaranya dengan lantang dan tegas agar para fighter segera memasuki lapangan.

Coach(pelatih) menyuruh Iza untuk cepat memasuki lapangan karena wasit telah memberi aba-aba. Gumshield(pelindung gigi) yang Iza letakkan di telinga segera ia pasangkan ke mulutnya seraya berjalan memasuki lapangan dan tangan kiri memegang head guard(pelindung kepala). Sesampainya di tengah matras, Iza langsung menjabat tangan yang berapa detik kemudian menjadi lawannya dan disambut ramah, lalu Iza menggeser tubuhnya kesamping dan mengangkat tangan kanannya dengan telapak yang menghadap coach(pelatih) lawan hanya untuk sekedar menyapa saja.

Menjabat tangan satu sama lain sudah dilewati. Tanpa menunggu lama, wasit mengisyaratkan untuk segera memasang head guard(pelindung kepala).

"Chariot, kyongrae." Lagi dan lagi, wasit berteriak memberi aba-aba sikap siap dan hormat.

"Kyorugi junbi," ucap wasit seraya merentangkan satu tangannya ke depan dan membuat Iza dan lawannya mempersiapkan kuda-kuda. "Sijak." Lanjutnya.

Mereka saling menyerang sesekali bertahan dan menendang dengan cepat dan tepat. Dengan begitu, poin akan masuk. Tetapi, tidak semudah membalikkan tangan untuk mendapatkannya. Disinilah, di tengah matras, seorang fighter tengah memperebutkan medali emas untuk dibawa pulang. Bagi mereka itu adalah suatu kebanggaan tersendiri.

Babak satu, babak dua sudah terlewatkan, tetapi belum ada yang memenangkannya. Di babak tiga lah penentuannya.

Suasana semakin lama semakin menegang. Suara teman-temannya serta Helen dan Azya terdengar jelas di telinga Iza membuatnya tambah bersemangat dan semakin percaya diri kalau ia bisa mendapatkannya.

Dari tempat penonton, Helen dan Azya sibuk teriak-teriak untuk menyemangati Iza. Tetapi, Helen lah yang sangat berisik sedangkan Azya teriak-teriak hanya sesekali saja karena ia sedang fokus ke layar ponselnya yang sedari tadi tidak berhenti merekam.

Semakin sore gedung semakin sepi membuat tribun yang tadinya penuh tidak ada celah, sekarang sudah terdapat banyak celah yang terlihat.

Akhirnya babak ketiga selesai dengan poin yang beda tipis. Pertandingan selesai. Dan dimenangkan oleh sudut biru, yaitu Iza. Teriak kemenangan terdengar dari mulut Iza. Sebelum meninggalkan lapangan, Iza menjabat tangan yang baru saja jadi lawannya, lalu memeluknya seraya mengucapkan 'maaf'. Ia berjabat tangan tidak hanya dengan lawannya saja tetapi dengan coach(pelatih) sebagai tanda penghormatan.

Hei! Kalian jgn pelit vote dan comment nya dong, sedih nih): karna menurut gw itu penting. Jgn pelit ya??? Hehe.

16 juli 2017,

Amelia

'A' FOREVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang