Di tengah laut. Kanan kiri air. Arshad sedang berada di ruang kemudi. Ia berada di Selat Malaka bersama komplotan Bajak Laut ini. Mereka sedang mengintai kapal nelayan yang akan lewat sambil memeriksa keamanan di selat tersebut. Suasana sepi. Para TNI AL yang tadi berpatroli sudah tidak terlihat lagi.
Ketika itu hari sudah menjelang sore. Mereka melihat sebuah kapal melintas. Semakin lama semakin dekat. Target telah dibidik. Mereka pun bersiaga. Sudah saatnya.
Di sudut, seseorang diam-diam mengambil sesuatu. Ia mengambil alih frekuensi radio khusus dan berbicara di mikrofon. Dihubunginya salah seorang Kamla atau Keamanan Laut yang berjaga di sekitar perairan itu. Tak lupa, ia telah mengunci agar saluran itu tidak terdengar siapapun selain yang ia tuju. Ia memberi sebuah kode wilayah. Setelah itu hubungan diputus. Waktunya terbatas. Ia pun segera pergi dari tempat itu.
Arshad mengemudikannya ke arah kapal target. Setelah dekat, teman-temannya segera melompati dek kapal untuk bisa ke kapal target. Tugas masing-masing sudah jelas. Mereka merampas alat komunikasi, lalu menyandera nakhoda. Lainnya mengikat para awak kapal yang lain dan melucuti barang-barang berguna di kapal itu.
Seseorang menunggu dengan cemas ke arah laut, bagai menunggu seseorang muncul dari sana. Tapi, entah mengapa tidak muncul-muncul. Hanya dalam lima menit mereka sudah selesai. Kemudian, mereka mencemplungkan nakhoda dan para awak kapal lainnya ke laut. Seseorang telah bersiap menyalakan korek untuk membakar kapal itu.
"Berhenti! Bergegas naik kapal!" seru Arshad ketika melihat sebuah kapal lain datang mendekat.
Mereka pun segera tancap mesin, meninggalkan nelayan-nelayan malang tersebut di laut beserta kapalnya yang terombang-ambing.
"Ah, SIAL!‖ seru Erfauzi, Kepala Badan Keamanan Laut. Akrab dipanggil Erf. Ada tiga bintang emas di pundaknya yang menandakan pangkatnya, Laksamana Madya TNI.
Para perompak itu sudah pergi jauh. Bagaimana ini? Mereka hanya mampu menyelamatkan empat awak kapal yang hampir tenggelam di laut. Perompak itu, benar-benar membuatnya kesal! Kapal patroli ini hanya 8 knot per jam. Kalah dengan kapal perompak itu yang berkecepatan 12 knot per jam. Kalau seperti ini terus, perompak itu akan dengan mudah kembali dan pergi lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke perairan Malaka dari Samudera Hindia.
"Bagaimana keadaan Bapak?" tanyanya kepada salah satu awak kapal yang ia baru tahu bernama Banu.
"Tidak begitu baik. Kami diikat lalu dicemplungkan ke dalam laut. Dengan begitu kami tidak bisa berenang," komentarnya.
"Kami berterima kasih atas usaha Bapak untuk menyelamatkan kami. Yah, walau harta kami di kapal itu sudah tidak ada, setidaknya kami masih hidup. Nasib kami lebih baik dari aksi pembajakan dua minggu lalu. Kapal mereka dibakar dan para awak kapalnya pun menghilang begitu saja," kata Rafi, nakhoda kapal itu.
"Ya. Sama-sama. Kami telah dihubungi seseorang untuk segera datang ke wilayah perairan ini. Ternyata di sana sudah terjadi pembajakan. Maaf, kapal kami kurang cepat," sahut Erf.
Mereka pun tersenyum getir.
"Untuk menyelidiki lebih jauh para perompak itu, tolong berikan keterangan tentang orang-orang yang telah Bapak-bapak lihat."
Tiba-tiba Banu teringat sesuatu. "Pak, saya merasa kenal dengan salah satu perompak itu. Saya melihatnya sekilas ketika dia memerintahkan semua teman-temannya untuk bergegas pergi karena ada kapal keamanan datang. Saat itu dia yang mengemudikan kapalnya."
"Siapa dia?"
"Dia teman saya dulu ketika kami masih sama-sama tinggal di Tarakan. Kami berpisah sejak empat tahun lalu ketika saya pindah ke Aceh. Tapi saya kurang yakin apakah itu memang benar dia," jelas Banu. Sebenarnya ia merasa heran. Apa yang dilakukan Arshad?
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Pesisir, Pelaut, dan Perompak
Aventură(COMPLETED) *Rank 140 301117 Di tengah laut. Kanan kiri air. Arshad sedang berada di ruang kemudi. Ia berada di Selat Malaka bersama komplotan bajak laut. Mereka sedang mengintai kapal nelayan yang akan lewat sambil memeriksa keamanan di selat terse...