Love Sky
"Let me introduce myself. My name is Dave Parker. I'm from Sidney, Australia. I hope you like me," ucap murid pindahan itu memperkenalkan diri. Tapi aku sedang sibuk dengan kegiatanku tanpa menghiraukannya yang berdiri di depan kelas XI-IPA 2
"Wih, dari Sidney! Baru kali ini gua dapet temen sekelas orang luar negeri!"
"Iya, gua juga. Ya ampun! Ganteng banget lagi!"
"Dia orang luar negeri, Sal. Bakal banyak saingan kalau mau digebet."
"Bisa diem ga? Berisik banget sih! Kalian udah kaya orang udik yang ga pernah liat orang luar negeri tau ga," ucapku marah tapi tetap berusaha tidak berteriak. Dua orang di sampingku dan di depannya ini tak bisa diam dari tadi. Salsa dan Gina. Mereka benar-benar merusak kegiatanku memandang langit cerah pagi ini.
"Fani, karena kamu yang paling jago bahasa Inggris di kelas ini, kamu duduk dengan Dave. Bantu dia," ucap Miss Raina tiba-tiba yang mampu membuat jantungku terasa terhenti selama dua detik. Apa-apaan? Mengapa harus aku? Ada Daniel yang juga jago bahasa Inggris. Mengapa harus aku?
"Tapi, Miss. Sa--"
"Tidak ada tapi-tapian, Fan. Miss akan memberimu nilai tambahan jika kau membantunya belajar. Tapi jika tidak, Miss akan mengurangi nilaimu! Cepat bertukar tempat duduk dengan Rani yang duduk sendiri di sebelah sana!" titah Miss Raina. Aku hanya bisa pasrah. Aku tak ingin nilai bahasa Inggrisku di kurangi. Segera kutenteng tas dan beranjak menuju bangku Rani yang jauh dari jendela.
Selamat tinggal, langit cerahku!
"Dave, you can sit down with Fani there. She will help you."
"Thank you, Miss," jawabnya mulai menuju ke bangkuku dan duduk di sebelah kiriku.
"Hi Fani!" sapanya padaku. Aku hanya menatapnya jengah.
"Hmm, hi too!" jawabku malas. Sebenarnya aku tak ingin menjawabnya, tapi Miss Raina memperhatikanku dari tadi.
***
Pelajaran Bahasa Inggris berjalan dengan lancar. Tapi pelajaran biologi? Ya ampun! Aku capek menjadi penerjemahnya."Lo kalau ga ngerti Bahasa Indonesia kok malah sekolah di sini sih? Kenapa ga di sekolah lain aja yang bicaranya pake Bahasa Inggris?"
"Hmm?" Oh, betapa bodohnya aku! Mengapa aku berbicara Bahasa Indonesia padanya? Jelas ia tak akan mengerti.
"Why you not take a course?" Aku mengganti pertanyaan bodohku tadi.
"I don't know. I like study with friends more than take a course," jawabnya mengindikkan bahu sembari tersenyum simpul.
"But, just because of you, I can't see a wonderful sky!" bentakku padanya. Tapi tak terlalu keras, aku takut dimarahi Pak Toni.
"I'm so sorry about this. Are you like sky?"
"Yes, very. Sky is so precious for me." Mengapa aku jadi curhat sama orang asing ini? Aku biasanya tak pernah akrab dengan orang baru, tapi entah mengapa Dave berbeda.
"I'm so sorry, Fan." Terlihat raut wajahnya yang menyatakan bahwa ia minta maaf dengan sungguh-sungguh.
"No problem. Let's study Indonesian language! Open your dictionary, Dave!" ucapku tiba-tiba bersemangat. Aku benar-benar tak tega melihat wajah merasa bersalahnya itu. Aku tak mau ia berlarut-berlarut merasa bersalah, itu akan membuat ia tak berkonsentrasi dalam belajar.
"Hey! Open your dictionary, Dave," ulangku saat melihatnya hanya terus menunduk, tak bergeming.
"Hey, Dave! It's no problem. Please, don't sad. It's just kidding." Aku mengatakannya itu hanya bercanda, padahal sebenarnya tidak. Langit benar-benar berharga bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Event Pertama: Fiksi Remaja
Short StoryKumpulan Cerpen Teenfiction/Remaja Karya Member WWShines. Cerpen ini merupakan Event pertama di grup WWShines. Selamat Membaca Guys!