002-Kenyataan (End)

71 16 13
                                    

Kenapa takdir selucu ini. Aku bertemu lagi denganmu. Dengan dunia yang berbeda. Dunia yang nyata dan tanpa rekayasa. Lantas ... membuat hatiku kembali porak-poranda.

(Ka)Lara

***

Aku melangkahkan kakiku ke gedung yang besar nan luas ini. Aku masih belum percaya. Ternyata aku mampu diterima di sini. Inilah yang aku inginkan sejak dulu.

Dua tahun berlalu. Saat ini, aku sudah memasuki jenjang yang lebih tinggi lagi. Jenjang kuliah. Aku bersyukur sekali dan bangga pada diriku sendiri. Impianku mampu terwujud. Mama pasti ikut bangga juga padaku. Kuliah di Institut Pertanian Bogor mengambil Biokimia adalah impianku sejak aku masih duduk di bangku SMA dulu. Aku masuk ke sini melalui jalur SNMPTN. Ah, senang rasanya ketika mengingatnya. Kerja kerasku selama tiga tahun di SMA tak sia-sia.

"Kal, buruan. Hari ini kan ada PKKMB. Kakak tingkatnya galak-galak loh. Awas tar kita dihukum, ish," ucap Rena, sahabatku sejak SMA. Kebetulan juga kami sama-sama diterima di IPB dengan jurusan yang sama pula.

"Iya, sabar, Ren. Ini kan juga masih jalan. Dan kalo mereka hukum kita, bisa gue laporin tuh. Kan lagi marak pembulian, nah."

Rena hanya memutar bola matanya malas dan berdecih. "Ck. Ya bisa aja sebelum lo laporin, mereka udah bunuh lo duluan."

Aku hanya bergidik ngeri. "Ih, serem. Jan ngada-ngada lo. Ngeri, njir."

Akhirnya, aku pun tiba di perkumpulan maba yang sedang di jemur di bawah terik matahari. Kakak tingkat terlihat sedang memberikan arahan. Aku berdiri di belakangnya.

"Permisi, Kak. Izin masuk barisan," ucapku sopan.

Sang kakak seniorku itu pun menoleh. "Kalian. Kenapa telat. Harusnya pagi, 'kan? Bukan kah sudah saya infokan sebelumnya, hm?" tanyanya terlihat marah.

"Anu, kak. Kemarin masih sibuk nata barang di kontrakan. Soalnya kami juga belum lama di sini. Kami dari Surabaya," ucapku masih sopan walaupun sebenarnya sudah mati-matian menahan jengkel.

Mukanya yang datar dan terlihat judes itu membuatku ingin mencakarnya seperti kucing.

"Saya gak peduli alasan kalian. Cepat lari keliling sini 10 putaran. Akan saya awasi. Gak ada bantahan. Atau akan saya tambah."

"Tapi, Kak---" Ucapanku terpotong.

"Kerjakan atau saya tambah."

Aku pun pasrah dan berlari bersama Rena. Dengan napas tersengal-sengal, aku menahan dadaku. Padahal, aku dan Rena masih mendapat 4 putaran.

"Udah, Kal. Ayo. Jangan dipaksain. Gue bilangin kakak seniornya, ya?" ucap Rena terlihat khawatir.

Namun, aku masih keukeuh dengan pendirianku. "Udah. Gapapa. Gue pen buktiin sama tuh kating songong. Gedek gue," ucapku kesal namun masih dengan napas yang tersengal.

Aku berlari hingga bertahan 7 putaran. Memasuki 8 putaran, kepalaku sudah sakit. Pandanganku buram. Dadaku juga makin sesak. Akhirnya, semuanya pun menggelap.

*♥*

Aku terbangun entah di mana. Kepalaku pening. Kukerjapkan mataku. Ketika melihat sekeliling, kurasa aku sedang berada di UKS.

Kuedarkan pandanganku lagi. Mencari-cari keberadaan Rena. Sayangnya, aku tak menemukan siapa pun. Seorang pun tak ada.

"Gila, gue di sini sendiri. Gue kan takut. Njir, si Rena. Tega banget ninggalin gue, ish."

Ilusi Lara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang