6 : When the Sun Goes Down

80 15 3
                                    

Disebuah taman, tampak seorang gadis cantik berambut hitam pendek sedang duduk sambil menulis sesuatu di buku yang ada dipangkuannya. Ia terlihat sangat serius dan mengabaikan sekitarnya. Padahal taman itu sangat indah. Dengan bunga-bunga beraneka warna, pohon-pohon yang rindang dan juga air mancur yang berada tepat di tengah taman itu. Ditambah rumput hijau yang terhampar luas bak permadani raksasa.

Semburat senja menghiasi langit biru. Hembusan angin meniupkan daun-daun yang sedang berguguran. Suara canda tawa dan tangis serta teriakan anak kecil mengisi taman itu. Gadis itu masih sibuk menunduk. Tak peduli sekitarnya. Sesekali ia mengangkat kepalanya dan menerawang. Tak lama ia tersenyum lalu kembali menuliskan sesuatu dibukunya. Entah apa yang sedang ia tulis, tak ada yang tahu.

Matahari mulai terbenam. Menyisakan semburat jingga yang sangat indah menghiasi langit. Gadis itu menutup bukunya kemudian meregangkan kedua tangannya. Ia bangkit lalu berjalan meninggalkan taman sambil bersenandung kecil.

Sesampainya dirumah ia langsung bergegas menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

“Aubree.”

Mendengar namanya dipanggil, gadis itu pun menghentikan langkahnya. Senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya perlahan menghilang. Perlahan ia menolehkan kepalanya kebelakang. Tampak seorang wanita cantik berusia sekitar akhir 30an yang sedang menatapnya sambil melipat tangan didada. ‘Mama' batinnya.

Aubree, gadis berambut pendek sebahu itu menatap dingin mamanya. Ia hanya diam, menunggu mamanya berbicara.

“Dari mana saja kamu?”tanya mamanya.
Aubree hanya diam, sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan mamanya.

“Mama tanya sekali lagi, dari mana kamu? Papa kamu nyariin kamu dari tadi.”

“Mau apa dia nyariin aku? Biasanya juga dia ga peduli sama keberadaan aku.”jawab Aubree dingin. Ia kemudian membalikkan badan dan menaiki tangga menuju kamarnya.

Mamanya hanya bisa menghela napas lelah. Selalu seperti ini. Aubree dan papanya tak pernah akur. Aubree dengan sikap keras kepala serta papa nya dengan sikap egois dan diktator. Namun, beberapa tahun belakangan ini hubungan Aubree dan papa nya semakin memburuk.

Didalam kamar, Aubree membaringkan tubuhnya diatas kasur. Matanya menerawang menatap langit-langit. Ingatannya kembali pada kejadian dua tahun yang lalu.

Karena keegoisan papa nya Aubree harus kehilangan satu-satunya sahabatnya. Sekaligus cinta pertamanya. Sejak saat itu sifat Aubree berubah drastis. Disekolahnya ia dikenal sebagai seorang yang dingin, cuek dan juga tertutup. Ia selalu sendirian, tak pernah berbicara pada seorang pun disekolah termasuk guru. Kadang jika ada guru yang bertanya ia hanya menjawab dengan anggukan dan gelengan kepala. Meskipun demikian, Aubree termasuk murid yang cerdas. Nilai-nilainya selalu bagus pada setiap mata pelajaran.

Dua tahun yang lalu, Aubree dan papa nya bertengkar hebat. Saat itu, Aubree sedang bermain game bersama sahabatnya, Alec. Aubree dan Alec sudah bersahabat sejak kecil, bahkan kedua orangtua Alec dan kedua orangtua Aubree kenal dekat dan juga rekan bisnis. Aubree dan Alec memiliki sifat bertolak belakang. Aubree adalah gadis yang baik, ceria, dan juga pintar. Sedangkan Alec, ia terkenal sebagai seorang badboy disekolahnya.

Papa Aubree baru saja pulang dari kantor. Wajahnya terlihat kusut dan lelah. Saat memasuki ruang tengah, ia melihat Aubree sedang bersama Alec. Papa Aubree terlihat sangat marah. Ia kemudian menghampiri mereka. Kemudian ia mengusir Alec dari rumahnya. Ia menyuruh Aubree menjauhi Alec karena dianggap dapat membawa pengaruh buruk bagi Aubree. Bahkan demi menjauhkan Aubree dari Alec, papanya mengajak ia dan mamanya pindah ke daerah lain.

Beberapa bulan awal pindah, papanya memutus semua komunikasi Aubree dan teman-temannya. Papanya juga menyita seluruh fasilitas Aubree. Mulai dari ponsel, laptop, mobil, dan juga kartu kredit.

Event Pertama: Fiksi RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang