Hanna.
--
-
"Aku pikir dia depresi,"
"Tidak lebih tepatnya mungkin gila,"
"Ah, mungkin dia psikopat! Hati-hatilah padanya,"
"Aku tidak pernah melihat wajahnya,"
"Makanya jangan dekat-dekat dengan dia, "
"Apa dia cacat?" kekehnya.
"Ibunya gila, ayahnya tukang mabuk, kakaknya binal. Dan dia ikut-ikutan menjadi gila!"
"Itu mungkin keturunan genetik."
-
-
-
Kerumunan dan seruan-seruan dari beberapa manusia terdengar itu begitu semangat, bergelora dan menyiksa. Sang empu kembali dengan sikap angkuhnya, menyeruakan vokal suara yang seolah mampu memecahkan organ tubuh manusia.
Menindas dengan senang seseorang yang berada di bawahnya seolah wajar, beberapa helai rambut manusia yang terlihat di depannya tidak peduli, bahkan mungkin ikut semangat menyaksikan itu. Dunianya begitu diterpa keburukan.
Siapa yang akan peduli di negara seperti New Yok ini? Bahkan kepedulian dan kepekaan manusia disini harus dipertanyakan, apakah masih ada atau tidak? Mereka terlalu tak acuh untuk semua itu, dan seringkali juga menganggap penindasan adalah sebuah hiburan sampingan.
Si pelaku menyodorkan sepatu yang ia pakai terkena tumpahan minuman itu ke perempuan lugu di depannya, membuat tubuhnya gemetar ketakutan. "Bersihkan dengan mulutmu." serunya kejam. Ia menyeringai iblis.
Beberapa orang di sekitar tertawa kecil dan mengejek, tanpa berniat membantu ataupun menolong sebagai sikap empati. Terlalu malas dan juga menghindari sasaran amukan dari sang iblis penguasa tempat ini.
Pandangan itu terlalu miris untuk dilihat, dan menarik perhatian si gadis yang sedang berjalan menyusuri koridor kampus, ia tahu itu pasti ulah Oh Sehun dan antek-anteknya. Pria anak pemilik Universitas itu begitu semena-mena perpelakukan manusia, memandang manusia yang berada di bawahnya layak sampah. Tidak punya hati dan kejam.
Langkahnya mendekati kerumunan itu dan mendelesak ke dalam kerumunan. "Pergilah," gumamnya pada perempuan di depannya ini. "Biar aku yang akan mengatasi ini." tembah gadis itu.
Angel menyentakkan tangan Hanna yang berada di bahunya kasar. Dan dengan cepat ia meninggalkan Sehun yang sedang menindasnya.
Di keadaan yang sama, Hanna hanya tersenyum miris. Disaat dirinya berusaha menolong seseorang, bahkan masih sempat mendapat penolakan yang begitu menghantam ulu hatinya. Ternyata rumor itu masih dipercaya. Hatinya mencoba menguatkan keadaan yang begitu menyiksa kehidupannya ini.
Hanna mendongak dan menatap lelaki di depannya ini dengan tatapan kosong tak berarti. Ia bisa melihat, netranya begitu tajam setajam sembilu yang terasa ingin menguliti hidup-hidup dirinya.
Sehun menyeringai. "Wah wah, siapa ini? Pahlawan kesiangan?" masih menatap Hanna tajam. "Ingin menggantikan posisinya, Hanna? Kalau begitu lakukan." Sehun menahan geram saat berkata.
Ulu hatinya berdenyut perih, ia kuat, ia tidak boleh lemah.
Hanna bisa melihat tangan Sehun terkepal kuat, membuat batinnya menjerit luka. Bibir bawahnya ia gigit kuat-kuat dan mengganguk. Kemudian berjongkok sembari mengabil tisue di sakut sweaternya.
"Siapa yang menyuruhmu melakukan dengan tissue?"
Keningnya berkerut bingung, jika bukan dengan tisue ia harus membersikan sepatu Sehun dengan apa?
Seolah bisa membaca raut bingung gadis itu, kemudian Sehun berujar bengis. "Gunakan mulutmu." ebonynya menunduk menatap Hanna kejam. "Aku ingin kau gunakan mulutmu untuk membersihkan sepatuku."
Tangan Hanna gemetar, haruskah dengat mulut? Apa Sehun tidak benar-benar tidak punya hati seperti yang dikatakan murid-murid disini. Apa dia memang diciptakan dengan bengis? Oke, matanya mulai panas sekarang.
David yang sedari menonton menatap cemas Sehun. "Se, apa tidak keterlaluan?" bisiknya gelisah.
"Dia yang menawarkan diri." gumamnya keras sehingga sampai ke telinga Hanna.
"Tidak seperti ini, Se. Apa kau ingin menyesal?" Jackson kini ikut menyuarakan. Berharap Sehun tidak setega ini kepada gadisnya sendiri.
Sehun bergeming tetap kukuh pada pendiriannya, "Aku tidak peduli."
Bahkan disaat anteknya ikut serta membela, Sehun tetap tidak mengindahkan itu. Tidak peduli padanya yang hanya seorang perempuan membutuhkan kekuatan rohani.
Wajahnya mulai mendekati letak sepatu Sehun yang terkena tumpahan, matanya panas ingin menangis namun sekuat ia tahan agar tidak tumpah detik itu juga. Hatinya menjerit, hatinya berteriak, hatinya memberontak.
Ini kejam.
Namun disaat bibirnya mulai menyentuh bibir sepatu Sehun, tubuhnya ditarik dengan kuat. Dan sesaat kemudian ia bisa melihat wajah Sehun di depannya menatap Hanna sedingin bongkahan es di kutub utara. Bahunya diremas kuat membuat sang empu meringis pelan.
Sehun mengalihkan tatapannya kesekeliling, menelanjangi siapapun dengan netranya tajam yang sedang menatap dirinya dengan Hanna. Tanpa banyak kata ia menyeret gadis itu ke arah parkiran.
Mereka yang berada di kejadian memandang heran Sehun yang tengah menyeret Hanna. Setahu mereka si penguasa Universitas itu tidak dekat dengan perempuan manapun selain Jeni, primadona di kampus ini. Setahu mereka juga, Sehun juga tidak pernah mempunyai hubungan khusus dengan Hanna, atau mungkin nyaris tidak saling mengenal. Dan itu membuat mereka mengerut heran.
Menghempaskan Hanna ke dalam audi hitam miliknya. Ia murka, ia kalut, ia gelisah.
Lalu menyusul gadis itu dan menatap tajam. Mencengkram kuat-kuat lengan gadis itu dan mendekatkan ke arahnya. Menelusupkan kepalanya ke potongan leher Hanna, mengecupnya basah. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya kalem namun begitu menusuk.
-
-
-
Oyeooyeoeueoe
Hay everibadehhh! 😎 ibu peri bikin story baru nih wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me [complete]
FanfictionPada sisinya dia terus kalah pada perasaan bodohnya, menjadikan wanita seperti tidak punya otak karena terus membiarkan dirinya diinjak-injak. "Seharusnya memang dari awal kau ungkapkan jika memang tak ada sedikitpun perasaan untukku. Sehingga aku...